Oleh Ana Ummu Rayfa
Aktivis Muslimah
Sejak dicetuskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 31 Desember 2013, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) salah satunya dalam bidang kesehatan menjadi satu-satunya solusi yang digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Mekanismenya, masyarakat membayar iuran sejumlah level pelayanan yang dipilih, dengan besaran iuran yang sama setiap bulannya. BPJS Kesehatan ini terdiri dari tiga tingkatan kelas, yaitu kelas 1,2, dan 3 dengan besaran iuran yang berbeda-beda setiap bulannya. Hal ini tentu didasarkan pada kemampuan penghasilan yang dimiliki oleh masyarakat. Masalah lain muncul, manakala banyak masyarakat tidak mampu untuk membayar iuran BPJS di tengah himpitan ekonomi yang kian memburuk.
Pemerintah mulai membawa opsi untuk mengatasi masalah kesehatan pada masyarakat tidak mampu, yaitu dengan adanya BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran). Masyarakat penerima BPJS PBI adalah masyarakat tidak mampu yang iurannya ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Sumirat pada Reses Sidang II Tahun 2024 mengatakan bahwa DPRD bersama Pemkab Bandung telah menganggarkan APBD sebesar Rp286 miliar dan APBD Provinsi Rp430,7 miliar sehingga sekitar 97,69% warga Kabupaten Bandung dapat tercover oleh BPJS. (media online liputan6.com)
Lebih lanjut Yayat mengatakan, masyarakat kurang mampu tinggal datang ke Puskesmas untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Dinsos. Hal ini tentu membawa angin segar bagi masyarakat. Akan tetapi, kenyataan di lapangan tidak seindah wacana yang disampaikan. Kesemrawutan BPJS masih menjadi masalah klasik. Dari mulai rumitnya administrasi hingga banyaknya kasus pasien yang ditolak Rumah Sakit. Para peserta BPJS juga kerap mendapat diskriminasi dalam perlakuan pelayanan dari petugas kesehatan. Bila perbedaan perlakuan ini diterima oleh peserta BPJS yang membayar iuran setiap bulannya, lalu bagaimana dengan peserta BPJS PBI?
Masyarakat seharusnya menyadari bahwa segala masalah yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan saat ini adalah akibat dari sistem kapitalisme yang memandang segala sesuatu termasuk masalah kesehatan, dalam sudut pandang materi. Rumah Sakit swasta tentu menginginkan keuntungan besar dalam operasionalnya, sedangkan Rumah Sakit pemerintah juga mengalami keterbatasan dalam melayani masyarakat. Masyarakat pengguna BPJS juga tidak serta merta dapat mengakses pelayanan secara bebas, tetapi harus melewati beberapa tahapan mulai dari mendatangi faskes rujukan yang sudah ditunjuk oleh pemerintah. Selain itu, obat yang diberikan pada pengguna BPJS berbeda kualitasnya dengan pasien umum. Ini menunjukkan bahwa pelayanan BPJS sejalan dengan istilah dalam sistem kapitalisme, yaitu "Anda Akan Mendapatkan Apa Yang Anda Bayarkan". Semua hal yang ditetapkan dalam BPJS didasarkan pada kepentingan bisnis, bukan pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Lalu bagaimanakah seharusnya pelayanan kesehatan berjalan?
Sejatinya, pelayanan kesehatan adalah kebutuhan dasar yang harus diterima oleh masyarakat secara gratis tanpa memandang kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, dalam Islam negara hadir sebagai pengurus rakyat untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan gratis untuk seluruh masyarakat. Dalam Islam, seluruh masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan tanpa perbedaan pelayanan, bebas biaya, mudah diakses dan tidak terbatasinya kebutuhan medis yang diberikan. Hal ini tentu sangat mungkin dilakukan, mengingat negara dalam sistem Islam memiliki sumber pendapatan yang melimpah, yaitu dari pengelolaan sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, dan sebagainya. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang memberikan penguasaan sumber daya alam kepada pihak asing sehingga tidak dapat dinikmati oleh rakyat. Selain itu, sumber dana juga didapat dari fai', ghanimah, kharaj, dan pengelolaan lainnya. Dengan sumber pendapatan seperti ini, maka pelayanan kesehatan menjadi aspek yang benar-benar dijamin oleh negara, tanpa perlu meminta iuran dari masyarakat.
Hal ini bukanlah fiksi semata, tetapi pernah terjadi pada masa khilafah. Dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dituturkan bahwa Rasulullah saw pernah mengurus rombongan orang Islam dari kabilah Urainah yang jatuh sakit. Beliau meminta mereka untuk tinggal di dekat pengelolaan unta zakat dan memperbolehkan mereka untuk meminum air susunya secara gratis hingga mereka sembuh. Selain itu, Umar bin Khattab ra sebagai Khalifah Negara Islam pada masanya juga menjamin kesehatan gratis untuk rakyatnya dengan mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa harus membayar sedikitpun, juga menggagas RS keliling yang beroperasi memasuki desa-desa agar setiap masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cuma-cuma.
Oleh karena itu, jaminan kesehatan bukanlah dikatakan terjamin bila masyarakat masih harus membayar. Jaminan kesehatan yang benar-benar terjamin tidak akan didapatkan dalam sistem kapitalis seperti saat ini. Hanya dalam sistem Islam, masyarakat akan mendapatkan jaminan kesehatan secara penuh karena negara dalam Islam hadir sebagai pengurus dan pelayan bagi rakyatnya.
Wallahualam bissawab
Post a Comment