PANTASKAH SEORANG YANG MENGAKU MUSLIM MERAGUKAN KHILAFAH?

 


Oleh: Rokayah (Pengemban Dakwah Islam Kaffah)

Mengutip Berita Satu (12/1/2024), Akademisi dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf, mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk tetap mewaspadai narasi-narasi kebangkitan Khilafah. Menurutnya, narasi-narasi tersebut berpotensi untuk mendapatkan momentum pada 2024 yang bertepatan dengan 100 tahun runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Iqbal juga menyatakan bahwa narasi kebangkitan khilafah sejauh ini masih terbatas pada ranah gagasan atau teoritis. Terkait hubungan narasi tersebut dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Iqbal memprediksi kemungkinan narasi tersebut tidak akan banyak digunakan oleh para politikus untuk kepentingan elektoral mereka. Beliau menyampaikan bahwa potensi ancaman dari ideologi transnasional itu (Khilafah) akan selalu ada. Gagasan Khilafah yang ditawarkan menjadi semacam panacea atau obat segala penyakit dan mampu menyembuhkan kekecewaan, ketidakadilan, dan emosi negatif lainnya, menurutnya jelas itu menggiurkan bagi beberapa masyarakat. Menyikapi pernyataan tersebut, ada beberapa yang perlu kita luruskan tentang Khilafah agar di kalangan masyarakat sendiri tidak salah dalam memahami Khilafah.

Apa arti dari Khilafah itu sebenarnya?

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syara' (Islam) dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Khilafah di sebut juga Imamah. Imamah dan Khilafah memiliki arti yang sama. Hadis-hadis shahih telah menyebutkan dua kata ini dengan arti yang sama. Salah satu dari keduanya tidak disebutkan dengan arti yang berbeda dari yang lain dalam Nash syar'i manapun, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Sunnah, sebab hanya keduanya inilah nash-nash syar'i. Dalam hal ini tidak harus terikat pada lafadz tersebut (imamah atau khilafah), karena yang penting adalah kandungan maksud (madlul)-nya (Taqiyuddin an-Nabhani dalam Kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah).

Mengangkat seorang Khalifah itu wajib atas semua kaum Muslim di seluruh dunia. Melaksanakan pengangkatan Khalifah sebagaimana pelaksanaan kewajiban-kewajiban lain yang telah ditetapkan Allah atas kaum muslim adalah suatu keharusan yang tidak ada pilihan lain dan tidak ada tawar menawar di dalamnya. Kelalaian dalam melaksanakan hal ini termasuk sebesar-besar maksiat, di mana Allah akan mengazab dengan azab yang sangat pedih.

Dalil wajibnya mengangkat Khalifah atas semua kaum muslim adalah Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma Sahabat. Adapun dalil dalam Al-Qur'an adalah bahwa Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah saw. untuk memutuskan perkara di antara kaum muslim dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah. Perintah-Nya terhadap Rasul adalah dengan bentuk yang tegas. Allah SWT berfirman kepada Rasulullah saw. : "Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, dan janganlah  kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (TQS. Al-Ma'idah (5):48). Khith'ab (seruan) kepada Rasulullah adalah khith'ab kepada umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan bagi beliau dan disini dalil pengkhususan tersebut tidak ada. Sehingga, khith'ab ini adalah khith'ab kepada kaum Muslim untuk menegakkan hukum dan kekuasaan.

Selain itu Allah SWT telah mewajibkan kepada kaum muslim untuk menegakkan hukum dan kekuasaan. Allah Swt telah mewajibkan kaum muslim untuk menaati ulil amri yaitu penguasa. Hal ini menunjukkan wajibnya keberadaan ulil amri bagi kaum Muslim, Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian. (TQS.An-Nisa (4):59). Allah tidak akan menyuruh untuk mentaati seseorang yang tidak ada. Sehingga hal ini menunjukkan harusnya mewujudkan ulil amri. Arti "mewujudkan" disini hukumnya bukan sunnah atau wajib. Di saat Allah Swt menyuruh untuk mentaati ulil amri, maka dia telah menyuruh untuk mewujudkannya.

Dengan pembahasan tersebut, Khilafah sebagai ajaran Islam tidak perlu lagi dipersoalkan, apalagi mencari-cari narasi negatif untuk menegasikannya. Bahkan, para ulama menyatakan Khilafah adalah mahkota kewajiban, induk dari penerapan hukum Islam secara totalitas. Tanpa Khilafah, hukum-hukum Islam tidak bisa terterapkan secara sempurna dan menyeluruh. Lantas, di mana letak teoritisnya ketika sistem Khilafah ada dalam syariat dan pernah diterapkan selama 13 abad lamanya?

Khilafah yang notabene merupakan ajaran Islam, tapi mengapa para pembenci dan musuh Islam selalu mencari-cari kesalahan tentang Khilafah untuk menghilangkan legitimasinya Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam. Namun, kenapa terhadap kapitalisme demokrasi yang jelas-jelas lahir dari pemikiran kufur Barat, mereka mencari-cari pembenaran, bahkan mengutak-atik dalil untuk pembenaran seolah-olah kapitalisme demokrasi tidak bertentangan dengan Islam?

Sungguh sangat miris! Tatkala seseorang yang mengaku muslim, tetapi lisannya begitu mudah menyebut narasi kebangkitan Khilafah sebagai ancaman yang harus diwaspadai. Apakah mereka yang menolak Khilafah tidak rela jika Islam bangkit dan kembali memimpin peradaban dunia? Sedangkan kerusakan sistem kapitalisme sudah tampak telanjang, tidak dicari-cari kesalahannya pun sistem bobrok ini sudah menunjukkan kecacatan dan kezalimannya.

Jika kita mau belajar sejarah, kita akan mendapati bahwa satu-satunya sistem dan ideologi yang mampu merangkul dan mengurusi urusan masyarakat tanpa melihat status, jabatan, ras, dan golongan justru adalah sistem Islam kaffah dalam Institusi Khilafah. Oleh karena itu, Khilafah tidak boleh dianggap sebagai ancaman. Jika memang perlu untuk adu gagasan, bandingkanlah kehidupan masyarakat ketika diatur oleh Islam dengan masyarakat yang jauh dari Islam.

 

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post