Pegiat Literasi
Kasus demam berdarah kembali menelan korban. Di Kabupaten Cianjur, memasuki tahun 2024 jumlah yang terjangkiti mencapai ratusan. Dari 219 orang yang menderita, dua diantaranya meninggal dunia dengan rentang usia 6 hingga 14 tahun. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) dr. Yusman Faizal, berdasarkan data rumah sakit setempat yang mencatat adanya peningkatan yang signifikan. (www.pikiran-rakyat.com, Ahad 4 Februari 2024)
Menurut Yusman, peningkatan kasus disebabkan oleh musim hujan yang menjadi penyebab munculnya genangan air. Oleh karenanya ia berharap adanya upaya pencegahan dengan melakukan fogging di wilayah yang rawan khususnya di daerah yang tinggi kepadatan penduduknya, seperti di Kecamatan Cianjur, Cilaku dan Karangtengah. Data tersebut diperoleh dari rumah sakit, dan RSUD Sayang menjadi yang terbanyak dengan jumlah kurang lebih 30 pasien. Sementara puskesmas setempat belum bisa memberi kepastian dari sisi diagnosa dan identifikasi apakah demam yang marak terjadi adalah DBD ataukah bukan.
Menyikapi hal ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur mengimbau masyarakat agar senantiasa waspada dan melakukan pemberantasan nyamuk secara mandiri dengan cara menguras genangan air dan menutup saluran air. Adapun fogging akan diprioritaskan di daerah dengan kasus DBD terbanyak. Namun penyemprotan tersebut mengalami kendala dan tidak dapat dilakukan secara masif akibat keterbatasan biaya, alat dan SDM. Pelaksanaannya baru bisa dilaksanakan sesuai permintaan warga, itu pun setelah melakukan survei untuk memastikan adanya korban juga pencarian nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Kasus serupa juga muncul di wilayah lain, seperti yang terjadi di Kabupaten Banyuasin, hingga bulan Januari setidaknya empat orang meninggal dari 74 yang terpapar DBD. Hal itu diungkapkan Rini Pratiwi selaku Kepala Dinas Kesehatan, usai mengikuti acara Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN). Sementara itu Ketua dan Pendiri FNM society, Prof.Dr.dr. Nila Djuwita Farid Anfasa Moeloek Sp.M(K) menyatakan bahwa sinergi dan peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan, dimulai dari tingkat keluarga terlebih dahulu sebelum sampai pada langkah nasional yang lebih besar.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang sangat berbahaya karena menjadi penyebab tingginya angka kematian dan hingga kini belum ditemukan obatnya. Pada umumnya yang terjangkiti adalah anak-anak. Penyakit ini biasanya muncul seiring musim hujan yang menyebabkan berkembang biaknya jentik nyamuk pada berbagai tempat yang menjadi genangan air. Namun DBD bisa dicegah dengan memperbaiki perilaku hidup bersih. Kesadaran tersebut harus dipahami dan dimiliki sejak dini, dilakukan secara terpadu oleh keluarga, masyarakat dan negara. Yaitu dengan melakukan 3M: Menguras dan Menutup tempat penampungan air dan Mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Saat ini, berbagai upaya pencegahan telah dilakukan. Mulai dari Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M hingga fogging (pengasapan), namun angkanya semakin naik. Hal ini disebabkan oleh 3 hal: Pertama, mayoritas masyarakat Indonesia tidak bisa mengakses rumah layak huni. Jangankan menjalani pola hidup dan menjaga lingkungan agar tetap bersih, untuk mendapatkan hunian pun sulit didapatkan, bahkan tidak sedikit yang menjadi gelandangan. Kedua, banyaknya warga miskin yang berpenghasilan rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi pun susah. Padahal hal itu penting untuk menjaga imunitas tubuh. Ketiga, minimnya jaminan kesehatan, masih banyak yang kesulitan dalam mengaksesnya. Pun adanya BPJS tidak cukup membantu bahkan cenderung menghambat akibat birokrasi yang dipersulit.
Maka pencegahan DBD bukan semata masalah penyuluhan tapi juga menyangkut kekuatan ekonomi, agar masyarakat bisa menjalani hidup sehat dan layak, terjaga asupan serta lingkungan yang bersih. Semua itu tidak akan pernah tercapai jika lemah dalam hal perekonomian. Oleh karenanya akar permasalahannya tidak bisa lepas dari penetapan kebijakan kapitalis. Di mana rakyat seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk rumah layak huni. Inilah yang terjadi ketika negara menyerahkan pengadaan hunian pada pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan bukan pemenuhan kebutuhan rakyat. Mirisnya, pemukiman elit terus didirikan dan hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu saja.
Kebijakan ekonomi kapitalis juga semakin meningkatkan jumlah masyarakat miskin. Adanya UU omnibus law semakin mempertegas jurang antara si kaya dan si miskin. Peraturan ini juga membuat rakyat semakin sulit dalam mencukupi kebutuhannya, di tengah harga-harga yang semakin melambung tinggi. Alhasil mereka pun semakin sulit dalam memperoleh asupan gizi yang cukup. Belum lagi dengan akses kesehatan yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang saja.
Inilah yang terjadi ketika kapitalisme dijadikan sebagai pijakan, bedakan dengan Islam yang memiliki mekanisme komprehensif dalam mengatasi wabah. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan, keamanan juga pendidikan. Hal ini menjadi kewajiban penguasa dalam menyediakannya. Karena pemimpin adalah pengayom yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR al Bukhari:
“Imam (pemimpin) itu adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya.”
Dalam Islam, penyediaan hunian harus dikelola oleh negara, pun jika swasta dilibatkan tidak boleh untuk urusan bisnis, melainkan hanya untuk orientasi pembangunan saja. Adapun pembiayaannya diambil dari kas Baitul Mal. Dari sisi kesulitan pemenuhan gizi akibat kesulitan ekonomi, penguasa akan menjamin semua laki-laki akan mendapatkan pekerjaan agar mampu menafkahi keluarganya.
Penguasa juga akan memberi jaminan kesehatan beserta fasilitasnya dengan harga yang terjangkau bahkan gratis. Jumlahnya pun akan tersebar merata ke pelosok negeri. Dengan begitu penanganan akan wabah DBD akan tertangani dengan tuntas. Oleh karenanya, kebijakan yang ditetapkan hanya akan mengarah pada kemaslahatan umat. Seorang pemimpin juga selayaknya memberi edukasi dan arahan tentang pentingnya menjaga kesehatan juga lingkungan, yang notabene merupakan bagian dari perintah Allah Swt.
Inilah jaminan Islam dalam menangani masalah wabah. Begitu sempurna juga solutif mengatasi permasalahan hingga ke akar. Semua tentu tidak akan pernah terlaksana selama sistem yang digunakan tidak berpijak pada aturan Allah Swt. yang ditegakkan dalam sebuah institusi kepemimpinan.
Wallahu alam Bissawab
Post a Comment