HARGA BERAS MELAMBUNG TINGGI BAGAIMANA BISA?


Oleh: Winnarti Amd. AFM  


Kejadian ini nampaknya musiman, tiap jelang mendekati hari besar khusus nya bulan puasa, semua harga bahan pokok merangkak naik, terutama harga beras.


KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras serta cabai merah keriting dalam inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung.


Sidak ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya permainan harga dan penahanan pasokan oleh pelaku usaha tertentu serta stabilitas komoditas di Jawa Barat jelang bulan ramadan.


Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa melakukan sidak bersama dengan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) M. Mufti Mubarok dan Kepala Kantor Wilayah III Lina Rosmiati pada Minggu (11/2). 


Dari sidak di Pasar Cihapit, KPPU menemukan kenaikan harga komoditas beras premium secara rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Padahal HET beras premium sebesar Rp 13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas). "Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp 10.900/kg menjadi Rp 14.000/kg. Katadata co id (Katadata, 11-2-2023).


Setahun terakhir harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Lantas, apakah harga beras bisa kembali turun hingga ke level Rp10.000 per kg atau Rp 11.000 per kg untuk beras medium?



Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai, jika harga beras kembali turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, maka petani akan menangis, karena otomatis harga gabah akan tertekan ke bawah lagi. Menurutnya, dengan harga beras yang ada saat ini petani sedang berbahagia, karena setidaknya para petani bisa bernafas sejenak dengan harga gabah yang tidak ditekan murah.


Kalau diharapin kembali ke Rp10.000 (per kg) kasihan petaninya. Jadi ya udahlah Kenapa sih maunya (turun), katanya sekarang lagi sudah baik kenapa ditekan lagi? kasihan. Karena harga beras itu ya apa kata harga gabah. Kalau harga gabahnya ditekan.. harga beras mau Rp10.000 berarti harga gabahnya harus dibawah Rp5.000," kata Arief kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/1/2024).


Mahalnya harga beras jelas menyulitkan masyarakat bagaimana tidak karena beras adalah kebutuhan pokok rakyat. Daya beli masyarakat berkurang namun kebutuhan harus tetap di penuhi. 

Bagi masyarakat miskin kenaikan harga beras juga akan menjadi kan mereka tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak. 


Menyoal bansos yang digemborkan pemerintah sebagai solusi terhadap kenaikan harga beras nyatanya jauh dari harapan. Nyatanya tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos. 


Sesungguhnya, salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromzet triliunan rupiah. Perusahaan besar ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.


Tidak hanya menguasai sektor hulu, perusahaan besar ini juga menguasai sektor hilir. Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium. 


Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Di sisi lain, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.


Dengan menguasai (memonopoli) distribusi beras sejak hulu hingga hilir, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru dilepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, praktik ini juga merugikan petani.


 Alhasil, tingginya harga ritel beras di tingkat konsumen tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan besar (kapitalis) yang memonopoli distribusi beras dari hulu hingga hilir.


Monopoli beras maupun komoditas strategis lainnya merupakan hal yang jamak terjadi di dalam sistem kapitalisme. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam liberalisme ekonomi ala kapitalisme telah melahirkan persaingan bebas yang pada akhirnya pasti dimenangkan para pemilik modal besar.


Para pemodal besar itu bisa memiliki modal besar karena bisa menyedot dana masyarakat melalui bisnis finansial ribawi (lembaga keuangan bank dan nonbank) dan pasar sekunder (saham, obligasi, dll.). Para pemodal besar itu bisa menguasai ekonomi karena telah menguasai aparatnya terlebih dahulu melalui skema korporatokrasi.


Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. 


Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.


Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah Negara Islam (Khilafah). Sedangkan negara yang menerapkan kapitalisme akan melakukan liberalisasi pangan, yaitu lepas tangannya negara dari pengelolaan pangan dan justru menyerahkannya pada swasta kapitalis.


Politik ekonomi Daulah Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, termasuk kebutuhan pangan. Negara mewujudkan jaminan ini dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara.

Pada sektor hulu (produksi), negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani.

Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dll..


 Sedangkan pada sektor hilir (distribusi), Khilafah akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi. Pada ujung rantai distribusi, yaitu sektor ritel, Khilafah memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara.


Perhatian Khilafah yang demikian luar biasa pada penyediaan pangan merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (junnah) semua rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alayh dll.).


Terkait dengan mekanisme pembentukan harga, Khilafah tidak melakukan pematokan harga (tas’ir), harga dibiarkan terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, negara tidak menentukan HET. Negara menurunkan harga melalui kebijakan membenahi sektor hulu dan hilir sehingga harganya terjangkau dan stabil.


Selain itu, Negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan. Tidak akan ada mafia pangan dalam Khilafah, pelaku dan aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. 


Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras di Indonesia. Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post