Jerat Kapitalisme dalam Tata Kelola Migas Raksasa Indonesia



Oleh Suci Halimatussadiah 

Ibu  Pemerhati Masyarakat


Indonesia merupakan Negeri Zamrud Khatulistiwa, negeri indah dengan sumber daya alam (SDA) melimpah di dalamnya. Hal ini telah tersiar ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi incaran negara-negara lain untuk turut menikmati kekayaan alam Indonesia. Sayangnya, sumber daya alam yang melimpah tersebut rupanya tidak semuanya bisa dikelola oleh negara. 


Negara masih kebingungan mencari sumber daya manusia untuk mengelola SDA yang melimpah tersebut. Ironis ratusan juta penduduk di negara ini, tetapi masih kelimpungan mencari ahli dalam pengelolaan SDA raksasa yang terkandung di bumi dan lautnya. Mirisnya lagi, investor asing selalu dilirik untuk mengelola kekayaan alam negeri ini.


Seperti yang disampaikan oleh Shinta Damayanti, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) yang akan mencari investor asing untuk mengelola dua sumber gas raksasa yang baru saja ditemukan pada 2023 lalu. Sumber gas ini dinilai oleh WoodMackenzie, Rystad Energy dan S&P Global sebagai penemuan giant discovery yang masuk ke dalam five biggest discoveries dunia di 2023. Indonesia berhasil mencetak rekor baru untuk penemuan sumber daya dari dua giant discovery itu. 


Terlebih, menurut Shinta Damayanti, Indonesia masih menempati rangking 9 di antara 14 negara Asia Pasifik dari segi daya tarik investasi migas. Ini merupakan hasil evaluasi IHS market. Maka dari itu, Shinta menyebutkan bahwa peringkat ini harus dinaikkan, itu artinya Indonesia akan mencari berbagai cara untuk menarik investor asing guna mengelola migas di negara ini.


Sungguh disayangkan apabila sebanyak 128 basin migas yang telah ditemukan dengan rincian 8 cekungan sudah dibor belum berproduksi, 20 cekungan sudah berproduksi, 13 cekungan terdeteksi dry hole (kering), sementara 18 cekungan terindikasi mengandung hidrokarbon, dan 68 cekungan yang belum dieksploitasi harus jatuh ke tangan investor asing. Lebih jauh, kandungan migas tersebut tersebar di seluruh Indonesia. (media online Mediaindonesia, 1/2/2024)


Penemuan sumber gas raksasa tidak lantas membuat rakyat Indonesia berbangga diri, yang ada justru gigit jari. Pasalnya, melimpahnya kekayaan SDA, tetapi negara tidak bisa berbuat apa-apa. Justru harus menggantungkan nasib kepada asing untuk pengelolaannya. Alasannya adalah karena tidak mempunyai sumber daya manusia yang mumpuni dan tidak adanya dana yang cukup untuk mengelola kekayaan tersebut.


Ini seolah alasan klasik yang dibuat-buat karena sebenarnya, setiap tahun, negara ini mampu mencetak mahasiswa yang ahli di bidang pertambangan. Itu artinya, negara mempunyai aset sumber daya manusia yang melimpah, tetapi hal ini tertutupi oleh sistem kapitalisme yang telanjur mengakar. 


Potensi sumber daya manusia yang ada dianggap tidak bernilai dan dikalahkan oleh tenaga kerja asing. Atas dasar inilah, negara malah sibuk membuat UU migas, UU penanaman modal asing, UU perkebunan, UU pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan undang-undang lainnya yang melegitimasi pihak asing untuk menguasai sumber daya alam negara ini. 


Dengan begitu Undang-Undang ini menjadi pelegalan bagi asing atas nama investasi. Sejatinya kondisi ini disebabkan oleh adanya ketidakberdayaan negara dalam mengelola kekayaan alam akibat jeratan kapitalisme. 


Sungguh Islam telah mengharamkan pengelolaan sumber daya alam milik umum diserahkan kepada individu, swasta, ataupun asing. Tambang minyak dan gas merupakan SDA milik umum yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,


“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)


Hadis di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa apa pun yang terkandung di dalam ketiganya tidak boleh dikuasai individu, apalagi asing. negara wajib menyediakan sumber daya manusia yang kompeten untuk mengelola sumber daya alam serta pendanaan yang cukup. Hal ini tentu bukan hal mustahil disiapkan oleh negara Islam sebab negara bertanggung jawab atas rakyat. Bukan sekadar berkuasa menduduki jabatan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk menegakkan syariat Islam, termasuk menegakkan perintah untuk tidak memprivatisasi tambang.


Dengan pengelolaan yang berdasarkan pada syariat maka pendistribusian hasil kekayaan alam akan merata ke seluruh rakyat dan dapat digunakan untuk memenuhi keperluan primer rakyat, misalnya pendidikan, kesehatan, keamanan yang menjadi dasar kebutuhan pokok rakyat. Dengan begitu, rakyat akan sejahtera karena limpahan sumber daya alam dalam sistem pengaturan hidup yang melindungi rakyat, yakni sistem Islam.


Adanya sumber daya alam yang melimpah tidak akan bisa dinikmati oleh rakyat selama sistem kapitalisme bercokol di negeri ini. Keberadaan investor asing adalah sebuah keniscayaan, yang sebenarnya hanya untuk merampok kekayaan negeri ini. Kekayaan alam hanya dikuasai oleh segelintir orang dan parahnya lagi mereka mengeksploitasi tanpa memperhatikan kondisi alam. Tak jarang ditemui kerusakan alam akibat eksploitasi.


Sangat berbeda dengan sistem Islam yang mengeksploitasi alam dengan penuh tanggung jawab sehingga tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Bukan hanya rakyat yang bisa menikmati, tetapi lingkungan pun tetap terjaga dengan baik. Untuk itu sudah selayaknya kita mencampakkan sistem kapitalisme dan kembali kepada aturan Allah sehingga kekayaan alam yang melimpah di negara ini kita kelola dengan cara yang Allah Swt. perintahkan. Dengan diterapkannya sistem Islam secara kafah di muka bumi, negeri-negeri muslim termasuk Indonesia dapat hidup sejahtera dengan pengelolaan SDA sesuai Islam, terbebas dari jeratan kapitalisme.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post