(Pendidik Generasi)
Berbagai fenomena yang terjadi setelah pemilu diiringi informasi yang miris dikalangan caleg dan tim suksesnya. Memang secara resmi komisi pemilihan umum (KPU) belum mengumumkan hasilnya namun dari hasil real count sementara sudah kelihatan. Walaupun belum final berapa jumlah perolehan mereka secara pasti. Namun ketika para caleg tidak mendapat dukungan dalam pemungutan suara mereka menarik kembali yang telah diberikan kepada masyarakat.
Warga Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jawa Timur dihebohkan dengan penarikan material paving oleh salah satu calon anggota legislatif (caleg). Diduga, paving tersebut diambil kembali karena caleg itu tidak mendapatkan dukungan suara dari masyarakat desa seperti yang dikehendaki. Dijelaskan, ada sejumlah titik yang ditarik kembali untuk dibongkar. Informasinya, ada tiga titik droping paving di tiga dusun yang sudah dieksekusi. "Benar, setahu saya di Dusun Panjen ada dua titik, itu sudah hilang," kata AS, warga setempat, Senin (19/2/2024). (Kompas.com, 29/2/2024)
Demi mendapatkan jabatan dan kekuasaan para caleg membeli suara rakyat dengan merogoh kocek dalam-dalam. Namun ketika caleg gagal tidak bisa menyembunyikan kekecewaan diantara yang mereka. Dimana mereka mengalami stress dan depresi yang tidak hanya satu dua orang saja jumlahnya. Peristiwa inipun sudah tidak mengherankan lagi karena sering muncul pasca pesta demokrasi
Sejumlah calon anggota legislatif Kota Depok, Jawa Barat (Jabar) mengalami stres dan depresi karena gagal terpilih dalam pemilihan calon legislatif (pileg) 2024. Hal itu diutarakan Seorang caleg Kota Depok Henry Mahawan, Rabu (21/2/2024). Henry mencatat enam caleg Kota Depok stres atau depresi. Enam caleg tersebut datangi dokter spesialis kejiwaan dan psikiater rumah sakit dalam kepentingan konsultasi tentang kejiwaan yang mereka alami."Ada 6 orang caleg Dapil Kecamatan Cimanggis stres atau depresi karena gagal terpilih dalam pileg 2024, " katanya. (Mediaindnesia.com, 1/3/2024)
Paska pemilu terdapat berbagai fenomena caleg gagal yang menggambarkan kondisi sekarang lemahnya metal. Mulai dari yang menderita stress, bahkan depresi hingga menarik kembali ‘pemberian’ pada masyarakat. Para caleg yang hanya siap menang dan tidak siap kalah sehingga mereka hancur dikarenakan kalah dalam pemilu.
Fenomena ini menggambarkan betapa jabatan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan mengingat keuntungan yang akan didapatkan. Dimana mereka rela ‘membeli suara’ rakyat dengan modal yang besar dengan pamrih mendapat suaranya. Hal ini membuktikan bahwa betapa model pemilu ini adalah pemilu yang berbiaya tinggi.
Pandangan yang salah mengenai jabatan telah menancap kuat yang di tengah-tengah masyarakat dikarenakan sekulerisme. Sekuler merupakan suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan termasuk dalam politik dan negara. Sehingga fenomena caleg gagal ini hanya kontestasi pada masyarakat yang aktivitasnya jauh dari aturan Allah.
Pada hakikatnya Islam memandang jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan kepada Allah. Sehingga siapapun yang ingin mencalonkan dirinya untuk memegang jabatan maka harus yakin terhadap dirinya sendiri bisa menjaga amanah. Maka bagi siapapun pemimpin yang tidak bisa memegang amanah balasannya yaitu neraka.
Di dalam Islam hukum yang digunakan dalam bernegara harus melaksanakan berdasarkan ketentuan dari Allah dan Rasulnya bukan keputusan dari kepentingan pribadi. Sebab orang bertakwa yang boleh menjadi pemimpin dan pelaksana urusan umat. Ini dikarenakan jabatan sejatinya merupakan memikul amanah yang berat.
Dalam syariat Islam telah menetapkan cara-cara yang ditempuh harus sesuai dengan hukum syara. Dimana, pemilu adalah uslub untuk mencari pemimpin atau majelis umah dengan mekanisme sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi dan penuh kejujuran, tanpa tipuan ataupun sekedar janji-janji. Para calon pun memiliki kepribadian Islam, dan hanya mengharap keridaan Allah semata bukan karena kekuasaan ataupun jabatan.
Wallahu a'lam bish shawaf
Post a Comment