Bullying : Potret Buram Generasi


Oleh : Ade Irma


Kasus perundungan (bullying) di Indonesia bukanlah hal baru. Maraknya bullying yang menyesakkan sering kita jumpai baik di media sosial atau dilingkungan sekitar. Salah satunya bullying remaja putri di Batam atau santri yang berujung pada kematian.


Perundungan (bullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Tindakan penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber. Dampak bullying menimbulkan trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan, atau stres, bunuh diri bahkan pembunuhan (Wikipedia).


Fenomena bullying mestinya menjadi alarm untuk semua kalangan, problem masif dalam dunia pendidikan yang menimpa bangsa ini bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berlandas sekularisme adalah sesuatu yang keliru. Peningkatan prestasi akademik siswa di sekolah tidak menjadi jaminan kemampuan mereka mengatasi masalah pribadi dan interaksi dengan lingkungan. Karena faktanya, para pelajar hanya pintar akademik tapi nol perkara akidah dan akhlak. Akibat penerapan sistem inilah lahir sikap individualistis dan apatis, gaya hidup hedonis berasas liberalisme dan sebagainya.


Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang seolah tak terkendali, yang memuat konten-konten kekerasan, mulai dari games hingga film yang mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Jadilah, generasi muda dihantam dengan paparan negatif dari berbagai lini kehidupan.


Tata kehidupan kapitalis-sekuler di bawah sistem demokrasi terbukti tidak mampu mengatasi fenomena bullying. Sebab acap kali memberi solusi pragmatis, tanpa menyentuh akar permasalahannya. Berbeda dengan sistem Islam yang memandang bahwa menjaga generasi muda bukan hanya tanggung jawab orang tua, akan tetapi masyarakat dan juga negara.


Dalam Islam bullying dilarang dan termasuk perbuatan tercela, sebagaimana Allah Swt berfirman:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11).


Bullying merupakan salah satu dari hasil penerapan sistem sekuler yaitu memisahkan agama dalam kehidupan. Maka butuh penanganan yang solutif dalam hal ini. Sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat adalah sebuah keniscayaan untuk mewujudkannya. 


Ketahanan keluarga adalah benteng utama bagi generasi, karena keluarga merupakan madrasah pertama dan arsitek karakter generasi. Membekalinya dengan akidah yang benar dan akhlak terpuji akan menangkis gempuran pengaruh negatif. Begitu pun masyarakat, memiliki kewajiban berdakwah amar makruf nahi mungkar dan sebagai kontrol sosial ditengah-tengah umat.


Penyelenggaraan sistem pendidikan oleh negara menentukan pembentukan karakter dan kepribadian generasi bangsa. Sistem Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam sehingga terbentuk SDM terdidik dengan pola berpikir dan pola sikap yang islami. Dalam hal sistem informasi, negara sebagai perisai dalam menyaring segala tayangan baik di media elektronik, media massa maupun media sosial yang merusak akidah dan akhlak umat.


Potret buram generasi saat ini akan hilang tatkala tata kelola kehidupan diatur dengan aturan sang pencipta yaitu Allah SWT. Dan Allah akan menurunkan rahmat bagi seluruh alam ketika Islam diterapkan.

Wallahu'alam bis ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post