Desa Wisata, Cara Pintas Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi?


Oleh Fina Fadilah Siregar


Saat ini desa wisata menjadi tren wisata baru di Indonesia sebagai wisata alternatif. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, menargetkan pembentukan 6.000 desa wisata selama tahun 2024 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. 


Usai mengisi kuliah umum Blue Ocean Strategy Fellowship (BOSF) di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (18/2/2024), Sandi menjelaskan bahwa dari 80 ribu lebih desa di Indonesia, terdapat sekitar 7.500 desa yang memiliki potensi wisata.


"Desa yang memiliki potensi wisata itu sekitar 7.500 dan 80 persen itu sekitar 6.000 desa harus kita jangkau," ujarnya. (Republika, 18/02/2024).


Ia menerangkan, 6.000 desa wisata tersebut nantinya dapat berkontribusi sekitar 4,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) secara nasional. Sandiaga menerangkan, ketika 6.000 desa wisata tersebut berhasil terwujud maka ada penambahan sekitar 4,4 juta lapangan kerja di bidang ekonomi kreatif.


"Karena di desa itu lah generasi muda kita bisa menciptakan inovasi-inovasi, termasuk produk-produk kreatif yang akan menambah peluang desa wisata tersebut untuk meningkatkan kemampuan," kata Sandiaga. (Republika, 18/02/2024).


Sandiaga menyebutkan saat ini sudah ada dua desa wisata di Indonesia yang dinilai terbaik di tingkat dunia, yakni Desa Wisata Nglanggeran di Yogyakarta dan Desa Wisata Panglipuran di Bali.


Bila kita telaah secara mendalam, sesungguhnya inilah bentuk kemalasan negara dalam meningkatlkan pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan meninggalkan pengolahan sumber-sumber strategis. Kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dijadikan sebagai alasan. 

 

Apalagi pariwisata lebih banyak resiko sosial dibandingkan keuntungan materi, seperti ancaman adanya liberalisasi dan eksploitasi alam, budaya, dan gaya hidup. Kemandirian desa sedang diupayakan terwujud, namun hal itu tetap berpotensi dengan masuknya investor yang dapat menjerat desa. Investasi ini  jelas akan menguntungkan para pengusaha.  Sementara rakyat dibiarkan dengan risiko-risiko yang membahayakan kelangsungan hidupnya dengan keuntungan materi yang tak bermakna.


Dalam hal ini, lagi-lagi negara mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pelindung rakyat. Alih-alih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa yang berasaskan kemandirian, nyatanya malah mengabaikan kesejahteraan rakyat. Dengan menargetkan banyaknya pembentukan desa wisata, tentu semakin banyak pula eksploitasi yang terjadi didalamnya. 


Sumber daya alam yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat tanpa disadari perlahan-lahan akan jatuh ke tangan pengusaha dan pihak asing, begitu pula dengan budaya dan gaya hidup yang otomatis akan mengalami perubahan secara drastis.


Harusnya, bila pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada, membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya agar stabilisasi ekonomi rakyat tetap terjaga. Bukan malah mengeksploitasi rakyat dengan pembentukan desa wisata. Pembentukan desa wisata hanyalah jalan pintas yang sesungguhnya membodohi rakyat yang berkedok pertumbuhan ekonomi. Padahal, sama sekali tidak ada korelasi antara pembentukan desa wisata dengan pertumbuhan ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan.


Inilah yang terjadi bila sistem kapitalisme menguasai negeri ini. Rakyat selalu dimanfaatkan oleh negara yang berimbas pada rakyat sendiri yang menjadi korban atas kelalaian penguasa terhadap tanggung jawabnya. Penguasa hanya berfokus pada kepentingan oligarki dan tak peduli akan nasib rakyatnya.


Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam melalui sistem pemerintahan Khilafah akan mengoptimalisasi sumber daya strategis termasuk sumber daya alam  untuk meningkatkan pemasukan negara yang akan memberikan hasil yang jauh lebih besar.  Di sisi lain, masyarakat akan terjaga kehidupannya karena negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Negara akan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya tanpa terkecuali dan memberikan pelayanan dan fasilitas gratis kepada masyarakat dalam berbagai hal. 


Oleh sebab itu, tak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak menggunakan sistem Islam dalam kehidupan karena hanya Islamlah satu-satunya sistem yang dapat mendatangkan kesejahteraan dan keberkahan dalam kehidupan rakyat yang akan membawa pada ketenangan.


Wallahu a'lam bishshowaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post