Aktivis Dakwah Kampus, Alumni S1 Universitas Airlangga
Saat ini, kita ditengah penghujung bulan Ramadhan dan lebaran tinggal sebentar lagi. Dalam menjelang Idil Fitri 2024, nyatanya impor barang-barang konsumsi melonjak tinggi. Kenaikannya terjadi baik secara bulanan atau month to month (mtm) maupun tahunan atau year on year (yoy). Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa nilai impor barang konsumsi per Februari 2024 sebesar US$ 1,86 miliar atau naik 5,11% dibanding Januari 2023. Sedangkan dibanding Februari 2024 yang senilai US$ 1,36 miliar naik 36,49%. Untuk barang konsumsi yang berupa komoditas pangan, juga mengalami peningkatan pesat. Di antaranya beras naik 93% secara volume dan secara nilai naik 148,63% khusus periode Januari-Februari 2024. Lalu, bawang putih naik 374,20% secara volume, dan naik 357,01% secara harga. (Cnbcindonesia.com, 15/03/2024)
Hari kemenangan di bulan ramadahn atau biasanya disebut lebaran terjadi setiap tahun oleh kaum muslimin. Seharusnya peningkatan kebutuhan menjelang lebaran seharusnya sudah bisa diprediksi dan diantisipasi agar tetap terwujud ketahanan pangan dan kedaulatan pangan di negeri ini. Bukan justru impor besar-besaran dilakukan menjelang lebaran. Ketergantungan pada impor sejatinya mengancam kedaulatan negara dan menjadi bukti bahwa negeri ini gagal dalam mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, hal ini terjadi karena peran negara dalam sistem ekonomi kapitalisme hanya sebatas regulator, bukan pengurus rakyat. Negara hanya menjadi penyambung kepentingan korporasi terhadap rakyat, begitu pun sebaliknya.
Rakyat membutuhkan sejumlah kebutuhan hidup, sedangkan pengusaha/korporasi menyediakan fasilitas hidup rakyat. Maka, sudah seharusnya negara mencari solusi agar menjadi negara mandiri. Hanya saja, sistem kapitalisme yang diterapkan justru hanya menghalangi terwujudnya negara mandiri.
Tata kelola negara yang bercorak kapitalistik mustahil mewujudkan swasembada pangan. Kepentingan pengusaha telah menjadi fokus utama dalam kerja para penguasanya. Inilah yang menjadikan kebijakan impor terus saja diambil walaupun dapat mencederai kedaulatan pangan negara.
Islam mewajibkan negara berdaulat dan mandiri di seluruh aspek kehidupan termasuk dalam masalah pangan. Berbagai upaya akan dilakukan negara secara maksimal, termasuk dalam membangun infrastruktur berkualitas, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dan peternakan , juga dalam berinovasi meningkatkan teknologi tepat guna dan berkemampuan tinggi.
Sistem kehidupan Islam mewajibkan negara mewujudkan kesejahteraan, termasuk memberikan subsidi pada rakyat yang membutuhkan termasuk petani dan peternak yang kurang modal atau tidak memiliki modal.
Jaminan kesejahteraan dalam islam adalah per individu dalam masyarakat bukan di ukur dengan standar rata-rata. Negara yang menerapkan sistem kehidupan Islam mampu mensupport rakyatnya karena memiliki sumber dana yang banyak dan beragam serta terjamin keamanannya. Yang mana sumber kekayaan dan pemasukan Negara adalah dari sumber daya alam kepemilikan umum.
Post a Comment