Fitrah Keibuan Mati, Tingginya Beban Hidup Sebagai Biang Keladi


Oleh: Lilik Solekah, SHI.
 (Ibu Peduli Generasi)


Sulit dicerna oleh akal sehat namun inilah yang terjadi. Diberitakan dalam kumparan news seorang ibu yang tak sanggup membiayai anaknya di Belitung  rela membunuh bayinya yang baru lahir dengan ditenggelamkan di ember kemudian setelah mati dibuang.


Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuannya. sebenarnya kondisi yang menghilangkan fitrah keibuan ini tak hanya satu faktor ekonomi saja. Bahkan penulis baru kemarin dicurhati sama pedagang pasar bahwa ketika ada masalah dengan suaminya dia berusaha untuk menggugurkan kandunganya. Dengan berbagai cara namun tidak berhasil justru azab yang menimpa dirinya sendiri karena saat itu juga indra pendengarannya tidak berfungsi. Dari sana barulah menyadari atas kesalahannya yang ingin membunuh nyawa bahkan yang belum dilahirkan ke dunia. 


Jika kita fikir dengan akal sehat semua makhluk itu diberikan fitrah kasih sayang pada keturunanya. Lihat kucing, burung, ayam, sapi bagaimana menyayangi anaknya membesarkan dengan kasih sayang mencarikan makan selagi belum bisa mencarinya sendiri dan mengajari bagaimana bisa bertahan hidup tanpa ibunya. Mengapa justru manusia berlaku sadis terhadap anaknya sendiri?  

 

Setelah kita kaji secara mendalam hilangnya fitrah keibuan ini ada banyak faktor yang berpengaruh  seperti halnya; 

1. Lemahnya ketahanan iman, Seorang ibu wajib memiliki kekokohan keimanan sebab ia lah sebagai madrasatul ula, pendidik dan pencetak generasi tangguh yang diperlukan untuk pembangunan negara.  

2. Tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi. Suami sebagai tulang punggung kadang teralihkan beban itu pada ibu. Sehingga tugas ibu dobel dan suami tidak segera ambil peranya dengan baik. Maka akan mengikis akal sehat seorang ibu. Sudah capek badan ditambah capek pikir. Waktu  full untuk mencari perekonomian sisanya masih untuk tugas domestik mengurus anak, memasak bersih-bersih dan lain sebagainya. 

3. Lemahnya kepedulian masyarakat, sudah kesusahan petang berangkat kerja pulang petang kembali dan tugas rumah masih menumpuk justru tetangga menggunjingnya atau menambah masalah nya tanpa ada kepedulian antar sesama dan tiada empati padanya.

 4. Tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Bagi bansos saja terkadang masih banyak salah sasaran. Seperti halnya di Desa penulis ada satu keluarga kaya dapat jatah dobel. Namun keluarga miskin tidak dapat apapun karena orangnya dianggap neriman tidak mudah protes. 


Nah semua faktor tadi ternyata semua berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara saat ini yaitu sistem kapitalisme liberal. Dimana dalam sistem ini telah memisahkan antara aturan Islam dengan aturan negara. Dari sini maka negara tidak mewajibkan adanya aqidah yang kokoh dalam individu masyarakatnya. Tidak pula mewajibkan Suami untuk menanggung nafkah keluarganya jika tidak ada maka perwalian keatas yang punya tanggung jawab. 


Dalam kapitalisme Liberal juga meniscayakan adanya ketidak pedulian masyarakat terhadap urusan orang lain. Dan yang terakhir meniscayakan penguasa tidak peduli dengan kesejahteraan individu per individu masyarakatnya. Karena pada hakikatnya dia berkuasa untuk kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.



Sangat bertolak belakang dengan Islam yang mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara.


Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya. Maka kembalikan Sistem negara saat ini pada sistem Islam karena hanya dengan Sistem Islam lah akan terwujud Ibu yang hidup dengan fitrahnya. Ibu yang sejahtera hidupnya dunia dan tentu kebahagiaan akhirat telah didepan mata. Ingatlah akan Firman Allah dalam quran surat Al An'am: 57 yang artinya: "Tiada hak dalam menetapkan/menentuka hukum kecuali Allah ".

Post a Comment

Previous Post Next Post