Heboh Hasil Pilpres 2024 Menuai Penolakan, Ingin Perubahan?


Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif


Pemilu 2024 baru saja usai. Namun, berdasarkan hasil Quick Count (hitung cepat) pasangan capres nomor urut 02 yaitu Prabowo-Gibran untuk sementara ini berhasil mengungguli perolehan nilai suara dari pasangan calon lainnya. Sangat disayangkan, Prabowo-Gibran langsung mengumumkan kemenangan di Istora Senayan Jakarta, Rabu (14/2/2024). Lucunya, Presiden Jokowi memberikan ucapan selamat, demikian juga dengan sebagian pemimpin negara lain. Padahal, secara resmi hasil pemenangan Pilpres 2024 akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada akhir Maret 2024.


Tentu saja deklarasi tersebut menuai kritik dari sejumlah kalangan. Terutama pihak yang merasa dirugikan yaitu paslon nomer urut 01 dan 03. Atas prakarsa Ganjar Pranowo, mereka akan meminta partai pengusungnya untuk menggulirkan hak angket di DPR. Hak Angket merupakan hak penyelidikan DPR kepada KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk meminta pertanggungjawaban selaku penyelenggara Pemilu 2024 terkait dugaan kecurangan yang terstruktur, sistimatis, dan masif (TSM). Dengan bergabungnya partai pengusung dari 01 (Nasdem, PKB, dan PKS), dan 03 (PDI-P dan PPP) maka hak angket dapat digolkan oleh lebih dari 50 persen anggota DPR. (detik.com, 19/2/2024)


Sementara itu Drone Emprit, yakni alat yang memonitor percakapan netizen di media sosial yang mampu menyajikan peta analisis jejaring media sosial, bahwa kecurangan pemilu dan Quick Count menjadi topik terbanyak yang dibahas warganet. Jika dikaitkan dengan cerita tentang kecurangan pemilu yang digelar dalam 'Film Dirty Vote' sebelum pemilu, maka netizen banyak melihat kecurangan dan itu menjadi kenyataan, ungkap Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit. (CNN Indonesia.com, 15/2/2024)


Wajar jika banyak kalangan termasuk 100 tokoh yang dipimpin oleh Din Syamsuddin, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, membacakan sikap penolakan hasil Pilpres 2024. Mahasiswa dan massa juga berdemo menuntut Jokowi lengser karena diduga ikut cawe-cawe. 


Akankah upaya-upaya mereka berhasil melakukan perubahan yang selama ini dikehendaki oleh rakyat Indonesia? Yakni perubahan yang membawa keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Tampaknya jauh panggang dari api, mengapa?


Pertama, kita semua tahu bahwa fungsi DPR sebagai pengawas mandul. Meskipun sudah mengetahui Presiden Jokowi beberapa kali melakukan pelanggaran konstitusi tetapi tetap dibiarkan saja. Menurut pengamat politik, harusnya Jokowi pantas dimakzulkan.


Kedua, dalam undang-undang disebutkan jika terjadi pelanggaran supaya melaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau Bawaslu dengan dilengkapi bukti-bukti. Mana mungkin lapor ke Bawaslu jika diketahui mandul. Telah terbukti KPU melanggar kode etik dengan meloloskan Gibran sebagai paslon 02, tetapi tidak ada tindakan tegas dari Bawaslu. Demikian pula dengan MK yang punya andil besar mengubah UU sehingga Gibran dapat lolos, masihkah dipercaya? 


Itulah jika hukum atau aturan dibuat oleh manusia yang dikedepankan asas manfaat, bukan haram dan halal. Hukum seolah milik penguasa, bisa dibuat merah, hijau, dan kuning sesuka hati penguasa. Hukum bisa dipermainkan bahkan diperjualbelikan.


Dampaknya, kerusakan semakin merajalela di semua aspek kehidupan. Walhasil, siapa pun presiden yang terpilih akan mewarisi utang sebesar Rp8.000 triliun. Bahkan APBN defisit Rp347,6 triliun. Sementara itu banyak PR yang harus diselesaikan, seperti jumlah penduduk miskin sebesar 25,90 juta orang, kemiskinan ekstrim lebih dari 10 juta. Tingginya angka pengangguran 7,86 juta orang (per Agustus 2023), sementara angka PHK terus bertambah. Hukum/peradilan tumpul, akibatnya angka kriminalitas terus meningkat. Terjadi kerusakan moral, korupsi  yang menggurita di semua lini baik legislatif, yudikatif, dan ekskutif. Serta masih banyak lagi problematika yang lainnya. Di sisi lain, SDA banyak yang digadaikan pada asing, aseng, dan asong. Lantas, untuk menjalankan roda pemerintahan dapat pemasukan dari mana, jika tidak utang lagi dan menarik pajak?


Itulah akibat mencampakkan hukum Allah, terjadi kerusakan di semua aspek kehidupan. Sebagaimana  firman Allah Swt.


"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali ke (jalan-Nya)." (QS. Ar-Rum [30]: 41)


An-Nafahat Al-Makkiyah/Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi menjelaskan makna "karena perbuatan tangan manusia," artinya manusia melakukan perbuatan dosa dan maksiat, serta meninggalkan perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya (tafsirweb.com/7405). Padahal menurut jumhur ulama, kemaksiatan dan kemungkaran terbesar adalah mencampakkan hukum-hukum Allah. Inilah sesungguhnya akar masalah yang terjadi di negeri ini. 


Oleh karena itu, rahmah dan berkah dari Allah tidak akan turun selama manusia tidak bersungguh-sungguh menjalankan ketaatan sebenar-benarnya taat kepada Allah, yakni dengan menerapkan Islam secara kafah (menyeluruh). Itulah perintah Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 208. Allah Swt. berfirman:


"Wahai orang-orang beriman masuklah ke dalam Islam secara kafah (keseluruhan). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian."


Artinya, perintah berislam secara kafah berlaku untuk semuanya baik individu, masyarakat, maupun negara. Oleh karenanya, seorang pemimpin (penguasa) harusnya memimpin rakyat dengan hukum-hukum Islam. Sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw. waktu mendirikan Daulah Islamiyah (Negara Islam) pertama di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudahnya hingga Khilafah runtuh pada 3 Maret 1924.


Hanya Islam sistem yang baik, karena berasal dari Zat Yang Mahabaik, pasti menghasilkan pemimpin yang baik yaitu amanah, jujur, dan bertanggung jawab, dan mencintai rakyatnya. Karena meyakini bahwa jabatan adalah amanah, kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.


Sebaliknya, sistem yang buruk yaitu demokrasi merupakan produk manusia (Barat), akan menghasilkan pemimpin dan pejabat yang buruk, tidak takut berbuat dosa, yakni suka berbohong, korupsi, curang, berkhianat, tidak menepati janji-janjinya, serta mementingkan diri sendiri dan oligarki.


Itulah demokrasi yang berasaskan sekularisme, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya sebatas urusan ibadah mahdah seperti salat, puasa, zakat, dan haji saja. Padahal, Allah Swt. menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah dalam pengertian yang luas, yakni tho'atullah, wal khudhu'u lahu waltizamu ma syaro'ahu minadiin yang artinya taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya, serta berpegang teguh pada segala apa yang diperintahkan-Nya. 


Baik itu aturan yang berkaitan dengan hablum minallah, yakni aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, meliputi (akidah dan ibadah), dan hablum minannafs yakni aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, meliputi (makanan, minuman, pakaian, dan akhlak). Serta hablum minannas, yaitu aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, meliputi (muamalah dan ukubat atau sangsi).


Untuk penerapan hablum minallah dan hablum minnafs dapat dilakukan secara individu. Namun, untuk aturan hablum minannas tidak dapat diterapkan secara individu, melainkan negara yang harus menerapkannya. Inilah hakikat pemimpin dalam Islam. Al-Qur'an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya berdasarkan syariat Islam, sebagaimana firman-Nya:


"(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di bumi niscaya mereka mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. al-Hajj [22]: 41)


Sungguh, salah besar jika untuk melakukan perubahan hanya mengganti pemimpin yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Allah. Sebab, akar masalahnya adalah sistemnya yang rusak karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Seharusnya tidak hanya mengganti pemimpinnya, tetapi sistemnya juga harus diganti dengan menerapkan Islam secara kafah.


Dengan demikian, perubahan tersebut akan menjadikan keniscayaan yang mengantarkan kita semua pada keberkahan dan rahmat bagi seluruh alam, juga keselamatan di akhirat. Sebagaimana firman Allah:


"Andai saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu. (TQS. Al-A'raf [7]: 96)


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post