Oleh Sri Nurhayati, S.Pd.I
Praktisi
Pendidikan
Bank emok
dan pinjaman online (pinjol) sejak kemunculannya sering mendatangkan
permasalahan bagi para penggunanya. Tak hanya itu, sering juga menjadi
pengganggu orang terdekat atau yang kenal dengan pengguna, jika para
penggunanya memiliki masalah dalam menyelesaikan tunggakannya.
Bahkan,
bank emok dan pinjol ini sering menjadi sumber keluhan yang diterima
kepolisian. Keluhan ini mayoritas dari kalangan ibu-ibu. Selain itu, jerat bank
emok dan pinjol ini merupakan hal yang membahayakan bagi kesejahteraan rakyat.
Keberadaan keduanya telah menghantui hidup masyarakat, terutama di Jawa Barat,
khususnya daerah Kabupaten Bandung.
Praktik bank emok
misalnya masih ditemukan di sejumlah daerah di Jawa Barat, termasuk di daerah
penulis tinggal pun (Rancaekek) masih banyak ibu-ibu yang terlibat dengan bank
emok ini. Di daerah Jawa Barat sendiri tercatat ada 1,8 juta dari 6,5 juta
pelaku UMKM yang terjerat bank emok.
Keberadaan bank
emok dan pinjol memang telah mengganggu. Namun, tak bisa dipungkiri keduanya
masih diminati oleh masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit,
adanya pinjaman yang prosesnya mudah seperti bank emok dan pinjol ini dianggap
bisa membantu mereka menutupi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan finansialnya.
Oleh karena itu,
yang menjadi para pelanggan pinjaman mayoritasnya adalah kalangan ibu-ibu.
Karena, mereka sebagai pengatur kebutuhan keluarga seolah mendapatkan solusi untuk
menutupi kebutuhan keluarganya. Namun, sayang solusi yang diambil justru
menambah beban masalah dalam kehidupan mereka.
Tak hanya para
ibu-ibu yang menjadi korban jeratan pinjaman ini, para generasi muda pun tak
luput menjadi korban. Pinjaman online ternyata telah menyasar para generasi
muda. Menurut Data Asosiasi Fintech Pendanaan
Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap, 60% pengguna pinjol adalah anak muda
berusia 19-24 tahun.
Bahkan skema pinjaman online ini telah
ditawarkan oleh salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Pasalnya rektor
perguruan tinggi itu menawarkan para mahasiswanya untuk memakai skema pinjol
ini untuk membayar biaya kuliahnya.
Sungguh, ini
adalah suatu kondisi yang memprihatinkan. Keberadaan bank emok dan pinjol telah
nyata menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat. Pinjaman berbasis riba
terbukti berkontribusi dalam menambah beban mental masyarakat. Tidak sedikit
kasus utang piutang berujung
depresi hingga bunuh diri. Namun,
ternyata keberadaannya masih diminati, bahkan pemerintah
terkesan diam, padahal kasus ini bukan satu dua kali terjadi. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Mekanisme
peminjaman uang yang mudah membuat masyarakat mudah tergiur. Kondisi ekonomi
yang makin sulit ditambah gaya hidup yang konsumtif, dengan adanya pinjaman
online seolah menjadi angin segar dan membuat hasrat belanja mereka makin
menjadi.
Kondisi seperti
ini merupakan peluang bagi mereka para kapitalis untuk menguasai sumber daya
keuangan rakyat, terutama pada mereka yang ada pada ekonomi menengah ke bawah.
Karena, bisnis pinjol ini adalah perputaran uang untuk memproduksi atau
menghasilkan uang bagi mereka.
Bahkan, pinjol
sendiri sesungguhnya menjadi alat untuk meningkatkan daya beli, sehingga bisa mendongkak
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dianggap suatu yang menguntungkan pemerintah dari
sisi yang lain. Karena, dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan menjadi
sumber pemasukan bagi negara berupa pajak.
Oleh karena itu,
hal yang wajar jika keberadaan bank emok dan pinjol ini mengganggu. Tetapi
tetap diminati serta keberadaannya masih eksis sampai sekarang. Sebab, hal ini tak
lepas dari sistem yang diterapkan di tengah-tengah justru yang menciptakan
keberadaan bank emok dan pinjol ini.
Kapitalisme yang
telah melahirkan aturan ekonomi yang membawa keterpurukan bagi masyarakat serta
telah melahirkan perilaku hedon dan konsumtif sebagai gaya hidup mereka menjadi
lahan segar bagi para kapitalis menjalankan bisnis peminjaman uang mereka.
Saatnya
Kita Campakkan Sistem Rusak
Kapitalisme sudah
terbukti sebagai sistem rusak dan merusak tatanan kehidupan manusia. Masalah
demi masalah muncul dalam penerapan sistem ini. Sudah saatnya kita mencampakkan
sistem rusak ini serta beralih pada sistem aturan yang mampu membawa perubahan
kehidupan manusia yang penuh dengan kesejateraan dan keberkahan.
Allah Swt. yang
menciptakan kita, sesungguhnya telah memberikan kita sistem aturan yang mampu
mewujudkan kesejahteraan dan keberkahan hidup kita, tak hanya di dunia tapi di
akhirat kelak. Sistem aturan yang telah diberikan kepada kita melalui Nabi
Muhammad saw., yakni sistem Islam.
Islam sebagai
pedoman hidup, tak hanya memiliki aturan yang mengatur urusan manusia dengan
tuhannya (hablu minallah), tapi
mengatur juga hubungan manusia dengan sesama manusia (hablu bi nannas), serta mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri (hablu bi nafs).
Seperti dalam memenuhi kebutuhan manusia, Islam
telah mengatur bagaimana kita
memenuhi kebutuhan kita. Islam memandang pentingnya
memahami hal-hal yang menjadi kebutuhan, begitu pula yang menjadi keinginan.
Islam telah mengajarkan manusia untuk
menjauhi sifat boros dan foya-foya. Membeli sesuatu, tetapi bingung saat akan
menggunakannya adalah ciri manusia konsumtif. Islam jelas memerintahkan kaum
muslim untuk menjauhi hal ini. Allah
Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra: 27).
Sifat boros merupakan perilaku yang buruk, karena dia bisa menghantarkan
perilaku buruk lainnya. Seperti berutang untuk suatu yang tak penting, atau
hanya sekadar untuk memenuhi keinginan semata.
Sesungguhnya, pinjam
meminjam dalam kehidupan bermasyarakat merupakan suatu yang lumrah terjadi.
Saling meminjamkan uang (tanpa bunga tentunya) merupakan bagian dari tolong
menolong sebagai insan manusia. Hal ini telah diatur dalam Islam sebagai bagian
dalam hubungan manusia dengan sesama manusia.
Adapun peminjaman
seperti bank emok atau pinjol merupakan suatu yang dilarang dalam Islam.
Karena, keduanya merupak aktivitas yang mengandung ribawi. Seperti adanya tambahan
yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman (qardh) seperti bunga, denda, dan biaya
administrasi.
Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan
(ziyâdah masyrûthah) ini tidak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan
dengan tegas dalam syariat Islam. Firman Allah Swt., “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.” (QS
al-Baqarah : 275)
Selain
itu, jika kita melihat secara faktanya keduanya pun memiliki bahaya
(dharar) yang dialami oleh peminjam. Seperti adanya penagihan pinjaman yang
disertai intimidasi dan teror,
penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan bunga
yang tinggi (khususnya pinjol ilegal).
Padahal
syariat Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya (dharar) dalam segala
bentuknya, sesuai sabda Rasulullah saw.,
”Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri
sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (lâ dharara wa lâ
dhirâra). (HR Ahmad)
Karena, utang menurut Islam hanya untuk ta’awun
(tolong-menolong). Utang
menjadi haram jika di dalamnya ada
riba sebagai bagian dalam
mencari laba. Oleh karena itu, jika
ada yang berani melakukan aktivitas riba, akan ada sanksi dari negara.
Islam dengan
seperangkat aturannya ini mampu menjaga kita dari jeratan bank emok dan pinjol
ini. Penerapan Islam secara menyeluruh dalam sebuah bingkai negara akan mampu
memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat.
Islam mewajibkan
negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, negara pun menjaga
individu masyarakat agar ada dalam ketakwaan dan menjauhi gaya hidup hedon yang
penuh dengan berfoya-foya. Sehingga, kita tak terguna dan terjerat dalam
pinjaman ribawi seperti bank emok dan pinjol.
Wallahualam
bissawab
Post a Comment