Harga Beras Mencekik, Butuh Solusi Ketahanan Pangan Hakiki


Lisa Agustin

Pengamat Kebijakan Publik 


Kebutuhan beras selama setahun di Kaltim mencapai 350 ribu ton. Akan tetapi, produksi beras yang mampu dipenuhi baru 140 ribu ton. Kondisi itu membuat Kaltim harus mendatangkan pasokan beras dari luar daerah. Selain persoalan produksi beras yang belum mampu memenuhi kebutuhan Kaltim, masalah lainnya adalah penyusutan areal sawah di Kaltim.


Dari data yang diterima Akmal Malik, Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, dalam beberapa tahun terakhir luas sawah menyusut karena persoalan irigasi dan alih fungsi lahan. Persoalan el nino yang sempat terjadi sejak tahun lalu hingga awal tahun ini juga membuat sentra penghasil padi ada yang mengalami gagal panen. (kaltimpost[dot]id, Selasa, 27/2/2024)


Permasalahannya Kompleks dan Sistemis


Masalah ketahanan pangan ini harus disikapi dengan benar. Mengutip dari laman muslimahnews[dot]net, menurut Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menilai, kenaikan harga beras tidak sebatas dampak El Nino, tetapi lebih kompleks dan sistemis.


Ia lalu menguraikan satu per satu masalah sistemis itu. Pertama, penduduk bertambah banyak, tetapi produksi makin turun. 


Misalnya pada tahun 2010 luas area panen padi 12,8 juta hektare. Tahun 2021, setelah satu dekade, luas panen berkurang 2,3 juta hektare. Jadi hanya sekitar 10,5 juta hektare. 


Produksi padi juga turun yang tadinya 15,1 juta ton pada 2010, pada 2021 minus 9,9 juta ton sehingga hanya tersisa 5,2 juta ton. Sementara itu, populasi penduduk Indonesia di periode yang sama ( 2010-2021) bertambah 38,5 juta jiwa.


Kedua, dana triliunan rupiah sudah dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur, tetapi beras tetap naik. Dana APBN yang sudah dikeluarkan dari 2009 hingga 2023 untuk pembangunan infrastruktur sudah mencapai Rp 4.426 triliun.


Seharusnya pembangunan infrastruktur itu dimulai dari kebutuhan dasar rakyat terlebih dahulu, karena Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan pertanian.


Ketiga, keberlanjutan pertanian. Diantara faktor keberlanjutan pertanian adalah masalah sumber daya air. Berdasarkan data dari food sustainability index (indeks keberlanjutan pangan), yang mengukur sistem keberlanjutan pangan di 78 negara, Indonesia berada di ranking ke-71, nyaris paling bawah. Indonesia di bawah Bangladesh, bahkan di bawah Zimbabwe.


Keempat, ketersediaan modal. Di tengah sistem keuangan yang kapitalistik, orang lebih memilih menimbun uang di perbankan, deposito, dan bermain di pasar modal sehingga uang yang masuk ke dalam sektor riil yang produktif itu sangat kurang, data pada Agustus 2022, 63% dana perbankan itu tidak produktif, bunga berbunga, tidak berkaitan dengan modal.


Kelima, kualitas sumber daya manusia. Faktanya ketika harga beras murah, petani malas menggarap sawah. Namun, ketika harga dinaikkan begitu banyak, masyarakat miskin yang tidak bisa menjangkau. Sehingga persoalan ini enggak selesai-selesai.


Inilah 5 poin penyebab rapuhnya ketahanan pangan nasional akibat penerapan sistem Kapitalisme sekuler. Sehingga imbasnya membuat kelangkaan pangan dan naiknya harga pangan nasional.


Islam Solusi Tuntas


Untuk menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan ini, solusinya adalah dengan mengadopsi sistem ekonomi Islam secara integral. Dan mencampakkan sistem kapitalisme sekuler.


Dalam sistem ekonomi Islam, harga beras atau harga barang-barang itu tidak boleh dipatok. Akan tetapi masyarakat diberikan jaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 


Masyarakat secara langsung diberikan jaminan keamanan, kesehatan dan pendidikan untuk kesejahteraan secara menyeluruh. Sehingga akan membangun SDM yang berkualitas unggul dan merata.


Kemudian ketersediaan sembako dijamin oleh negara sehingga harga beras yang mengikuti harga pasar tidak akan mengganggu umat secara keseluruhan. Jaminannya berupa dukungan politik dan ekonomi kepada para petani.


Negara memberikan jaminan tersedianya sarana prasarana pertanian, modal untuk keberlangsungan pertanian, pupuk hingga distribusi panen yang merata ke penjuru negeri. Sehingga kebutuhan petani terakomodir dengan baik, keberhasilan panen pun akan maksimal, dan petani pun sejahtera.


Termasuk juga penyediaan lahan pertanian. Islam mendorong umat Islam untuk mengelola lahan berdasarkan syariat Islam. Lahan tidak boleh ditelantarkan lebih dari 3 tahun.


Sistem ekonomi Islam akan membagi kepemilikan harta menjadi 3 bagian yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Hutan, padang rumput, sabana dan lahan yang terhampar luas pada dasarnya adalah kepemilikan umum.


Namun negara berhak untuk memberikan lahan tertentu kepada individu selama dikelola dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Negara juga berhak mengambil lahan individu yang tidak dikelola selama 3 tahun berturut-turut, dan memberikannya kepada individu yang lain.


Inilah mekanisme ekonomi Islam agar lahan yang ada bisa menghasilkan berbagai macam pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga negara tidak akan memberikan izin kepada suatu perusahaan untuk membabat lahan secara besar-besaran untuk industri seperti sekarang.


Dengan mekanisme sistem ekonomi Islam yang terintegrasi dengan political will dari pemerintah, maka ketahanan pangan dan kurangnya pasokan pangan akan bisa diatasi dengan cepat. Sehingga masyarakat tidak lagi menderita akibat kelangkaan pangan dan naiknya harga pangan.

Post a Comment

Previous Post Next Post