Bansos dalam Kapitalisme, Alat Mengambil Suara Rakyat

 



Oleh Haryani 

Aktivis Dakwah Kampus


Program bantuan sosial untuk rakyat (Bansos) dari pemerintah hari ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Di karenakan pemberian Bansos dilakukan menjelang Pemilu makin masif terlebih lagi dilakukan oleh Presiden dan beberapa Menteri yang justru menjadi tim kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden  Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. 


Dilansir dari media online finance.detik.com, Sederet bantuan sosial (bansos) telah digelontorkan pemerintah mendekati waktu Pemilu 2024. Bansos-bansos ini dinilai banyak pihak memiliki muatan politik yang kuat untuk mendongkrak suara salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Tercatat sudah ada bantuan pangan beras 10 kilogram (kg), bantuan langsung tunai (BLT) El Nino Rp200 ribu per bulan. Terbaru, BLT mitigasi risiko pangan untuk 3 bulan sebesar Rp200 ribu per bulan. Dana tersebut akan dibagikan secara total Rp600 ribu pada Februari ini. 


Menurut Jokowi, bansos yang diberikan juga sama sekali tak ada kaitannya untuk dipolitisasi sebagai keuntungan pada paslon tertentu dalam Pemilu 2024. Pasalnya bantuan sosial itu banyak diberikan jauh-jauh hari sebelum Pemilu 2024, bahkan ada yang sudah diberikan sejak September tahun lalu.


Menghalalkan Segala Cara untuk Berkuasa 


Praktek curang menjelang Pemilu sudah biasa terjadi, ini di karenakan sistem demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku. Apalagi sistem ini jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan, di sisi lain rendahnya pendidikan dan kesadaran politik serta kemiskinan membuat masyarakat mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, dengan di iming-iming materi.  


Beginilah kondisi ketika kemiskinan menjadi problem kronis sebuah negara.  Seharusnya negara betul-betul menuntaskan kemiskinan. Dan tidak mengambil manfaat dari kondisi masyarakat yang miskin untuk mendulang suara.


Menyelesaikan Masalah Kemiskinan


Sesungguhnya masalah kemiskinan dalam sistem demokrasi adalah masalah struktural, salah pengelolaan kekayaan umum milik publik yang diserahkan kepada segelintir orang, seperti penyerahan sumber daya alam baik berupa tambang dan laut yang di kelola oleh para kapitalis. Walhasil, masayarakat harus berusaha keras memenuhi kebutuhan hidupnya disamping bahan pokok yang kian meningkat. Oleh karenanya, rakyat butuh langkah tegas pemerintah untuk menghentikan dominasi swasta dalam pengelolaan sumber daya alam yang terkategori milik umum. Sikap tegas ini tidak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme, karena kapitalisme justru mendorong liberalisasi pengelolaan sumber daya alam.


Hanya sistem Islam yang tegas melarang swasta menguasai sektor kepemilikan umum. Selanjutnya khilafah akan mengelola kekayaan alam tersebut secara mandiri dan mengembalikan kekayaan milik umum tersebut pada rakyat, baik dalam bentuk produk jadi (misalnya BBM), maupun layanan publik (kesehatan, pendidikan, dan keamanan gratis berkualitas).


Selain itu, negara melalui sistem pendidikan serta informasi dan komunikasi (infokom) akan mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam, termasuk kriteria dalam memilih pemimpin. Dengan demikian, umat akan memiliki kesadaran tentang kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin Islam.


Di sisi lain, seorang muslim yang menjadi pemimpin di dalam sistem Islam (khilafah) jelas terjamin kualitas keimanan dan ketakwaannya kepada Allah sehingga tidak akan melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, ia juga memiliki kompetensi yang teruji sehingga tidak perlu melakukan pencitraan semata agar disukai rakyat. Dengan sendirinya rakyat akan mencintainya karena keimanan, ketakwaan, dan kompetensi kepemimpinannya.


Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post