Wajah dunia pendidikan tanah air, semakin carut marut dengan berbagai permasalahan. Belum usai membahas kasus-kasus output pendidikan yang nihil adab dan moral. Disisi lain anggaran pendidikan yang belum merata masih menjadi PR. Kualitas sarana pendidikan di banyak daerah masih jauh dari kata layak. Semua itu menambah panjang catatan buruk dunia pendidikan kita hari ini. Mirisnya lagi anggaran pendidikanpun bocor disana sini. Dunia pendidikan tengah dirundung korupsi! Lantas bagaimana islam mengatasi korupsi di tubuh pendidikan?
Benarkah Dinas Pendidikan Instansi Terkorup?
Indonesia masuk tiga besar negara terkorup di dunia. Bahkan di era rezim Jokowi, korupsi makin menjadi. ICW merilis indeks persepsi korupsi Indonesia di dunia tahun 2022, merosot ke urutan 110 dari 130 negara. Artinya korupsi makin tinggi tapi komitmen pemberantasannya makin lemah. Kemanapun pandangan diarahkan disitu ada korupsi! Tak terkecuali di tubuh pendidikan. Sekolah rusak, anak putus sekolah meningkat, dan pungutan kian membebani orangtua siswa, semua ini dampak buruk korupsi. Korupsipun merusak mental pejabat yang harusnya melayani menjadi dilayani. Birokrasi pendidikan mengabaikan kepentingan rakyat, bahkan menjadi lahan basah pejabat meraup keuntungan pribadi, politik dan bisnis. Padahal alokasi pendapatan pajak rakyat dihabiskan untuk membayar gaji, tunjangan, dan honor mereka.
Hasil audit BPK dari laporan keuangan Departemen Pendidikan Nasional, pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) dan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Berdasarkan perhitungan ICW atas audit BPK hingga semester II-2007, ditemukan potensi penyelewengan di Depdiknas sebesar Rp 852,7 miliar. Penyimpangan itu antara lain terjadi pada pengelolaan aset (Rp 815,6 miliar), tidak tepat sasaran (Rp 10,5 miliar), tanpa bukti pertanggungjawaban (Rp 16,8 miliar), pemborosan (Rp 6,9 miliar), penyimpangan lain (Rp 2,9 miliar). Sampai tahun 2023 angka ini justru meningkat, praktik penyalahgunaan BOS marak terjadi. Acara pisah sambut kepala dinas pendidikan, uang lelah kepala sekolah, iuran PGRI, dana dibungakan kepala sekolah/bendahara, dan masih banyak modus korupsi lainnya. Anggaran rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah juga dikorupsi. Pemotongan dana oleh dinas pendidikan sudah lumrah terjadi. Bahkan pihak ketiga untuk sarana, menjadi kolektor terselubung guna mengumpulkan dana sekolah untuk pejabat di dinas pendidikan (Transparancy ICW). Fakta ini mempertegas bahwa dinas pendidikan adalah instansi terkorup.
Sekularisme Dan Kapitalisme Biang Buruknya Mental Struktur Pendidikan.
Warna sekulerisme di tubuh pendidikan makin terang benderang. Bukan hanya arah kurikulum yang mulai menggeser agama/syariat. Namun juga mental dan moral kebanyakan pejabat serta struktur di instansi pendidikan kosong dari nilai ruhiyyah. Atmosfer kapitalisme juga kian kental di menara gading pendidikan. Sekularisme dan kapitalisme lah biang suburnya korupsi, bukan hanya di instansi pendidikan namun juga diberbagai instansi pemerintah. Sekularisme berhasil menjauhkan agama dari kehidupan. Maka tolak ukur perbuatan manusia sekedar materi. Aktivitas dibimbing hawa nafsu bukan halal haram. Orientasi dan tujuan hidup adalah meraih keuntungan duniawi, bukan ridho Allah. Faktor lain penyebab suburnya korupsi adalah tidak adanya sanksi tegas terhadap penyelewengan. Pengawas internal pemerintah tumpul saat penyimpangan melibatkan atasan mereka sendiri. Hukuman tak membuat jera, adanya KPK tak membuat takut, bahkan ketua KPK pun bermasalah pidana. Ditambah lemahnya kontrol publik sehingga korupsi sulit diberantas. Ironisnya malah berkembang jadi budaya berjama'ah!!.
Islam Menyelesaikan Masalah Korupsi Dengan Tuntas.
Pendidikan seharusnya menjadi pabrik pencetak manusia unggul bagi masa depan bangsa. Unggul pemikirannya maupun moralitas spiritualnya. Namun sulit berharap dalam sistem kapitaliame sekuler. Bahkan demokrasi sebagai anak haram kapitalisme, justru dialah pencipta mental korup. Begitulah ucapan Aristoteles yang konon disebut founding father demokrasi, bahwa demokrasi itu korup. Pendidikan pasti rusak bila dilandasi sistem bathil Sekulerisme, kapitalisme dan demokrasi. Output pendidikan jauh dari berkah.
Bagi seorang muslim, akidah islam akan jadi benteng yang kokoh dan efektif. Sehingga tumbuh kesadaran senantiasa terkoneksi dengan Allah dan hisab akhirat. Menjadi individu yang takwa, inilah pilar pertama. Pilar kedua adalah kontrol masyarakat yang terbina islam, dengan dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Pilar terakhir hadirnya negara melalui sanksi hukum tegas. Negara pun menjamin pemenuhan kebutuhan asasi (dasar) publik, termasuk pendidikan yang merata, berkualitas dan gratis. Di Jerman dan Denmark memang nyaris tak ada korupsi, namun kita tak cukup satu dua negeri. Tapi juga menyelamatkan dunia tanpa memilah tempat, suku, ras dan batas semu negara. Semua ini hanya bisa terwujud jika menerapkan sistim shahih syariat islam kaaffah. Sebagaimana saat peradaban islam memimpin dunia selama 14 abad...wallahu 'alam.
Post a Comment