OLEH AGUSTINA, S.E
Penggiat Literasi dan Aktivis Pendidikan
Anakmu Masa Depanmu
Kelahiran buah hati adalah momen yang tunggu-tunggu oleh siapapun. Sebab, menjadi penyejuk hati kedua orang tuanya.
Rasa lelah menjalani rutinitas keseharian sirna seketika tatkala celotehan anak menghiasi kala senja menuju peraduannya.
Tak bosan-bosannya
tawa dan tangismu menjadi penyayat hati menanti masa depan yang indah.
Tingkah polah kian
hari semakin terkagumkan, sebagai bahan untuk memulai diskusi dari dua insan
yang mulia.
Dua insan yang
beritikad dan berazam akan menjadi penentu masa depanmu.
Tak peduli peluh
bercucuran menghiasi raut muka yang sudah mulai usam menuju batas usia.
Yang terpenting kau wahai buah hatiku, bisa membuat kami tersenyum dimasa
penantian yang tak akan ada lagi yang bisa menjadi penyejuk hati kecuali
baktimu yang tulus ikhlas menyertai penghabisan batas usia yang semakin
bertepi.
Sebuah harapan
yang tak terbendung oleh asa dan rasa menjadi bahan untuk diperadukan disetiap
lantunan doa yang dipanjatkan.
Keshalehanmu nak!
Menjadi sebab munajat doa dari lisan yang tak pernah berhenti mengingat-Nya..
Perah Keringat untuk Kesuksesanmu
Pagi yang cerah di
kala mentari mulai mengintip di balik tebalnya kabut menjadi saksi akan
keseriusan dan kasih sayang kami menjadi orang tua.
Bukanlah suatu
yang harus disesali menjadi orang tua, tetapi kami maknai sebagai bentuk
ikhtiram (penghormatan) dari dzat yang mulia pemilik kehidupan ini.
Tak akan pernah
terbesit di benak, rasa menyesal telah menjadi orang tuamu, sebab tak semua
manusia diberikan kesempatan ini.
Terpatri di jiwa
sebuah tanggung jawab untuk menjadikanmu manusia yang sesungguhnya. Manusia
yang hidup bukan asal hidup, melainkan manusia yang menjalankan perannya
sebagai Khalifah di muka bumi.
Beratkah semua
ini? Ya sangat berat. Bukan tanpa sebab, tapi karena sebuah kondisi yang
memungkinkan semuanya jadi berat.
Kondisi dimana
kamu, dan kita semua menjadi budak dari kebiadaban yang selama ini
dipertontonkan oleh para elit. Yang hanya menebar cinta palsu tatkala pesta
lima tahunan berkunjung menghampiri.
Ego mereka telah
merampas tak sedikit masa depan seusiamu. Alhasil, menjadi sampah peradaban
yang tak kunjung lenyap di telan masa.
“Nak, apa yang
kami lakukan tiap hari hanya sebatas supaya kamu tersenyum di kemudian
hari. Tak perlu kau memikirkan bagaimana kau berbalas kasih kepada kami, cukuplah
giatmu di dalam mempersiapkan hari esok nan cemerlang menjadi penawar”.
Biar tubuh ini
yang sudah mengaus menjadi penopang kebutuhanmu di masa depan.
Menepis Malu, untuk Hidup Wahai Anakku
Tak ada sedikitpun
malu, walaupun harga diri dipertaruhkan.
Silih berganti
menghampiri akan sebuah kewajiban yang belum terpenuhi.
Datang langsung
mengetuk pintu, seraya salam terucap jua.
Atau melalui
handphone yang ada di genggaman.
Namun semuanya
kami penuhi dengan bertutur, “mohon maaf belum ada”.
Ridho Tuhanlah
menjadi tumpuan akan sebuah pengharapan.
Jiwa Rapuh
Berbalut Tegar
Di balik tegarnya
jiwa kami, tersimpan jiwa yang rapuh menanti sebuah keajaiban akan keberhasilan
hidup.
Namun, kami tak
kuasa untuk bertaut berbagi rasa.
cukuplah engkau
wahai buah hatiku menjadi pelipur lara.
Yang Tak
Diharapkan
Namun, disetiap
munajat doa kami lantunkan akan sebuah pengharapan.
Pengharapan yang
kami perlukan di masa penantian.
Ketika sekujur
tubuh sudah tidak berdaya.
Ketika lisan sudah
tidak lugas di dalam berucap.
Cukuplah engkau
wahai buah hatiku menjadi tempat kami menuai di masa penantian.
Tak kuasa untuk
membayangkan, sikap aroganmu silih berganti mencabik jiwa ini.
Tak kuasa, tak
berdaya, kalau semua itu menyeruak di jiwa kamu.
Tubuh ini rapuh
nak, tak kuasa kalau kau juga menambah beban kami.
Belaianmu yang
kami harapkan, bukan cacian yang menghunus.
Mungkin suatu saat
kami sudah tak sanggup lagi untuk berpikir, tak jelas untuk berucap merangkai
sebuah kata.
Jangan sekali-kali
kau membentak mengahardik kami.
Biar kami kembali
kekondisi permulaan tumbuh sebagai manusia, yang terlahir bersih masa
kanak-kanak.
ciumlah kening ini
nak, cium dan peluklah kami.
Selimutilah tubuh
renta ini layaknya anak mungil bergestur dewasa.
Jangan kau jauhkan
perhatianmu dari kami, karena sesungguhnya inilah yang paling diharapkan dari
penantian panjang yang dirindukan.
Sesekali tubuh ini
merasa sakit nak.
Kami tak kuasa
bertaut rasa dibalik kehidupan yang indah bersama istri dan anak-anakmu.
Kami pun tak
sanggup bertutur meminta belas kasihanmu untuk membawa kami berobat.
Namun, kami hanya
berpesan cukuplah perhatian yang akan mengerakkan sanubarimu untuk beritikad.
Kami tak akan
pernah bertutur untuk menjelaskan pengorbanan kami untukmu.
Karena engkau tak
akan kuasa untuk membalasnya.
Namun, di balik
itu semua tersimpan pengharapan besar akan baktimu.
Kau siap siaga tak
perlu disuruh untuk menunaikan kewajibanmu sebagai buah hati yang diharapkan.
Kau siap
mengorbankan waktu istirahatmu untuk menemani tubuh yang renta ini berbaring
lemas di ruangan yang sangat dibenci oleh semua orang.
Sesekali rasa
lapar dan haus silih berganti menghampiri, kau siap untuk memberi.
Sungguh rasa
bahagia menyelimuti kami.
Karena pengorbanan
kami selama ini tak terbalaskan tuba.
Perpisahan untuk Kembali
Usia diabatasi
waktu, pengharapan dibatasai hasil.
Masa itu pun akan
menghampiri.
Inilah penjelasan
dari kalam ilahi, bahwa semua manusia akan meninggalkan alam yang penuh
sandiwara ini.
Sebelum masa ini
menghampiri, genapkanlah itikad baikmu untuk kami.
Karena semua akan
berbalik pada apa yang akan kamu terima kelak.
Semua maksud baik
yang engkau relakan untuk kami tak akan menjadi apa-apa.
Semuanya akan
berakhir dan salah satu pintu Syurga untukmu tertutup.
Pengorbanan yang
Tak Terbalaskan, Tatkala Orang Tua Sudah Tiada
Maksud hati ingin
membahagiakan orang tua pupuslah sudah, tak ada gunanya semua sudah terlambat.
Ratapan yang
hinggap di benakmu tak akan merubah sedikitpun ketentuan yang sudah Allah SWT
tetapkan.
Seberapa hebat kau
menangis diatas penyesalan, tidak akan berbuah apa-apa.
kami sekarang
sudah tenang menunggu hari pembalasan.
Tak ada yang kami
perlukan sekarang kecuali doa yang engkau panjatkan disetiap waktu.
Keshalehanmu yang
menjadi tumpuan kami sekarang.
janganlah pernah
kau sia-siakan kesempatan yang Allah SWT berikan kepadamu.
Seperti masa
dimana kami masih berada dipangkuanmu.
walaupun baktimu
tak sesempurna yang diharapkan, namun rasa ini tak akan berkurang walaupun
nanti dikehidupan sesungguhnya kita tak berjumpa.
Entah siapa yang
akan menyesal nak? yang pasti Gusti Allah ridha apabila orang tua ridha kepada
anaknya
Post a Comment