Oleh Nuni Toid
Pegiat Dakwah
Miris rasanya melihat keadaan generasi saat ini. Bagaimana tidak, tawuran, kenakalan, kekerasan, hingga pembunuhan, semakin marak terjadi. Seperti yang belum lama ini dilakukan oleh seorang remaja kelas tiga SMK berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga yang berjumlah 5 orang di Desa Babulu Laut, Kec Babulu, Kalimantan Timur.
AKBP Supriyanto selaku Kapolres Penajam Paser Utara (PPU) menduga bahwa motif dari pembunuhan sadis ini adalah karena persoalan asmara juga dendam kepada korban, yang notabene merupakan tetangganya sendiri. Kedua keluarga juga sempat terlibat cekcok. Pelaku saat itu dalam kondisi mabuk setelah pesta minuman keras bersama kawan-kawannya. Kemudian sekitar jam 23.00 WITA ia diantar pulang oleh temannya. Entah setan apa yang merasukinya, pelaku kemudian membawa senjata tajam berupa parang, menuju ke rumah korban dan melancarkan aksinya. Tidak puas dengan membunuh, ia juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya SW. Setelah selesai melakukan perbuatan biadabnya, ia mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp363.000. (media online republika, 8/2/2024)
Permasalahan anak berkonflik makin memprihatinkan. Berdasarkan fakta dari Dirjen pemasyarakatan Kemenkumham, tendensi kenaikan kasus telah terjadi selama 2020-2023. Dari 2000 kasus, 1.467 diantaranya merupakan tahanan dan masih menjalani proses peradilan. Adapun 526 lainnya sebagai narapidana. Sedangkan pada tahun 2020 dan 2021, jumlah pelaku kriminal hanya 1.700 kemudian naik menjadi 1.800 di tahun berikutnya.
Tren kenaikan angka kriminal pelajar membuktikan bahwa remaja saat ini berada dalam kondisi minim akhlak dan moral. Ketika suatu kejahatan berulang dan semakin meningkat, solusinya tidak cukup dengan perbaikan pola didik anak dalam keluarga saja, melainkan harus diselesaikan dari akarnya.
Begitulah bila pendidikan di negeri ini masih berasaskan kapitalisme sekular. Dimana sistem tersebut menitikberatkan pada kesenangan dunia akibat menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Berdampak pada lahirnya generasi rapuh, pragmatis, arogan, kasar, beringas yang jauh dari ketaatan.
Ada tiga pilar yang menopang keberhasilan pendidikan generasi. Yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Ketiganya haruslah bersinergi, saling menguatkan dan saling menyempurnakan.
Peran keluarga sangatlah penting dalam membentuk pribadi anggota keluarganya. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak ditambah dengan kesalahan dalam pola asuhnya akan melahirkan generasi yang jauh dari pemahaman agama. Negara sekuler justru mendorong para ibu atau calon ibu untuk sibuk bekerja. Selain itu masih banyak pola asuh keluarga mengarahkan hanya kepada keberhasilan materi bagi anak-anaknya, disebabkan pemahaman agama yang dimilikinya minim.
Kehadiran masyarakat pun sangat diperlukan untuk melakukan kontrol dan pengawasan, agar proses pembentukan karakter generasi tidak terhambat oleh pengaruh buruk lingkungan. Sayangnya, dalam sebuah sistem sekuler, masyarakat cenderung bersikap tidak peduli, tak acuh dan menganggap normal semua tingkah laku yang justru semakin menjauhkan dari aturan agama. Seperti hedonis, pacaran, pergaulan bebas dan lain sebagainya.
Hadirnya negara sebagai penjaga dan pelindung seluruh warga negaranya termasuk para remajanya mutlak sangat dibutuhkan. Namun sayang, yang merebak di tengah masyarakat adalah ide kebebasan bukan ketaatan. Begitupun kurikulum pendidikan yang asasnya sekular tidak akan mampu mencetak generasi yang cerdas, taat, dan bermoral.
Negara seharusnya tidak membiarkan konten-konten yang tidak mendidik seperti adegan porno dan kekerasan, bertebaran mudah diakses oleh siapapun. Sehingga para remaja sangat mudah terinspirasi dan menirunya. Yang tidak kalah penting agar akal para remaja sehat, semestinya negara tidak mengijinkan adanya pabrik miras, yang terbukti sudah banyak terjadi tindak kejahatan di bawah pengaruh alkohol.
Sementara itu, adanya Undang-Undang di negeri ini, nyatanya belum bisa mengatasi tindakan kriminal. Walaupun peraturan itu dibuat untuk mencegah kejahatan, faktanya tetap saja tidak mampu memberi efek jera. Bahkan ketika pelakunya masih di bawah umur, maka hukum akan diberlakukan lebih ringan bahkan bisa terbebas dari jerat pidana.
Berbeda dengan kapitalis, Islam sebagai agama yang sempurna dengan seperangkat aturannya terbukti telah mampu melahirkan generasi-generasi berakhlak mulia, cerdas, dan berkualitas.
Dalam sistem Islam, akidah Islam wajib menjadi basis di keluarga, masyarakat, maupun kurikulum pendidikannya. Sehingga antara keluarga, masyarakat, maupun negara bersinergi membentuk generasi taat berkualitas secara serius. Para orang tua bertanggung jawab menanamkan akidah Islam di keluarga. Sementara masyarakat dibangun budaya amar makruf nahyi munkar, untuk mengontrol dan meminimalisir tindak kejahatan.
Negara yang memiliki peran sentral wajib menerapkan aturan Islam dalam segala aspek kehidupan. Pun dalam sistem pendidikannya harus berdasarkan akidah yang sahih. Dengan demikian akan terwujud generasi-generasi yang taat dalam keimanan serta menguasai ilmu pengetahuan dan ahli dalam sains.
Dalam sistem Islam, untuk menjaga keamanan bagi warganya agar tidak terpengaruh pemahaman yang rusak dan menyesatkan, negara akan menyaring atau memblokir setiap media yang tidak mengandung nilai edukasi. Seperti melarang konten yang berbau pornografi, mengumbar aurat dan lain sebagainya. Negara pun tidak membiarkan beredarnya minuman keras, karena agama mengharamkannya. Jika ada warga negara melanggar segala ketentuan Undang-Undang yang disusun berdasarkan syariat, maka negara akan menindak dengan tegas sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Demikianlah cara Islam membentuk generasi bertakwa dan tangguh. Maka untuk menyelamatkan generasi atau remaja, tidak ada jalan lain kecuali negara menerapkan sistem Islam saja. Agar tidak ada lagi gambaran kelam yang menimpa para generasi. Allah Swt. berfirman dalam surat an-Nisa ayat 9 yang artinya:
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya). Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
Wallahualam bissawab
Post a Comment