Jelang Ramadan, Harga Pangan Tinggi Jadi Tradisi

 


Oleh Nuni Toid

Pegiat Literasi 



Seolah sudah menjadi tradisi setiap awal dan akhir tahun serta momen tertentu seperti menjelang bulan Ramadan dan hari raya, harga pangan selalu mengalami kenaikan. Rakyat harus dihadapkan pada kenyataan mahalnya pembelian berbagai kebutuhan pokok yang makin melambung tinggi.


Dilansir dari radarjabar, 27/2/24, Komoditas barang menjelang Ramadan cukup membuat  warga Kabupaten Bandung resah. Walau demikian, pemerintah setempat mengklaim bahwa persediaan kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas) aman tersedia sampai bulan Maret. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagi), Dicky Anugrah. 


Menurut Dicky, penyebab merangkaknya harga beras diantaranya karena pergantian musim tanam yang dipengaruhi oleh El Nino. Disperindang sendiri telah melakukan koordinasi lintas sektor dengan instansi terkait untuk tujuan memantau harga kebutuhan pokok masyarakat secara berkala serta mengadakan operasi pasar murah yang bersubsidi.


Begitu pula dalam hal Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP), Kepala Dinas Ketahanan pangan dan perikanan (Dispangtan) Kabupaten Bandung, Ina Dwi Kania menyatakan kalau pihaknya telah melakukan kerjasama dengan perum Bulog hingga mengambil beberapa langkah nyata, seperti membuka Gerakan Pangan Murah (GPM), menyalurkan bantuan bagi kelompok rentan, ojek pangkalan, guru ngaji dan budayawan.


Sayangnya, walaupun dikatakan stok mencukupi, belum tentu secara umum, masyarakat bisa mengaksesnya mengingat daya beli masyarakat sedang lemah, apalagi banyak PHK massal. Oprasi pasar murah sifatnya hanya sementara dan untuk bahan pokok tertentu saja sehingga untuk mencapai stabilitas harga dan mampu dijangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama yang kekurangan akan sulit dicapai.


Yang diharapkan masyarakat bukan hanya stok mencukupi, juga bagaimana pemerintah mampu mengendalikan harga. Jika pemerintah hanya berkutat pada masalah teknis saja, seperti mengadakan operasi pasar murah atau membagi-bagikan sembako kepada sebagian masyarakat yang dianggap kekurangan, impor, maka persoalan melambungnya harga pangan akan tetap menjadi tradisi yang tidak teratasi.


Demikianlah dampak dari penerapan sistem kapitalisme-sekular di negeri ini. Penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator, sementara kedaulatan pangan ada di tangan para kapital atau korporasi. Pemerintah tidak mampu mengendalikan harga jika pangan itu sendiri dikuasai mereka para pengusaha yang orientasinya keuntungan. Kapitalisme yang mengedepankan materi bukan pengurusan menjadikan momen menjelang Ramadan sebagai kesempatan meraih keuntungan yang besar. 


Sekularisme yang menegasikan peran agama dalam kehidupan telah menumbuhsuburkan yang namanya penimbunan. Jadi pemicu naiknya harga bukan semata karena perubahan iklim, juga disebabkan perilaku sosial tanpa kontrol agama. 


Islam Menjamin Kestabilan Harga Pangan 


Islam adalah agama yang universal yang tidak hanya mengatur ibadah ritual saja tapi mengatur segala aspek kehidupan. Salah satunya adalah bagaimana syariatNya mampu mewujudkan kestabilan harga pangan hingga rakyat dapat mendapatkan  semua kebutuhan sehari-hari tanpa harus mengalami kesulitan. 


Dalam menjaga terwujudnya kestabilan harga pangan  syariat menetapkan beberapa tindakan praktis. Di antaranya: Pertama, negara wajib menjamin ketersediaan pangan agar antara permintaan dan penawaran menjadi stabil. Bila di satu wilayah kekurangan pangan tertentu, maka negara bisa mendatangkan dari daerah lain yang berlebih seperti pernah dilakukan oleh Khalifah Umar sehingga harga kembali stabil.


Kedua, negara akan memperpendek rantai distribusi, menghilangkan distorsi pasar, mengharamkan riba, praktik tengkulak, kartel, dan melarang penimbunan. Sebagaimana dalam sebuah hadis, Abu Umamah Al- Bahili berkata: "Rasulullah saw. melarang penimbunan,"  (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Sanksi tegas sesuai syariat akan diberlakukan bagi siapapun yang melanggar ketentuan.



Dalam Islam, tidak ada pematokan harga (tas'ir) sebagaimana ada dalam sistem kapitalis. Larangannya jelas sebagaimana hadis dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi yang artinya: "Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak." 


Pematokan harga adalah kezaliman terhadap salah satu pihak, baik pembeli maupun pedagang. Dalam sistem Islam tidak akan terjadi seperti baru-baru ini, sebagian masyarakat menuntut penurunan harga beras, satu sisi justru para petani bersuara agar jangan diturunkan.



Itulah jaminan Islam menciptakan kestabilan pangan. Negara hadir meringankan beban rakyat sebagai tanggungjawabnya melalui penerapan Islam kafah dan meriayah (mengayomi).


Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post