Oleh Feni Rosfiani
Aktivis
Muslimah
Beberapa
waktu lalu, kita sempat dikejutkan dengan berita "Indonesia waspada
Thalasemia" yang hingga sekarang kasus tersebut masih dalam tahap
penanganan. Belum juga usai kasus itu, di akhir bulan Januari kemarin
masyarakat pun dihebohkan oleh berita tentang kasus DBD (demam berdarah) yang
kembali meningkat. Bahkan kasus itu tidak hanya di satu daerah melainkan di
beberapa kota besar di Indonesia tetapi juga di negara tetangga.
Seperti dilansir dari media online Detik (25/01/24), Dinkes Ogan Ilir mencatat bahwa terjadi peningkatan kasus DBD sebanyak 47 kasus
di pekan ke 4 bulan Januari ini. Padahal pada tahun 2023 ada total 90 kasus,
kemudian pada tahun 2022 102 kasus. Sedangkan sekarang baru awal tahun saja
sudah 47 kasus, sehingga tentu saja ini membuktikan adanya lonjakan yang
signifikan di daerah Ogan Ilir.
Dikutip
dari media online detikHealth (24/01/2024), di Singapura pun kasusnya naik hingga 7% setiap
Minggu nya. Pemerintah setempat menyebutkan bahwa terdapat 342 kasus, sedangkan
pada 7 pekan lalu "hanya" 143 kasus. Sungguh miris melihat
fakta-fakta korban DBD di awal tahun ini.
Seperti
yang sudah semua orang ketahui, bahwa DBD adalah penyakit demam berdarah yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini bisa dicegah dengan pola hidup sehat di lingkungan sekitar seperti
menutup semua penampungan air, mengubur barang bekas, dan lainnya.
Upaya
pencegahan pun seharusnya dilakukan bukan hanya kesadaran individu tetapi perlu
juga penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat juga melakukan fogging di setiap
pelosok desa. Baik yang sudah terkena virus dengue maupun yang belum. Walaupun
di tahun-tahun yang lalu pernah dilakukan fogging tetapi pada kenyataannya
hanya beberapa kali saja tidak dilakukan rutin. Selain itu, pemberian bubuk
Abate gratis pada seluruh rakyat juga tentu penting. Sebagai salah satu upaya
pencegahan terjangkit penyakit DBD.
Dari
beberapa cara upaya pencegahan itu apakah benar-benar menjadi solusi tuntas
terhadap penanggulangan kenaikan kasus DBD ini?
Jawabannya tentu tidak. Karena yang dibutuhkan masyarakat bukan hanya sekadar penyuluhan kesehatan saja. Bagaimana rakyat akan menerapkan hidup sehat, jika tempat tinggal saja banyak yang tidak layak bahkan banyak juga yang homeless atau tidak memiliki tempat tinggal. Sehingga mereka terpaksa tinggal yang tidak layak seperti kolong jembatan, lingkungan kumuh, dan lainnya.
Dari kasus ini jelas peran negara dalam memberikan kesejahteraan rakyat itu sangat penting. Maka yang kita butuhkan saat ini adalah sistem yang bisa memberikan kemaslahatan umat. Yakni tiada lain adalah sistem Islam. Karena dalam sistem Islam, Pemimpin adalah orang yang amanah yang akan memerikan pelayanan prima bagi kemaslahatan umat. Diantara kebijakan yag bisa diterapkan oleh pemimpin dalam rangka menekan angka mewabahnya DBD adalah optimlisasi pelayanan kesehatan, pemenuhan sandang pangan, juga meyediakan tempat tinggal secara gratis. Semua biaya yang digunakan adalah murni hasil dari Baitul Mal, sebab di dalam Baitul Mal terdapat satu pos pendapatan yang bersumber dari pengelolaan kepemilikan umum, yang semua hasilnya adalah hak warga negera untuk memenuhi kebutuhan warganya.
Kondisi ini sangat berbeda dengan penyelengaaraan
pemerintah di sistem kapitalis, di mana sumber pendapatan negera berasal dari
pungutan pajak. Pemehuhan fasilitas kesehatan bagi warga negara akan menjadi
skala prioritas bagi pemimpin atau amirul mukminin, sampai-sampai apabila dana yang tersedia dari
Baitul Mal habis, maka pemimpin akan melakukan pungutan kepada sebagian warga
negera yang dianggap mampu melalui pungutan pajak (Doribah), sampai
kebutuhannya terpenuhi.
Inilah
gambaran singkat tentang solusi Islam di dalam penanganan maraknya kasus DBD,
yang akan menitikberatkan dua hal dinataranya pemenuhan fasilitas kesehatan
yang layak, dan jaminan tersediaan dana untuk melakukan upaya pencegahan bagi
warganya.
Wallahualam bissawab
Post a Comment