Oleh. Istiqomah
(Aktivis Dakwah Muslimah Kaffah)
Lagi-lagi terjadi, paska pemilu yang di gelar pada 14 februari 2024 menyisakan polemik. Di antaranya terdapat berbagai fenomena caleg yang gagal terpilih dan timses yang kecewa. Banyak caleg gagal yang stress, bahkan bunuh diri.
Dilansir dari mediaindonesia (19/2/2024), seorang tim sukses calon anggota legislatif (caleg) WG alias Wagino alias Gundul, 56, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ajun Komisaris Besar Suwinto. Menurutnya WG diduga depresi karena caleg yang diusungnya tidak mendapatkan suara sesuai harapannya sehingga kalah. Ada-ada saja tingkah memalukan yang dilakukan caleg usai tidak terpilihnya dalam pemilu yang telah dilaksanakan 14 februari 2024 kemarin.
Ada sebagian dari mereka yang tega menarik kembali bantuan yang telah diberikan, seperti yang dilansir dari kompas (19/2/2024), warga Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jawa Timur dihebohkan dengan penarikan kembali material paving oleh salah satu caleg. Paving blok tersebut ditarik kembali setelah sempat dikirim menggunakan truk yang nantinya digunakan untuk pembangunan salah satu sudut jalan Desa Jambewangi.
Disebutkan ada sejumlah titik yang ditarik kembali dan dibongkar. Menurut nformasi yang beredar, ada tiga titik droping paving di tiga dusun yang sudah dieksekusi.
Penarikan tersebut dilakukan karena melihat hasil dari perhitungan suara dan caleg tersebut mendapatkan suara sedikit didaerah tersebut, dan hal itu tidak sesuai dengan harapan yang di inginkan, karena adanya tekanan maka timses pun menarik semua pemberian yang sebelumnya telah dilakukan.
Tidak hanya sebatas itu tingkah laku caleg yang gagal terpilih. Ada beberapa caleg yang gagal meraih kursi legislatif, tega membongkar jalan dan bahkan sampai meledakkan petasan jumbo di masjid hingga memakan korban jiwa. Seperti seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat, ia tega membongkar jalan yang sebelumnya dibangun ketika ia akan mencalonkan diri jadi caleg. Pembongkaran jalan ini dilakukan karena ia mengalami kekalahan saat Pemilu 2024 di daerah yang ia beri bantuan.
Selain membongkar jalan yang telah di berikan sebelumnya, caleg yang diketahui bernama Ahmad Rizal itu menyalakan petasan di menara masjid di Tegalkoneng, Desa Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Subang. Aksi teror petasan ini dilakukannya siang dan malam bersama pendukungnya di sejumlah titik yang perolehan suaranya anjlok. Akibat dari aksi yang tak pantas dilakuakan oleh seeorang yang tadinya mencalonkan sebagai caleg yang jika terpilih maka akan menjadi wadah penampung aspirasi rakyat yang mendukung untuk kemajuan rakyat malah melakukan hal yang tak pantas dilakukan bahkan hal yang ia lakukan termasuk kedalam tindakan kriminal, pasalnya akibat dari aksinya tersebut, seorang warga bernama Dayeh (60) meninggal dunia terkena serangan jantung. (okezone, 25/2/2024).
Fenomena ini menggambarkan betapa lemahnya kondisi mental para caleg dan tim suksesnya. Mereka hanya siap untuk menang namun tidak siap untuk kalah dalam pemilu.
Selain itu hal ini juga menggambarkan bahwa betapa sangat penting dan diharapkannya suatu jabatan bagi seseorang mengingat keuntungan yang akan di dapat ketika telah duduk di kursi, sehingga mereka berlomba-lomba mempertaruhkan segala cara untuk meraih semua itu. Mereka rela mengeluarkan modal yang sangat besar dengan harapan dapat membeli suara rakyat. Jika untuk menjabat saja mereka sudah rela untuk mengeluarkan modal yang sangat besar maka tidak mungkin jika telah menjabat mereka tidak akan mengembalikan modal dan tidak menginginkan keuntungan yang besar.
Dari sini kita bisa melihat bahwa pemilu yang dilaksanakan ini memerlukan biaya yang sangat tinggi. Jika modalnya tidak cukup tinggi maka akan kalah dengan caleg lain yang bermodal besar. Dalam sistem kapitalis sekarang ini para caleg rela berlomba-lomba mengeluarkan biaya yang tinggi hanya untuk mendapatkan kursi.
Ini tentu berbeda dengan Islam yang memandang jabatan adalah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Dalam Islam, ada cara-cara tertentu yang harus sesuai dengan hukum syara ketika akan menetapkan seorang pemimpin. Jika dalam sistem kapitalisme pemilu membutuhkan biaya yang sangat tinggi sebaliknya di dalam Islam, pemilu adalah uslub (cara) untuk mencari pemimpin (majelis ummah) yang dilakukan dengan mekanisme sederhana, praktis, tidak berbiaya tunggi dan penuh dengan kejujuran, bahkan tanpa tipuan dan janji-jani manis sebelum pemilihan. Para calon pemimpin pun memiliki kepribadian Islam dan hanya mengharap rida Allah semata, tanpa ada tujuan dan maksud mencari keuntungan pribadi ketika nantinya menjabat.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment