Terlihat baru-baru ini para Ibu rumah tangga ketar ketir akibat kelangkaan beras, khususnya yang biasa beredar di supermarket. Kenaikan harga beras medium kisaran di harga 16-17 ribu per kilogram, yang sebelumnya di kisaran harga 13-14 ribu per kilogramnya. Melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Dispertagin), Bupati Bandung menyatakan terus melakukan monitoring ke sejumlah pasar agar kenaikan tidak terlalu melambung. Permasalahan beras yang terjadi saat ini menurut Pak Bupati karena produksi padi sedang langka. Dalam menahan laju kelangkaan dan kenaikan beras di pasaran, Perum Bulog Kanwil Jabar akan menyalurkan Bantuan Pangan sebanyak 44 ribu ton per bulannya ke pasar-pasar, baik pasar tradisional maupun modern. (HIBAR PGRI, 15/02/2024)
Permasalahan kenaikan harga beras di Indonesia seringkali dinilai berkaitan dengan perubahan iklim yang mengakibatkan produksi beras menurun. Kelangkaan beras terjadi dan harga beras pun melambung tinggi. Padahal permasalahan beras juga sangat erat kaitannya dengan kebijakan negara terhadap aspek produksi beras di hulu dan aspek distribusi di hilir. Namun, dalam sistem Kapitalisme Demokrasi negara hanya bertindak sebagai regulator yang membiarkan petani berjuang secara mandiri melakukan produksi beras. Bahkan kebijakan negara yang hanya berpihak pada kepentingan pemilik modal menjadikan petani semakin terpinggirkan.
Di sektor hulu tampak dari semakin berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan yang dilakukan negara demi menjalankan proyek pembangunan Kapitalistik. Gagal panen juga semakin sering terjadi karena bencana alam akibat penggundulan hutan yang dilegalisasi. Permasalahan keterbatasan sarana produksi pertanian menjadi harga benih mahal hingga permasalahan subsidi pupuk yang semakin berkurang menjadikan produksi pertanian terhambat. Demikian pula di sektor hilir, atas nama liberalisasi ekonomi negara memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk menguasai produksi pupuk dan benih padi. Akibatnya, harga pupuk dan benih pun ikut melambung tinggi.
Disamping itu, kenaikan harga BBM menjadikan distribusi beras memakan biaya yang tinggi. Penggilingan padi kecil juga mulai mati karena kalah saing dengan industri penggilingan padi dengan modal besar. Rantai distribusi semakin rusak dengan masuknya sejumlah pengusaha atau ritel modern dalam mendistribusikan beras. Apalagi ada larangan bagi petani untuk petani menjual langsung hasil panennya ke konsumen. Distribusi beras yang dikuasai pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga. Penahanan pasokan (monopoli) oleh para pelaku usaha yang tentu merugikan petani beras adalah kebutuhan pokok rakyat dan merupakan salah satu komoditas yang harus dijaga stok dan stabilitas harganya. Sehingga seluruh rakyat dapat mengaksesnya. Namun, kebijakan pengelolaan beras di sektor hulu maupun hilir diatas berlandaskan Kapitalisme Liberalisme yang menjadikan hal tersebut mustahil diwujudkan. Hingga harga akan tetap mengalami fluktuasi dan semakin menyengsarakan rakyat.
Berbeda dengan pengelolaan kebutuhan pokok di bawah pengaturan Islam. Beras merupakan kebutuhan pokok yang salah satu komoditas strategisnya wajib dikelola oleh negara. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat individu per individu sebagai satu kewajiban negara dalam Islam. Negara akan selalu mewujudkan ketahanan pangan yang ditandai dengan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan. Negara Islam Mendiri dalam mengelola pangan dan harga pangan yang terjangkau oleh seluruh masyarakat. Masalah pertanian dan ketersediaan infrastruktur dalam ketersediaan pangan sangat terkait dengan kebijakan. Dalam sistem ekonomi Islam tanah tidak boleh dibiarkan menganggur, sehingga jika ada tanah mati dan dihidupkan oleh seseorang, maka akan menjadi miliknya. Disisi lain jika seseorang memiliki lahan kosong dan tidak dikelola selama 3 tahun berturut-turut, maka lahan itu bisa dimiliki oleh pihak lain yang menggarapnya setelah itu.
Dengan demikian akan terjadi ekstensifikasi lahan pertanian yang luas sebab mudahnya seseorang mendapatkan lahan pertanian yang luas sebab mudahnya seseorang mendapatkan lahan pertanian. Adapun upaya meningkatkan hasil produksi, yakni dengan upaya meningkatkan hasil pertanian dengan mengolah lahan yang ada dan intensifikasi. Negara menyerahkan kepada masyarakat dalam mengadopsi teknologi dari manapun yang mampu memberikan hasil produksi yang lebih baik dari sebelumnya. Negara akan mengedukasi para petani sehingga bisa memahami teknologi mutakhir untuk meningkatkan hasil pertanian. Bahkan negara bisa memberikan bantuan modal kepada rakyat dalam upaya optimalisasi ini. Adapun terkait penyediaan infrastruktur yang mendukung pertanian, maka negara akan menyediakannya untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan segelintir orang.
Negara akan menyediakan berbagai prasarana jalan, sarana transportasi pasar yang sehat dan layak dan sebagainya. Hal ini akan memudahkan petani mendistribusikan hasil pertaniannya kepada konsumen. Selain itu negara harus menjamkn agar mekanisme harga komoditas, hasil industri pertanian berjalan secara transparan dan tanpa ada manipulasi. Negara Islam dalam bingkai Khilafah akan membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran.
Khilafah akan mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan. Baik penipuan yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli. Berbagai tindakan penimbunan produk-produk pertanian dan kebutuhan pokok lainnya akan dicegah oleh Khalifah. Dalam Islam menetapkan sanksi tegas bagi semua pihak yang melakukan pelanggaran tersebut. Berbagai mekanisme tersebut akan menjamin harga bahan pokok termasuk beras mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan sistem ekonomi Islam, ketahanan pangan akan terwujud karena Khilafah benar-benar berperan sebagai penjamin dan penanggung jawab melalui penerapan aturan Islam.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al-A’raaf: 96)
WalLaahu'alam
Post a Comment