Politisasi Naiknya Gaji ASN dI Tahun Pemilu

 


Oleh Muryani

Pegiat Literasi dan Aktivis Dakwah


Berita yang masih hangat belakangan ini adalah tentang kebijakan kenaikan gaji ASN di mana sekarang adalah tahunnya politik. Kebijakan yang di lakukan kemungkinan besar syarat dengan kepentingan, hal demikian terjadi tidak hanya di era sekarang melainkan setiap menjelang akhir jabatan kepala negara. Pemimpin pada saat itu akan menggunakan birokrasi untuk melangengkan kekuasaannya.


Pemerintah telah menandatangani peraturan tentang kenaikan gaji PNS Pegawai Pemerintah dengan Kerja (PPPK),TNI serta Polri sebesar 8%. Ketentuan itu terdapat dalam Peraturan Presiden No 10 tahu 2024 tentang penyesuaian gaji pokok pegawai Negri Sipil menurut Peraturan Pemerintan Nomer 15 Tahun 2019 tentang perubahan ke 18 Peraturan Pemerintah Nomer 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan gaji pokok PMS.


Sejumlah pegawai politikpun meyakininya sebagai bagian dari strategi untuk mendapatkan suara bagi pasangan capres dan cawapres tertentu. Tidak dapat dipungkiri bahwa dari kalangan ASN mempunyai potensi menambah angka hingga 4,28 juta suara. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi mereka untuk dapat semakin melejitkan jarak kemenangan terhadap paslon lainnya. Kendati demikian, Kepala Biro Data, Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kemenpan RB, Mohammad Averrounce menepis tudingan tersebut, menurutnya kenaikan gaji tersebut diberikan untuk meningkatkan kinerja para ASN (BBC Indonesia 1-2-2024).


Sebenarnya kebijakan menaikkan gaji ASN demi untuk mendapatkan suara lebih banyak di pemilu adalah bukanlah hal baru melainkan itu sudah berlangsung sejak era Orde Baru. Pada saat itu birokrasi menjadi salah satu alat untuk keberlangsungan kekuasaan Presiden. Bahkan, setiap menjelang akhir masa jabatan Kepala Negara tidaklah heran apabila para penguasa ingin memanjakan para ASN  dengan menaikkan gaji mereka.


Tidak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa kenaikan gaji tidak akan berpengaruh pada pilihan mereka pada saat pencoblosan nanti,  namun demikian kenyataan di lapangan sangat memungkinkan untuk bertolak belakang. Peluang dari kalangan ASN untuk di gerakan salah satu paslon sangatlah mudah.Tidak hanya itu saja kebijakan ini juga bisa di bilang sejalan dengan program bansos yang belakangan ini sangatlah luar biasa, bisa di bilang jor-joran. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa anggaran bansos naik begitu signifikan yaitu 20.5 Triliun menjadi 493.5 Triliun pada tahun 2024.


Meskipun naik 8% tetapi sejumlah ASN mengatakan bahwa kenaikan itu tidak begitu berpengaruh, pasalnya selama kurun waktu 5 tahun terakhir tidak ada kenaikan sama sekali.


Kemendagri mencatat ada 400 ribu ASN baik PNS, dan Pegawai Pemerintah dan Perjanjian Kerja (PPPK) masuk dalam kategori penghasilan rendah (MBR). Mengenai hal tersebut Sekjen Kemendagri Suharjo Diantoro menyebutkan bahwa mereka termasuk masyarakat yang mempunyai daya beli rendah. Beliau menyebutkan ASN golongan II dengan gaji 7 juta maka berhak menerima bansos dan zakat.


Dari data BPS menunjukkan bahwa nilai garis kemiskinan yang didasarkan pada pengeluaran minimum pada september 2022 meningkat di bandingkan maret 2022 yang semula Rp505,469 menjadi Rp535,547 perkapita perbulan . Itu berarti bahwa pengeluaran masyarakat kurang  Rp17,851 perhari termasuk dalam kategori miskin yang berarti bahwa Warga Negara Indonesia yang mempunyai penghasilan di bawah Rp535,547 perkapita termasuk dalam kategori tidak mampu. 


Sebab lain kenaikan gaji ASN adalah adanya budaya balas dudi atau kurang lebih apabila seseorang memberikan sesuatu harus ada balasan . Inilah yang kemudian menjadikan salah satu pangkal untuk tumbuh suburnya praktik korupsi di Tanah Air. Mengingat angka korupsi yang terjadi dari tahun ke tahun semakin merajalela bukannya berkurang justru semakin banyak, yang paling miris adalah justru dari kalangan ASN sudah menjadi rahasia umum sebagai lingkungan yang paling subur dalam praktik korupsi. Diperaparah dengand hilangnya sikap kritis dikalangan masyarakat terhadap para pelaku dari kaum elit yang menyalah gunakan kekuasaan membuat mereka semakin leluasa.


Kapitalis juga menganggap bahwa gaji pegawai sebagai bagian dari faktor produksi terkadang seorang pegawai yang mempunyai gaji rendah tetapi dengan pekarjaan yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi atau memerlukan tenaga yang banyak karena sejatinya kapitalis adalah sistem yang mempunyai fokus pada kegiatan produksi sehingga segala sesuatu kebijakan yang diambil haruslah berdasarkan manfaat meskipun cara yang ditempuh adalah cara yang salah termasuk kenaikan  gaji pegawai pemerintah tentu tidak jauh dari kata manfaat.


Bagaimana dengan Islam


Dikutip dari buku Politik Ekonomi Islam karya Syehk Abdurrahman Maliki bahwa ajir (pekerja) adalah setiap orang yang bekerja dengan mendapatkan gaji baik itu dari pengontrak kerja (musta'jir) itu individu, jemaah atau negara.  ASN adalah termasuk dalam kategori pekerja bagi negara, maka gaji atau upah bagi pekerja tersebut diperoleh ketika dirinya telah mengerahkan tenaganya untuk ditukar, maka dari itu yang menentukan upah pekerja seharusnya berdasarkan nilai manfaat  (jasa) pada tenaga yang diusahakannya karena manfaat yang menjadi tempat pertukaran sedangkan tenaga dicurahkan hanya untuk mendapatkan manfaat.


Oleh Karena itu upah seorang pekarja (ajir) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengontrak kerja (musta'jir) dan juga pada pekerja dengan besaran upah yang disebutkan sehingga keduanya terikat dengan upah tersebut .jika keduanya tidak sepakat atas suatu besaran upah maka besaran upah tersebut ditentukan menurut para ahli di pasar umum/bursa terhadapa manfaat kerja tersebut. Seperti sabda Rasulullah, "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka. janganlah ia mempekerjakan seorang ajir (pekerja) sampai ia memberitahukan upahnya (HR An Nasa'i). Oleh karena itu hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh maka setiap dari akar permasalahan dapat diselesaikan tanpa ada yang merasa dirugikan.


Wallahualam bissawab


Post a Comment

Previous Post Next Post