Di balik Suksesnya Pemilu, Ada Caleg Gagal Bernasib Pilu


Oleh: Kursiyah Azis
 (Aktivis Muslimah)


Usai Pemilu, wajah ceria para caleg yang di nyatakan gagal terlihat lesu. Jika sebelumnya mereka dengan penuh semangat dan antusias menyapa masyarakat sekitar dengan kata-kata manis nan ramah, kini berubah layaknya tak kenal sama sekali. Bahkan tidak sedikit pula yang meminta kembali pemberian mereka saat kampanye. Merasa tidak dipilih, padahal uang sudah keluar dalam jumlah yang cukup besar untuk menyuap masyarakat dengan harapan dapat imbalan suara yang banyak sebagai syarat untuk menduduki suatu jabatan yang di kehendaki.


Fenomena Caleg Gagal, sudah menjadi tradisi yang turut mewarnai pasca pesta demokrasi berlangsung. Tak hanya Caleg, bahkan para tim suksesnya pun ikut merana ketika jagoannya gagal meraih impian. Tak sedikit para pendukung caleg tertentu terpaksa membuang rasa malu hingga mengalami depresi lalu memilih mengakhiri hidupnya akibat tak kuat menerima kegagalan. Miris!


*Berani bertarung,tapi takut kalah*


Dalam sistem demokrasi, masyarakat maupun para pemimpin di didik untuk berani terlibat dalam setiap perlombaan. Masing-masing di beri hak untuk berambisi memenangkan pertarungan meskipun dengan cara yang terlarang. Namun sayangnya keberanian itu tidak serta-merta membuat mereka berani pula menerima kekalahan. Meskipun tidak semua Caleg gagal berakhir tragis. Tapi faktanya kebanyakan demikian. Sebab konsekuensi demokrasi yang memisahkan peran agama dalam kehidupan nyatanya telah sukses menggerus keimanan setiap individu masyarakat, sehingga membuat mereka tak punya kemampuan mengendalikan hawa nafsu berupa ambisi meraih kekuasaan.


*Korban Demokrasi*


Tidak hanya para Caleg gagal yang merasa buntung usai pesta demokrasi berlangsung, bahkan para pendukungnya pun tak kalah meruginya. Waktu, tenaga bahkan materi pun ikut di korbankan demi menyukseskan pemilu tersebut, dan yang lebih memilukan adalah ketika sebagian dari mereka justru mengorbankan nyawanya sendiri. Na'udzubillah!


Demikianlah salah satu bagian dari potret buram yang di hasilkan sistem demokrasi. Penduduk negri tidak ada yang bisa merasa aman dari jahatnya sistem buatan manusia tersebut. Sekalipun mereka yang saat ini berada pada posisi pembuat kebijakan. Sebab pertanggung jawaban akan selalu ada di akhir episode kehidupan dunia.


*Pemilu dalam sistem Islam*


Jika dalam sistem demokrasi, pemilu identik dengan biaya yang fantastis serta tahapan yang panjang dan berbelit-belit. Maka dalam sistem Islam, pemilihan umum (pemilu) justru di lakukan dengan sangat praktis dan tanpa biaya apapun, bahkan kampanye pun nyaris tak di lakukan oleh para kandidat sebagaimana yang  biasa di lakukan oleh para Capres dan Caleg menjelang pemilu dalam sistem demokrasi.


Dalam sistem Islam, para kandidat adalah mereka yang di usung oleh rakyat, sehingga aktivitas kampanye sebagai ajang unjuk kelebihan diri di sertai rasa bangga adalah sesuatu yang memalukan bagi seorang muslim. Sebagaimana kisah pengangkatan Abu bakar Ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama pengganti Rasulullah Saw ketika beliau wafat.


Meskipun terkesan mendadak, namun aktivitas pemilihan tetap berlangsung dengan lancar. Abu bakar Ash-Shiddiq kala itu tak menyangka jika dirinya termasuk salah satu orang yang di rekomendasikan oleh mereka yang hadir dalam ruang musyawarah. Sehingga dengan berat hati beliau terpaksa menyetujui keputusan para pemilih, hingga akhirnya dia lah yang kemudian terpilih untuk menjadi Khalifah pengganti Rasulullah Saw.


Ba'iat pun berlangsung saat itu juga, dan setelahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq berujar " Aku telah diserahi amanah untuk mengurusi urusan kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian''. 


Demikianlah, ketika yang menjadi pengatur kehidupan adalah sistem Islam. Nasib memilukan yang memalukan tak akan menimpa penduduk negri. Baik itu sebagai calon kandidat yang gagal maupun para pendukungnya. Masing-masing akan menerima kekalahan dengan sikap lapang dada. Bahkan di dalam Islam, para calon yang tidak terpilih begitu bersyukur sebab terhindar dari pertanggung jawaban besar kelak di kemudian hari.


Namun hal tersebut tidak mungkin terjadi dalam sistem demokrasi hari ini. Pemilu selalu identik dengan modal besar sekaligus membutuhkan pengorbanan yang tak main-main. Sehingga tidak heran, setiap kali pemilu usai akan selalu ada caleg gagal yang mengalami gangguan jiwa hingga bunuh diri.  Sungguh memilukan!


Alhasil hanya dengan penerapan sistem Islam lah. Pemilu akan terselenggara dengan baik tanpa memakan korban jiwa apalagi sampai menyengsarakan para pemilih. Penguasa yang terpilih adalah yang amanah dan bertanggung jawab, sedangkan yang tidak terpilih akan berlapang dada. Wallahu A'lam Bissawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post