Tergerusnya Naluri Seorang Ibu, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

 


Oleh Rahmi Nur Fadhilah

Aktivis Muslimah


Allah menganugerahkan wanita sebagai makhluk yang secara alamiah penuh dengan kasih dan sayang. Wanita memiliki peran penting dalam menciptakan ikatan emosional sebuah keluarga, dalam hal ini sebagai ibu yang menjadi fondasi lahirnya suatu generasi yang gemilang.


Secara struktural fungsional ibu memiliki kiprah yang lebih dominan dalam urusan rumah tangga seperti pendidikan dan pengasuhan anak. Tidak heran jika kelekatan antara ibu dan anak cenderung kuat. Betapa menyesakkan ketika seorang ibu yang fitrah keibuannya tergerus oleh keadaan. Tak sedikit kabar dari portal berita daring,  menginformasikan hilangnya fungsi cinta kasih dalam keluarga. 


Seperti pada laman kumparan (24/1/2024) memberitakan mengenai seorang ibu yang telah tega membunuh bayinya karena faktor ekonomi. Seorang ibu di Tangerang yang menganiaya anaknya diduga karena keadaan ekonomi. Sedangkan berdasarkan data tertulis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kekerasan pada anak ditahun 2020 didominasi oleh ibu. Selain itu, pada tahun 2021 terdapat sebanyak 175 kasus pelaporan mengenai anak yang menjadi korban perlakuan salah dan penelantaran.(media online Tribunnews, 21/11/2023)


Keluarga yang seharusnya memiliki fungsi ekonomi menjadi tempat yang baik dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga di dalamnya, membagi tugas dan peranan setiap keluarga, nyatanya tak seperti yang diharapkan. Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuan pada diri seorang wanita.


Bagaimana sebuah keluarga akan memiliki ketahanan yang kokoh apabila selalu dibayang-bayangi dengan kesulitan ekonomi yang diciptakan secara struktural? Meskipun rendahkannya keimanan, kondisi kesehatan mental, dukungan lingkungan sekitar turut memengaruhi keputusan seorang ibu untuk menikam nalurinya. Negara yang seharusnya memberikan jaminan kesejahteraan turut berdosa karena membiarkan rakyatnya menanggung beban atas efek domino dari sistem dan aturan yang ada.


Tidak sedikit para ibu yang terpaksa turut mengais rezeki, menghabiskan waktu sebagai buruh kasar yang hanya diupah seadanya. Keadaan ekonomi keluarga tidak hanya menggerus naluriah, tetapi menempatkan ibu sebagai penopang peran ganda dalam keluarga. 


Solusi-solusi yang ditawarkan kebanyakan hanya sekadar penguatan dari sisi individu saja. Solusi semu yang tidak menyelesaikan inti permasalahan hingga akarnya. Belum lagi masih banyak permasalahan lain seperti tidak terpenuhinya hak pekerja wanita yang seharusnya dijamin. 


Bukan sesuatu yang keliru apabila wanita bereksistensi untuk mengembangkan keahlian dan memanfaatkannya untuk umat. Namun, tidak semestinya wanita harus menanggung beban ganda karena dipaksa keadaan dan dilabeli sebagai tenaga kerja yang tidak produktif dalam negara kapitalis. Keadaan yang memilukan ini berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan oleh negara. Inilah gambaran nyata kehidupan di sistem kapitalisme. 


Berbeda dengan sistem Islam. Islam menjamin kesejahteraan keluarga, utamanya kesejahteraan ibu dan anak. Negara bertanggung jawab atas terpenuhinya seluruh kebutuhan primer setiap individu serta menjamin bahwasanya setiap orang dapat menjalani kehidupan yang layak.


Negara juga berperan sebagai pelindung masyarakat, menjamin terpenuhinya hak-hak setiap individu untuk menjalankan peran dan fungsinya. Menyediakan lapangan pekerjaan agar para kepala keluarga dapat memenuhi perannya sebagai pencari nafkah sehingga ibu tidak lagi terbebani dengan upaya pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya. 


Apabila ayah tidak mampu memenuhi nafkah untuk keluarga maka beban ekonomi itu tidak semerta-merta menjadi tanggungan seorang ibu. Islam mengatur kerabat laki-laki sebagai pihak yang membantu pemenuhan itu. Kebutuhan nafkah anak ditanggung oleh pihak keluarga ayahnya dan kebutuhan nafkah bagi ibu ditanggung oleh pihak keluarga ibu. Sehingga tidak ada keadaan yang memaksa dan mewajibkan perempuan untuk bekerja menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.


Negara Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan, suatu sistem yang dapat mengelola kepemilikan harta serta memastikan ketersediaan dana untuk dapat mencegah terjadinya kesenjangan sosial. Kepengelolaan harta tersebut dapat menjamin setiap individu yang tidak mampu memenuhi sandang, pangan dan papannya melalui santunan negara. Maka, suatu keniscayaan bila tidak akan adanya lagi wanita yang terpaksa menggerus naluri keibuannya dan menerima peran ganda, sebab negara sudah menjamin kehidupannya.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post