Kenaikan harga pangan menjelang Ramadhan sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan, ini terjadi berulang kali. Artinya ini suatu fenomena yang sudah biasa dan dianggap lumrah bagi rakyat.
Ramadhan 2024 kali ini diawali dengan kenaikan harga bahan pokok yaitu beras, diikuti dengan harga telur yang mulai merangkak naik. Untuk harga beras premium berada di harga Rp 15.000, sementara medium Rp 13.000 per kilogramnya. Adapun, telur ayam berada pada harga Rp 25.000 per kilogram.
“Kenaikan harga beras mencapai Rp 2.000 dan Rp 3.000 untuk telur ayam,” ungkap Herman (39) salah satu pedagang Pasar Lemabang Kecamatan Ilir Timur 2 Palembang (Jpnncom, 6 februari 2024).
Herman juga mengatakan kenaikan harga telur juga disebabkan sulitnya mendapatkan pakan ternak, yaitu jagung sehingga harga menjadi tinggi. Ia mengatakan bahwa Pemerintah harus segera mencari solusi, sehingga bisa menekan harga penjualan.
Kenaikan harga pangan ini bisa juga disebabkan oleh El Nino, yaitu fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudera Pasifik Tengah dan Timur yang menjadi lebih hangat dari biasanya. Dampak yang terjadi di Indonesia adalah banjir yang mengakibatkan gagal panen pada sektor pertanian.
Kasus gagal panen yang disebabkan El Nino bukanlah hal yang baru. Indonesia pernah mengalaminya, di antaranya tahun 1962, 1963, 1972, 1973, 1982, 1983, 1997, 1998, 2015, 2016 (disdik.purwakartakab.goid, 12 Oktober 2023)
Ketika harga bahan pokok naik bisa dipastikan akan diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya. Tetapi di sisi lain, Pejabat (Pj) Wali Kota Palembang, Ratu Dewa saat melakukan monitoring harga sembako di pasar tradisional Lemabang mengaku cukup kaget dengan kondisi harga yang melejit.
Tentu hal ini mengherankan. Bagaimana mungkin kekagetan itu terjadi setiap tahunnya? Padahal masalahnya itu-itu saja.
Melihat fenomena kenaikan harga pangan yang selalu berulang tiap tahunnya, merupakan bukti gagalnya negara dalam mengurusi masalah ketahanan pangan. Sebagai contoh, terkait mahalnya pakan ternak (jagung) tidak selaras dengan proyek Food Estate berbasis korporasi. Sejak 2021 lalu, telah dilakukan proyek deforestasi bar-bar di 7 kabupaten di Sumsel.
Megaproyek ini menjadikan padi dan jagung sebagai komoditas utama. Tapi nyatanya omong kosong. Bahkan, Sumsel sendiri pada tahun 2023 yang lalu sudah memprediksi akan terjadi kegagalan panen karena fenomena El Nino.
Rekomendasi pemerintah untuk menghadapi kemungkinan gagal panen adalah mengikutsertakan lahannya dalam AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi). Untuk itu, petani harus mengeluarkan uang lagi jika ingin ikut program asuransi tersebut. Artinya negara mencoba berlepas tangan terhadap urusan rakyatnya terkhusus para petani.
Akhirnya pasar murah menjadi solusi tahunan untuk mencegah inflasi. Inilah kelucuan berikutnya, ketika solusi hanya untuk meredam kemarahan sesaat rakyat, bukan dengan maksud menyejahterahkan rakyat apalagi bertanggungjawab terhadap hajat hidup rakyat.
Perlu dipahami bahwa solusi itu dihadirkan untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga tidak akan terjadi lagi masalah yang sama. Ini yang harus dijadikan pegangan pokok terlebih dahulu. Ketika terjadi masalah, maka harus mencari sumber pokok atau akar permasalahannya.
Ibarat sebuah pohon yang akarnya sudah busuk, walaupun batangnya di potong dengan harapan akan memunculkan dahan yang baru. Alih-alih bisa bertunas mungkin saja kerdil tapi lama kelamaan pasti akan mati. Inilah solusi yang diberikan pemerintah hari ini. Rakyat juga harus cerdas, bahwa fenomena kenaikan harga pangan setiap ramadhan jangan selalu dianggap lumrah.
Pemerintah sudah memiliki program Food Estate yang luar biasa, seharusnya bisa menyelesaikan masalah pangan. Tapi, kenapa inflasi terus menerus terjadi. Bahan pokok terus naik. Paradigma berfikir harus setingkat lebih naik, jangan selalu dianggap lumrah. Inilah bentuk kegagalan Negara dalam mengurusi pangan.
Negara hari ini hanya sebatas regulator dan fasilitator, karena paradigma ekonomi berpegang kepada liberalisasi pangan. Akibatnya, pengelolaan pangan tidak sepenuhnya diurusi oleh Negara, tetapi diserahkan kepada korporasi pangan, baik BUMN maupun swasta. Prinsip pengelolaannya berlandaskan profit atau keuntungan semata. Tidak ada lagi fungsi pelayanan tehadap rakyat.
Prinsip liberalisasi pangan yang diadopsi negara didasarkan pada suatu asas yaitu kebebasan berkepemilikan. Kebebasan inilah yang dijamin oleh negeri kita yang menganut sistem politik demokrasi.
Negara membebaskan korporasi menguasai seluruh rantai penyediaan pangan yang bisa mengendalikan pangan rakyat. Termasuk didalamnya memainkan harga, jenis dan kualitas bahan pangan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevalusi sistem pengelolaan pangan, sehingga tidak bergulat pada perbaikan parsial saja, seperti pasar murah dan sidak harga.
Untuk menyelesaikan masalah pangan, perlu ada perubahan sistemik. Sebab, biang kerok kesalahan pengelolaan pangan berada dalam suatu sistem. Negara harus merubah paradigma dari transaksional menjadi periayahan.
Misalnya dalam fenomena alam seperti El Nino harusnya bisa diantisipasi dengan diberdayakannya ahli-ahli pertanian yang dibiayai oleh Negara. Begitu juga dengan harga pakan ayam yang tinggi bisa diatasi dengan negara mengambil alih proyek-proyek kapitalis dan mengelolanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang berorientasi menyejahterakan rakyat bukan mengeruk keuntungan. Tanggung jawab utama berada pada pundak kepala negara tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Sebab, Rasulullah bersabda,
“ Imam/Khalifah itu laksana gembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab kepada gembalaannya.“ (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, hanya sistem Islam dengan paradigma ekonomi Islam yang bisa menciptakan kedaulatan pangan. Baik itu pengelolaan maupun pendistribusian pangan. Sebab, aturan-aturannya bukan berasaskan liberalisasi. Namun, standarnya adalah syariat yang secara jelas mengatur tata cara pengelolaan dan pendistribusian pangan.
Ketika negeri ini menyerahkan pengurusannya kepada Allah Swt melalui aturan-aturan dalam Al-Qur'an dan Sunah, maka niscaya Allah akan berikan keberkahan pada seluruh negeri ini.
Post a Comment