Oleh Unie Khansa
Praktisi Pendidikan
Ibu adalah bidadari surgaku. Ibu adalah tempat kembaliku saat hatiku gundah gulana. Ibu adalah segalanya bagiku. Sepertinya ungkapan-ungkapan itu nyaris tiada artinya saat ini.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita-berita tentang kesadisan seorang ibu terhadap anaknya yang seharusnya disayangi dan dilindungi. Sungguh sangat miris dan hampir tak masuk akal, begitu tega ibu terhadap buah hatinya. Semua itu membuat kita mengelus dada. Seperti tindakan yang dilakukan seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung yang tega membunuh bayinya yang baru lahir karena merasa tidak akan sanggup membiayai kehidupannya sebab ia dan suaminya hanya buruh. (media online Kumparannews, 24 Januari 2024)
Kalau kita telusuri masih banyak kisah-kisah pilu tentang seorang ibu yang tega menghabisi nyawa anaknya yang jelas-jelas adalah buah hatinya. Seharusnya seorang ibu sangat menyayangi anaknya. Jangankan kepada anaksendiri sebagai darah daging, kepada anak orang lain saja bahkan kepada hewan sekalipun sewajarnya seorang ibu akan menunjukkan kasih sayang karena fitrah keibuan yang dimilikinya. Namun kenyataannya, tidaklah demikian.
Mengapa bisa demikian? setega itu, seorang ibu terhadap anaknya? Semua dikarenakan tingginya beban hidup yang dipikul seorang ibu menjadi salah satu penyebab matinya fitrah keibuan. Bagaimana tidak berat beban seorang ibu, dia harus selalu memenuhi kebutuhan anggota keluarganya terutama untuk pangan. Seorang ibu tidak bisa mengatakan tidak ada makanan kepada suami atau anaknya. Sementara, harga-harga bahan pokok melambung tinggi sedangkan pemasukan sangat minim.
Belum lagi biaya pendidikan anak-anaknya yang tidak sedikit. Apalagi kalau ada salah seorang anggota keluarga yang sakit. Ditambah lagi tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu makin terbebani untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Menjadi lengkaplah sudah derita seorang ibu. Jadi, tidak heran kalau seorang ibu kehilangan fitrah keibuannya dan berubah menjadi sosok yang sadis, berani melenyapkan nyawa buah hatinya.
Selain itu, lemahnya iman juga mendorong seseorang–dalam hal ini seorang ibu–bertindak tidak manusiawi, tidak menghiraukan benar atau salah menurut syariat. Cenderung menurutkan hawa nafsunya.
Lebih luas lagi, lemahnya kepedulian masyarakat. Masyarakat sudah individualis, tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Hal yang penting saya kenyang; saya senang; penderitaan orang lain bukan urusan saya. Ditambah lagi tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Negara lebih fokus pada pembangunan fisik, seperti: jalan tol, proyek strategis nasional, dsb. Pada dasarnya lebih untuk kepentingan segolongan orang saja. Bahkan demi hal-hal tersebut rakyat banyak dikorbankan.
Hal itu terjadi karena negara menerapkan sistem kapitalisme, Semuanya diukur dengan materi. Hal yang akan mendatangkan keuntungan itulah yang diutamakan. Tak peduli rakyat dirugikan atau dikorbankan. Pada sistem ini, hal yang tidak mendatangkan cuan akan diabaikan, misalnya upaya menyejahterakan rakyat. Upaya menyejahterakan rakyat tidak mendatangkan keuntungan malah harus mengeluarkan beaya. Karenanya, tidak diperhatikan. Pada sistem kapitalisme ini, rakyat harus berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhannya. Sungguh miris.
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan rakyat, terutama ibu dan anak. Ibu dan anak adalah tanggung jawab kepala kelurga maka dengan sistem yang dianutnya Islam akan membuat setiap kepala keluarga dapat memenuhi kewajibannya memenuhi nafkah keluarga apakah dengan menyediakan lapangan pekerjaan atau menyiapkan lahan pertanian yang akan digarap oleh rakyat.
Bahkan dalam Islam orang memiliki keterbatasan fisik nafkahnya ditanggung oleh negara. Sehingga dengan demikian Islam sangat memerhatikan kesejahteraan masyarakat individu per individu, bukan per keluarga. Selain itu, dalam sistem Islam dukungan masyarakat sangat tinggi karena masyarakat merupakan satu kesatuan sehingga di antara mereka saling membantu, saling menolong, dan saling menguatkan. Manakala ada warga yang mengalami kesulitan warga lain pasti akan membantunya.
Dalam sistem Islam, dukungan negara pun sangat baik terhadap kesejahteraan rakyat. Antara lain sistem ekonomi dan politik, Islam mengarahkan semuanya untuk mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Di sistem ekonomi Islam, semua regulasi baik pertanian, perdagangan, dan perindustrian semua ditujukan untuk kesejahteraan rakyat individu per individu.
Tidak akan ada kongkalingkong antara penguasa dan pengusaha yang akan merugikan rakyat. Karena, semua pemangku jabatan meyakini bahwa semua kebijakan dan perbuatannya dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sungguh, Islam sangat sempurna mewujudkan dan mengutamakan kesejahteraan umat individu per individu.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment