Penatalaksanaan Kasus DBD dalam Pandangan Sistem Islam




Oleh Siti Aisah, S.Pd.

Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang


Kasus demam berdarah atau biasa disebut DBD di negeri ini seakan tidak kunjung usai. Di daerah Jawa Barat khususnya di Kabupaten Subang serangan penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini sungguh mengkhawatirkan. Dilansir dari media online Penanews.net (08/02/2024), Tercatat di awal Februari 2024 setidaknya ada 374 kasus dan sebanyak 3 kasus berakhir dengan kematian. Kejadian ini pun ditetapkan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) oleh Pemkab Subang. Adapun jumlah kecamatan penyumbang kasus DBD terbesar di Kabupaten Subang diantaranya Kecamatan Pagaden barat 56 kasus, Jalancagak 53 kasus, Cipunagara 40 Kasus, Kasomalang 39 kasus, Ciater 25 Kasus, Cisalak 22 kasus dan Kecamatan Subang 20 kasus, sementara kecamatan lainnya di Subang jumlah kasusnya tercatat dibawah 20 kasus.


“Dengan banyaknya kasus DBD selama sebulan terakhir ini yang jumlahnya mencapai ratusan, Subang Ini masuk dalam posisi atau status kejadian luar biasa penyakit demam berdarah,” ujar Kadinkes Subang, dr. Maxi, Rabu (7/2/2024).


Seolah tidak pernah usai kasus demam berdarah dengue DBD adalah salah satu permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat terlebih dengan angka kematian yang tidak sedikit. DBD ini termasuk penyakit berbahaya yang hingga saat ini belum ditemukan penawarnya penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aides aigepty yang berkembang biak di tempat yang tergenang atau di penampungan air yang biasa dipergunakan sehari-hari seperti bak mandi atau tempayan. Penyakit ini biasanya terjadi pada musim hujan saat perubahan musim.


Perlu diketahui mekanisme penularan DBD ini. Pemerintah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ini dengan cara pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD atau Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan KLB serta penatalaksanaan kasus. Selanjutnya dibutuhkan pula lingkungan yang bersih serta perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS oleh lapisan masyarakat.


Langkah yang dibutuhkan adalah dukungan masyarakat dan negara yang menjamin kesehatan dan kesadaran keselamatan setiap individu. Sayangnya aturan yang diterapkan saat ini adalah kebijakan atau sistem sekuler kapitalis yang mana negara tidak menjamin kesehatan bagi rakyat. Hal ini dibuktikan dari adanya komersialisasi bidang kesehatan yang menjadi beban rakyat.


Memahami mekanisme pengaturan BPJS, tidak bisa disebut sebagai jaminan kesehatan. Hal ini karena rakyat dibebankan membayar premi setiap bulan dan pelayanannya pun didapat dengan berbagai prosedur. Dengan demikian, jika orang yang sakit saja jaminan kesehatan tidak tertangani apalagi jaminan terhadap terwujudnya ruang hidup kondusif. Hal ini tentunya untuk peningkatan kesehatan setiap rakyat.


Upaya sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh negara seperti mengkampanyekan 3M (menguras, menutup dan mengubur), lalu pemberian bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk dan alternatif pelaksanaan fogging di berbagai tempat yang terindikasi bisa menjadi perkembangbiakan nyamuk. Selanjutnya pemerintah pun menginstruksikan kepada jajaran Puskesmas untuk melakukan rapid test DBD untuk pendeteksian dini pasien khusus anak-anak atau balita yang mengalami gejala demam tinggi. Sehingga bisa terdeteksi secara dini dan ditangani dengan cepat yang tidak memerlukan waktu 3 hari ketika di tes laboratorium.


Penatalaksanaan sistem Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah jaminan. Negara akan mengadakan layanan kesehatan, sarana dan prasarana pendukung dengan visi melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya-miskin, penduduk kota dan desa, semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama. 


Negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Negara tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh mengkomersilkan hak publik sekalipun ia orang yang mampu membayar. Hal ini karena Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah ï·º bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari).


Tinta emas menulis Sirah Rasulullah ï·º dan para Khalifah yang telah melaksanakan sendiri layanan kesehatan. Nabi ï·º (sebagai kepala Negara Madinah) pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi ï·º mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis, dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).


Lalu kisah dari Anas radhiyallahu anhu menuturkan bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah ï·º selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).


Selain itu, kisah Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu yang pernah memanggil dokter untuk mengobati Aslam secara gratis (HR al-Hakim).


Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan wajib dilakukan negara dan bukan yang lain. Negara harus mandiri dan tidak bersandar maupun bekerjasama dengan pihak lain (swasta).


Pada masa penerapan Islam sebagai aturan kehidupan bernegara, hampir setiap daerah terdapat tenaga medis yang mumpuni. Negara tentu sangat memperhatikan penempatan tenaga ahli kesehatan di setiap daerah. Islam tidak membatasi kebolehan pasien menginap selama sakitnya belum sembuh tanpa dipungut biaya apapun.


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post