Pilu dan cemas dirasakan oleh warga asli yang tinggal dekat kawasan IKN. Pasalnya, mereka merasa disingkirkan dari tempat tinggalnya yang sudah ditempati bertahun-tahun. Sebagaimana disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bahwa mereka mendapatkan ganti rugi yang tidak sepadan. Hal tersebut secara tidak langsung adalah bentuk penyingkiran bagi masyarakat. Apalagi tanpa dibarengi kebijakan yang memberi tempat bagi mereka di IKN.
Alhasil mereka terpaksa membeli tanah yang jauh-jauh dari lokasi IKN. Otomatis itu mereka sampaikan bentuk penyingkiran warga asli. Untuk itu mereka tidak mau masyarakat adat yang sudah turun temurun di sana tersingkir dari IKN karena mereka punya tempat di situ. (BBC.com).
Sekitar 200 warga Kelurahan Pemaluan menerima surat teguran pertama dari Otorita IKN pada Jumat, 8 Maret 2024. Mereka diminta membongkar rumah mereka dalam tujuh hari terhitung sejak menerima surat. Alasan pembongkaran karena rumah warga tak memiliki sertifikat kepemilikan dan dianggap ilegal. Surat yang ditandatangani Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Nusantara, Thomas Umbu Pati, meskipun belakangan surat itu dicabut.
Protes terkait wacana pembongkaran ratusan rumah warga di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, juga datang dari DPR RI. Beliau menilai hal tersebut telah mencoreng wajah negara. Sementara itu, Otorita Ibu Kota Nusantara memastikan, tidak ada yang namanya penggusuran.
Guspardi Gaus anggota Komisi II DPR yang turut menyoroti isu tersebut. Ia menyampaikan kritik dalam rapat dengar pendapat bersama Otorita IKN di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024. Menurut Gaus, inisiatif meminta warga membongkar rumah dalam tujuh hari adalah hal memilukan dan memalukan. Pasalnya, hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan ibu kota baru. (Kaltimkece.id).
Pada awalnya masyarakat setempat menyambut baik wacana pembangunan IKN di wilayahnya. Sebab, pemerintah berjanji dalam pembangunannya nanti tidak akan ada sengketa lahan. Namun kini sengketa lahan tak terelakkan, dengan dalih untuk bangun bandara VVIP, tol dan kawasan IKN. Lantas mengapa sengketa lahan bisa berulang kali terjadi?
*Ingkar Janji*
Pemberian ultimatum dan surat agar warga segera meninggalkan tempat tinggal dan lahan yang dilakukan oleh Otorita membuat warga sekitar merasa terancam. Meskipun pada akhirnya surat itu dicabut setelah protes datang dari berbagai pihak. Pihak Otorita mengeklaim melakukan pendekatan yang humanis tapi nyatanya membuat warga cemas harus pindah kemana.
Sebagian masyarakat memang sudah ada meninggalkan lahannya pasca menyetujui ganti rugi meskipun terpaksa, namun sebagian masih memili tetap bertahan entah sampai kapan. Mereka menyayangkan pemerintah mengingkari janjinya bahwa tidak akan ada konflik dalam pembangunan IKN. Nyatanya, mereka digusur di tanah yang bertahun-tahun ditinggali. Miris, warga asli digusur demi pembangunan IKN yang katanya untuk kesejahteraan rakyat dan pemerataan ekonomi.
Dengan dalih perkampungan tidak sesuai dengan tata ruang IKN seolah menjadi pembenaran boleh menggusur warga. Sejatinya negara memihak siapa warganya ataukah kepentingan investor? Jika memang warganya yang menjadi prioritas tentunya tidak akan menggusur rumah dan lahan warga seenaknya sendiri. Begitulah wajah buruk negara yang menerapkan sistem kapitalis.
Pemimpin dalam sistem kapitalis tak ubahnya seperti regulator dan fasilitator semata. Negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi warganya tapi justru sebaliknya. Para oligarki yang dilindungi dengan memberikan hak guna usaha di IKN hingga 190 tahun dan bebas pajak hingga 30 tahun. Sedangkan warga asli dengan alasan tidak memiliki sertifikat diusir meskipun sudah tinggal disitu bertahun-tahun. Sungguh ini adalah sebuah kezholiman penguasa terhadap rakyatnya.
*Kepemilikan Individu dalam Islam*
Islam sebagai sebuah agama sekaligus ideologi memiliki seperangkat aturan yang menjamin kemaslahatan masyarakat. Termasuk dalam pengaturan kepemilikan lahan, Islam memiliki aturan yang jelas dan adil. Berikut mekanisme kepemilikan lahan dalam Islam; Pertama, pengakuan kepemilikan lahan dalam Islam sangatlah mudah. Islam membolehkan setiap individu untuk memiliki lahan yang mati dan tidak berpemilik dengan syarat ia akan mengelolanya. “Siapa saja menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Imam Bukhari).
Artinya siapa saja yang datang sesudah orang yang pertama kali menghidupkan lahan tersebut maka tidak berhak “memaksanya” untuk pindah. Terlebih, dalam perspektif hukum Islam, warga RT 05 Pemaluan, Kalimantan Timur yang sudah tinggal puluhan tahun sah dikatakan sebagai pemiliknya. Meskipun tidak didukung oleh bukti kepemilikan secara tertulis (sertifikat).
Kedua, Islam memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap kepemilikan individu. Allah memberikan ancaman yang keras bagi pelaku yang berusaha merebut paksa tanah milik individu. Dalam hadis riwayat Muslim terdapat ancaman bagi orang yang mengambil tanah orang lain tanpa hak, "Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengimpitnya degan tujuh lapis tanah (bumi)."
Dalam sistem kapitalis kehadiran investor lebih diistimewakan dibandingkan rakyat sendiri. Hal tersebut tidak akan tejadi dalam sistem Islam sebab jabatan adalah amanah dan seorang penguasa takut kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Terlebih ancaman bagi pelaku penguasa yang zholim tempatnya di neraka. Hendaknya pemimpin menggunakan jabatan untuk berbuat adil dan haram menzholimi rakyatnya. Sebagaimana firman Allah dalam surah An Nisa: 58 "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil." Wallahu A'lam.
Post a Comment