Utang Ribawi Menurut Islam

 


Oleh  Juwita 

Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Muslimah


Memasuki tahun baru 2024. Rakyat Indonesia di hadapkan pada persoalan besar ekonomi. Salah satunya utang negara yang makin membengkak. Hingga 30 November 2023, utang tersebut mencapai Rp8.041,01 triliun. Sejumlah ekonomi mencatat posisi utang sektor publik, termasuk didalamnya utang pemerintah, di perkiraan bisa tembus Rp18 ribu triliun hingga Rp20 ribu triliun.


Total uang pemerintahan Jokowi sejak 2014, atau ketika mengawali jabatan kepresidenan, sudah membengkak sebesar Rp5.431,21 triliun. Pemerintah selalu berdalih bahwa utang masih dalam kondisi masih aman. Padahal akhir tahun lalu bank dunia telah mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga telah menjadikan ancaman terhadap utang di semua negara berkembang. Apalagi menurut perkiraan. INDEF, pertumbuhan ekonomi RI hanya berada di level 4,8 persen.


Utang selama ini ditarik oleh pemerintah tentu adalah utang ribawa. Meski sudah jelas demikian, Menkeu Sri Mulyani pernah berkilah bahwa semua negara di dunia, termasuk dunia Islam, juga berutang untuk mengelola negaranya, seperti Saudi, UAE, Qatar, Tunisia, Maroko, Pakistan, Afganistan, Kazakhstan. Utang katanya bukanlah stigma. Bahkan jika suatu negara tidak berutang akan ada persoalan infrastruktur hingga masalah pendidikan. Menkeu tidak mau menyamakan riba dengan pinjaman atau utang. Menurut dia, Al-Qur'an juga membolehkan utang piutang "Yang disebut praktisi pinjaman, tetapi yang masih prudent. Dalam Al-Qur'an pinjam-meminjam itu boleh, tetapi harus diadministrasi, dicatat dengan baik, digunakan secara hati-hati," katanya.


Pernyataan Menkeu Sri Mulyani sama sekali tidak mendasar. Utang-piutang yang memberikan manfaat bagi pihak pemberi utang adalah riba dan haram. Sekecil apapun manfaat atau keuntungan berupa materi atau jasa yang dihasilkan dari utang, baik secara paksa atau sukarela, adalah riba nasi'ah yang jelas keharamannya. Allah SWT. berfirman, "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian disebabkan karena mereka berpendapat bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (TQS Al-Baqarah [2]: 275)


Rakyat harus menyadari bahwa utang ribawi adalah beban berat untuk negeri ini, bunga utang atas riba yang harus dibayar oleh pemerintah juga mencekik. Untuk rakyat bunganya juga sudah menghabiskan 14,14 % APBN. Besaran utang dan bunganya yang harus dibayar oleh negara jauh lebih besar dibandingkan dengan subsidi untuk rakyat. Seperti subsidi LPG, BBM, BLT, dsb. Misalnya hanya berjumlah Rp146,9 triliun. Bunga utang itu juga lebih besar di bandingkan dengan anggaran kesehatan untuk rakyat. Yang hanya berjumlah Rp185,5 triliun. Selama ini pemerintah mengklaim subsidi rakyat menjadi beban APBN. Padahal utang dan bunganyalah yang  menjadi beban utama APBN.


Sistem Islam mempunyai cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah utang. Dikutip dari buku Peradaban Emas Khilafah Islamiyah Karya KH. Hafidz Abdurrahman, MA yang harus ditempuh antara lain : 


Pertama, utang luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah sebelumnya dengan utang yang dilakukan oleh pihak swasta harus dipisahkan. Karena menyangkut siapa yang berkewajiban untuk membayar utang.


Kedua, negara membayar sisa cicilan utang luar negeri hanya pokoknya saja, tidak meliputi bunga, karena syariat telah jelas mengharamkan.


Ketiga, negara akan menempuh beberapa cara untuk meringankan beban pembayaran utang. 


Keempat, utang yang ada sebelumnya akan dibayar dari hasil mengambil seluruh harta kekayaan yang dimiliki secara tidak sah oleh penguasa sebelumnya beserta kroni-kroninya. Deposito mereka yang melimpah di bank luar negeri akan dijadikan jaminan oleh negara bagi pembayaran sisa utang luar negeri.


Kelima, utang yang dilakukan oleh swasta dikembalikan kepada mereka dalam pembayarannya. Misalnya, menyita atau menjual aset perusahaan yang mereka miliki. Jika jumlahnya masih kurang, negara akan menyita harta kekayaan dan deposito para pemilik perusahaan sebagai garansi pembayaran utang luar negeri mereka.


Utang ribawi dengan alasan apapun adalah haram. Perbuatan para pemimpin negeri muslim yang menarik utang riba jelas termasuk dosa besar. Apalagi utang ribawi tersebut menimbulkan bahaya (dhanar) terhadap kaum muslim. Misalnya saja mengakibatkan penguasa wilayah dan kekayaan alam oleh pihak asing pemberi pinjaman. Utang ribawi juga menyebabkan kaum muslim berada dalam kendali negara pemberi utang. Rusaknya ekonomi negara dan jeratan utang ribawi yang mencekik tidak akan selesai hanya dengan pergantian kepemimpinan. Tetapi diperlukan pula penerapan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan dalam institusi khilafah. Bukan dalam demokrasi dan kapitalisme.


Penyelesaian secara menyeluruh ini akan melepaskan cengkraman  negara-negara kapitalis atas negeri Islam. Sekaligus memutus ketergantungan kronis yang membahayakan eksistensi negeri Islam. Hasilnya, kepercayaan diri kaum muslim akan terpancar dan mereka sadar akan kemampuan dan kekayaan yang dimiliki negerinya amatlah besar. Namun, semua ini hanya bisa dilakukan tatkala sistem Islam telah diterapkan secara sempurna.


Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post