Oleh Ummu Syifa
Aktivis Muslimah
Di tengah harapan kita yang sangat besar terhadap anak-anak generasi sekarang dalam membangun peradaban yang lebih baik, kita malah terus menerus didera oleh kasus bullying yang seolah tidak ada titik temunya. Kasus bullying kini telah menjamur, tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah atau di antara pertemanan anak laki-laki. Namun, hari ini kasus bullying pun dilakukan oleh anak perempuan dan dibawah umur.
Baru-baru ini telah terjadi kasus bullying di Batam yang melibatkan 4 orang anak perempuan di bawah umur. Mereka melakukan aksi perundungan karena sempat saling ejek dengan korban di aplikasi WhatsApp. Korban tersebut adalah SR (17) dan EF (14), keduanya ditendang dan dijambak rambutnya oleh pelaku. Menurut Kapolresta Balerang Kombes Pol Nugroho Tri N keempat pelaku itu adalah NH (18), RS (14), M (15) dan dan AK (14). (kompas.tv, 2/3/2004).
Sungguh sangat miris, anak perempuan di bawah umur melakukan bullying terhadap sesama perempuan. Namun, sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini karena pelakunya adalah terkategori anak-anak maka diterapkan sistem peradilan anak, dan anak sebagai anak berhadapan dengan hukum.
Di dalam sistem kapitalis sekuler yang saat ini diterapkan, model peradilan harus merujuk kepada definisi anak yaitu di bawah 18 tahun, menjadikan bahwa kasus bullying akan semakin bertambah karena tidak ada efek jera bagi para pelaku sehingga tidak segan mereka mengulangi kasus yang sama.
Selain itu, anak dalam banyak kasus menjadi pelaku kekerasan mengindikasikan kegagalan dalam pengasuhan. Di era kapitalisme ini banyak anak ditinggalkan oleh orang tuanya bekerja, tidak mendapatkan kasih sayang selayaknya, minimnya pengawasan menyebabkan anak meniru tontonan di gadget mereka yang mengandung kekerasan, dan lebih jauh lagi mereka melihat bahkan mengalami sendiri kekerasan pada diri mereka di dalam keluarga sehingga menjadi luka pengasuhan.
Adapun sistem pendidikan yang diterapkan saat ini telah gagal mencetak anak didik mempunyai kepribadian yang mulia dan menyuburkan gangguan mental pada generasi. Hal itu karena pendidikan saat ini meminimalisasi peran agama dalam mengatur kehidupan. Sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme yang telah terbukti gagal menyelesaikan bullying dan membahayakan generasi.
Berbeda dengan Islam. Islam memiliki sistem sanksi yang sahih, tegas dan memberi efek jera dalam mencegah terjadinya kasus bullying. Islam telah menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balignya seseorang yaitu bagi perempuan adalah sudah melewati masa haid dan laki-laki telah melewati ihtilam yang maksimal terjadi pada usia 15 tahun. Di dalam Islam, siapa saja yang telah melalui hal tersebut tidak dipandang sebagai anak-anak tapi sebagai seorang yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatan buruknya.
Islam pun memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik itu di dalam rumah, yaitu anak diasuh dan dididik oleh ibunya, di sekolah dijaga dengan sistem pendidikan yang menjadikan ruh yaitu kesadaran hubungan dengan Allah sebagai dasar di dalam bertindak, selain itu kontrol masyarakat yang selalu menghidupkan aktivitas amar makruf nahi munkar agar segala bentuk perbuatan selaras dengan keridhaan Allah.
Sudah saatnya kita kembali kepada Islam. Hanya Islam yang akan mampu menuntaskan kasus bullying dan kekerasan lainnya. Penerapan Islam secara kafah akan menjamin terbentuknya peradaban yang agung sebagaimana dahulu ketika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Post a Comment