Musim penghujan atau hujan yang Allah turunkan, pada hakikatnya adalah anugerah bagi kehidupan, bukan musibah. Namun akibat ulah tangan manusia itu sendiri hujan juga dapat mengakibatkan banjir yang melanda di berbagai wilayah. Maka di wilayah tertentu banjir seolah jadi langganan. Mengapa setiap musim penghujan datang banjir pun menyapa?
Kalaksa BPBD Kabupaten Probolinggo Oemar Sjarief mengatakan akibat banjir kemarin banyak fasilitas umum yang rusak tembok makam dan rumah warga Dringu Probolinggo jebol tersapu banjir. Untuk warga terdampak di Kecamatan Dringu totalnya 3.109 KK di 4 Desa. Yang mengungsi sekitar 40 orang dan kini mulai ada yang balik dan kini tersisa 25. (Detik jatim, 10-3-2024)
Banjir juga melanda 36 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Cirebon yang terjadi sejak Selasa (5/3/2024) malam hingga hari ini, berdasar data dari BPBD Cirebon. Akibatnya, setidaknya 20 ribu unit rumah terdampak banjir dan dua orang meninggal dunia. (Tirto id, 6-3-2024)
Tak luput di pulau seberang tepatnya di Padang, ingginya intensitas hujan menyebabkan empat daerah di Sumatera Barat dilanda banjir dan longsor, (Kompas, 7-3-2024) dan masih banyak daerah lainnya di Nusantara yang terdampak banjir pada musim penghujan ini.
Jika ditelisiik, musibah banjir disebabkan oleh neraca naiknya air permukaan. Neraca air ini ditentukan oleh empat faktor, pertama, air dari curah hujan. Kedua, air limbah dari wilayah sekitar. Ketiga air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air. Keempat, air buangan atau air yang dilimpahkan keluar.
Faktor pertama, merupakan takdir atau qadha dari Allah yang itu diluar kendali manusia, adapun faktor kedua sampai ke empat sangat etta kaitannya dengan aktivitas manusia atau kendali manusia, terlebih oleh pemangku kebijakan yakni penguasa dalam mengatur tata kelola lingkungan sehingga menyebabkan banjir.
Tentu banyak pertanyaan apakah karena kurangnya daerah resapan air, tidak adanya drainase atau saluran air yang luas untuk lalu lintas air, alih fungsi lahan yang semakin ganas, ataukah pemukiman yang terlalu padat? Jika semua pertanyaan tersebut bisa terjawab dan diberi solusi maka banjir berulang tak akan jadi ancaman.
Menelisik kebelakang, regulasi pemerintah terkait pengajuan sampai disahkannya Undang-undang Cipta Kerja yang cukup kontroversial dan RUU nya saja sudah dianggap bermasalah. Perkara utama terkait lingkungan terletak pada penyederhanaan dan penghapusan tehadap peraturan penting untuk perlindungan lingkungan. Lisensi dan izin usaha akan lebih mudah diberikan, sementara perlindungan bagi masyarakat secara umum dan masyarakat adat semakin tepinggirkan. Mengacu pada undang-undang tersebut, izin lingkungan akan dihapus, sementara analisis dampak lingkungan (AMDAL) akan “dilemahkan” atau dikurangi. Tanggung jawab ketat atas kebakaran hutan akan ditiadakan dan peraturan kepemilikan tanah pun akan menjadi lebih longgar. Partisipasi masyarakat juga semakin berkurang akan lingkungannya sendiri. (greenpeace org, 17/02/2024)
Proyek strategis nasional pun lahir akibat pengesahan UU tersebut. Tak peduli meski pasal-pasal lain di dalamnya pun didesain dengan sengaja untuk melemahkan upaya penegakan hukum dan justru memberi amnesti bagi perusahaan yang melanggar hukum. Akhirnya kerusakan lingkungan berkaitan erat dengan praktik korupsi karena hubungan yang kuat antara elit politik dengan perusahaan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan kelestarian dan keamanan lingkungan.
Fakta ini merupakan karakter pembangunan dalam sistem kapitalisme sekuler yang hanya menguntungkan para pemilik modal, bukan menguntungkan rakyatnya. Sistem kapitalisme dibangun atas asas keuntungan materi dan mengabaikan dampak terhadap lingkungan. Negara dalam sistem kapitalisme sekuler hanya sebagai regulator bagi korporat, bukan sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Inilah fasad akibat pembangunan kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam dan hanya memperturutkan hawa nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya.
Fasad ini telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sebagai seorang muslim tentu kita beraktivitas sesuai dengan hukum syara' didalam islam. Islam juga memiliki mekanisme pengaturan kepemilikan lahan termasuk alih fungsi lahan, sehingga pengelolaannya tepat, membawa manfaat dan tak berdampak mendatangkan bencana kepada rakyat. Bahkan tentang perampasan tanah, Nabi saw. telah mengancam para pelakunya dengan siksaan yang keras. Beliau bersabda, “Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya”. (HR. Muttafaq’alayh) (muslimahnews net, 17/02/2024)
Pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah, Khalifah Al-Mansur memulai masa pemerintahannya dengan membangun ibukota baru yang bernama Baghdad. Pembangunan yang dimulai tahun 762 M itu selesai pada tahun 765 M. Keistimewaan kota Baghdad adalah keberadaan sebuah cincin dinding yang melingkar sempurna, dengan diameter 1,6 km, tinggi 29,8 m, dan tebal 44 m. Dengan bentuk semacam itu, maka muncul sebutan Kota Budar. Dalam waktu 20 tahun, Baghdad menjadi kota tersibuk dan terbesar di dunia Islam. Air mengalir dari sungai Eufrat dan Tigris melalui jaringan saluran air. Pasar-pasar selalu ramai dengan kehadiran pedagang dari seluruh penjuru dunia. (republika,17-02-2024)
Pembangunan dalam Islam dilakukan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat dan mempermudah kehidupan umat dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Tentu saja syariat islam ini tidak bisa ditegakkan tanpa adanya sebuah institusi islam yang khas yakni bernama Khilafah. Khilafah yang mampu memberikan solusi tuntas dalam memecahkan problematika kehidupan manusia, seperti halnya musibah banjir ini. Wallahualam
Post a Comment