Ironi Negeri Lumbung Padi

 


Oleh : Yani Rahmawati


Duuhh pusiingg....

Mungkin itu yang dirasakan sebagian besar masyarakat terutama kaum ibu dalam mengelola keuangan saat ini, karena menghadapi kenaikan berbagai macam harga bahan pangan, dari mulai harga bawang merah, bawang putih, cabe rawit merah, gula pasir, kentang, daging dan harga beras yang sangat tinggi.  Apalagi menjelang Ramadhan ini seolah kenaikan harga bahan pangan sudah menjadi tradisi.

Saat ini kita sering melihat berita yang mengabarkan banyak masyarakat yang tidak mampu membeli kebutuhan pokok, terutama beras untuk keluarganya, karena harga yang sangat mahal dan kondisi perekonomian yang kian sulit, bahkan kita melihat juga berita seorang nenek yang setiap harinya hanya makan daun singkong saja karena tidak mampu membeli beras.  Belum lagi berita tentang begitu panjangnya antrian kaum ibu dan rela berdesak-desakan demi mendapatkan beberapa kilo beras dengan harga yang lebih rendah dari harga pasaran saat ini.  Sungguh ironi kehidupan masyarakat di negeri lumbung padi.  Apakah kondisi atau penderitaan rakyat ini dianggap hal biasa di negeri ini ?

Salah satu alasan dari kondisi ini adalah karena imbas El Nino padahal, pada saat bersamaan negara-negara tetangga justru mengalami surplus beras. USDA mencatat Thailand mendapatkan surplus 8,4 juta metrik ton, Vietnam surplus 5,5 juta metrik ton, Kamboja surplus 1.88 juta metrik ton.  Kelebihan beras itu karena hasil produksi lebih banyak dari jumlah konsumsinya. (Katadata, 22-2-2024).

Mahalnya harga pangan menunjukan bahwa negara telah gagal menjamin kebutuhan pangan murah.  Seharusnya negara melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga karena berbagai persoalan.


Strategi yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi harga beras dengan cara impor dan pemberian BLT telah gagal menekan harga beras yang tetap saja tinggi saat ini, dan pemberian BLT pun banyak yang tidak tepat sasaran dan sebenarnya lebih banyak lagi masyarakat yang menjadi tidak mampu untuk membeli harga beras yang begitu tinggi dan karena keadaan ekonomi masyarakat yang semakin carut marut.


Kegagalan strategi yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah ini terjadi karena pemerintah selama ini hanya mengambil tindakan pada solusi praktis, kebijakan yang diambil tidak menyentuh pada akar masalah, dan hanya dapat menekan lonjakan harga yang bisa jadi suatu saat akan terulang.


Akibat Sistem Kapitalisme


Sesungguhnya El Nino bukan satu-satunya alasan yang menyebabkan masalah defisit beras, tapi ada hal lain yang lebih besar yang memengaruhi produksi pangan (beras) saat ini, misalnya,

- Pengalihan fungsi lahan secara besar-besaran dari tanah pertanian menjadi Industri.  Para pemodal besar akan melakukan apa saja untuk melaksanakan usahanya, salah satunya dengan membeli lahan pertanian di wilayah pinggiran yang harganya lebih murah.

- Pengurangan subsidi pupuk juga menambah sulit nasib petani

- Adanya izin bagi para kapitalis untuk berbisnis pada bidang pangan khususnya beras, mereka membeli dari petani dengan harga lebih mahal sedikit dari harga pasar, kemudian mereka mengemas kembali padi-padi itu dalam bentuk beras kemasan dengan harga yang lebih tinggi. Kalau sudah demikian petani untung tapi pengusaha lebih untung lagi.

- Impor beras yang dilakukan pemerintah seringkali merugikan petani, dengan adanya beras impor, harga beras lokal ikut turun, namun saat ini walaupun sudah mengimpor namun tetap saja harga beras tinggi dan yang diuntungkan bukanlah petani atau masyarakat melainkan para pengusaha importir atau para kapitalis.


Hal ini terjadi karena sistem pasar yang berlaku di negara kita yaitu Sistem Kapitalisme, dimana negara hanya bertindak sebagai regulator saja, harus tunduk pada sistem yang diterapkan, tidak bisa menjalankan fungsi sebagaimana seharusnya menjadi pengayom rakyat. Kebijakan yang dikeluarkan tentu hanya akan menguntungkan para kapitalis. 


Sejatinya negara harus mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai cara agar masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan bahan pangan dengan mudah.   Demikianlah cengkraman Kapitalisme.


Politik Pangan dalam Islam


Islam sebagai sistem hidup yang paripurna memiliki politik pangan tersendiri 

1.  Negara wajib hadir dalam setiap kebijakan.  Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya kelaparan.  "Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya" (HR. Muslim).


2. Negara akan senantiasa hadir pada produksi, distribusi hingga konsumsi.  Pada tingkat produksi, negara akan menjalankan politik pertanahan Islam, seperti melarang pembangunan industri di lahan subur, memberikan lahan pertanian bagi siapa saja yang bisa menghidupkannya, melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, dan lainnya.  Sedangkan dalam distribusi, negara akan memotong rantai distribusi yang panjang sehingga harga tidak mahal, melarang adanya penipuan atau penimbunan dan lainnya.  Sedangkan pada tingkat konsumsi, negara memastikan setiap warga terpenuhi kebutuhannya.


3. Untuk mendukung semua program negara, akan diterapkan sistem ekonomi Islam, sistem sanksi Islam hingga sistem pendidikan Islam.  Jika semua itu dapat dipenuhi, jaminan surplus pangan akan terpenuhi karena Alloh SWT telah berjanji dalam firmanNya, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raaf : 96).


Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang beriman, kita tidak boleh hanya menyalahkan faktor alam saja saat terjadi masalah pangan. Mungkin saja ini adalah peringatan Alloh Taala agar umat Islam mau kembali kepada aturan Islam.

Sungguh hanya Islam yang dapat menyelamatkan negeri ini dari cengkraman Kapitalisme.


Wallohu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post