(Pegiat Literasi)
Menurut Direktur Pinjaman dan Hibah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Lisa Lestari mengatakan jika pinjaman pemerintah masih terkendali baik luar maupun dalam negeri, bahkan masih dalam posisi aman dan wajar. Dilansir dari gatra pada 31/12/2023, posisi utang pemerintah secara keseluruhan per 30 November 3032, adalah Rp8.041,01 triliun. Dengan didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.048,03 triliun atau 88,61% dari total utang negara. Dan pinjaman sebesar Rp916,03 triliun atau 11,39% dari total utang negara. Pinjaman tersebut digunakan untuk pembiayaan defisit APBN, sekaligus membiayai proyek-proyek prioritas secara langsung.
Hal senada disampaikan oleh ekonom Universitas Brawijaya Malang, Hendi Subandi. Ia menganggap utang luar negeri Indonesia masih tergolong aman. Karena utang Indonesia merupakan utang yang produktif, yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur jangka panjang, sehingga memberikan dampak positif. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) per 30 November 2023, naik menjadi 38,11% dari bulan sebelumnya, yaitu 37,95%. Menurut Hendi lagi, jika dilihat dari rasio utang Indonesia, sejumlah negara di Asia Tenggara justru memiliki rasio utang yang lebih besar.
Utang Menyengsarakan Rakyat
Statemen utang terkendali dan berdampak positif bagi Indonesia ke depannya, merupakan statemen berbahaya. Karena utang pada negara lain hanya membuat ketergantungan pada negara asing dan sewaktu-waktu dapat membahayakan kedaulatan negara. Dunia akan selalu memberikan penilain positif terhadap utang negara karena paradigma yang dipakai adalah kapitalisme. Utang suatu negara yang banyak tentu saja akan membuat negara tersebut akan tersandera pada si pemberi pinjaman. Terlebih lagi jika suatu negara sudah tidak mampu membayar utangnya, dan hanya mengandalkan pinjaman baru lagi untuk menutupi utang beserta bunganya. Tentu kita sudah bisa menebak ke mana arah negara jika sudah tersandera utang.
Utang negara yang tinggi tentu akan memerlukan pendapatan yang lebih banyak lagi. Baik untuk membiayai APBN maupun untuk membayar utang beserta bunganya. Pada negara kita Indonesia, yang menggunakan sistem kapitalisme, di mana deposit tambang yang berlimpah telah diserahkan pada swasta untuk mengolahnya sehingga negara harus mencari cara lain lagi untuk mengisi kas negara. Salah satunya dengan menaikkan pajak dan membuat pajak baru. Siapa yang akan dipunguti pajak? Tentu saja rakyat. Beban pajak sepenuhnya ditanggung oleh rakyat. Bukan hanya kenaikan pajak yang ditanggung tapi juga pajak baru yang harus ditanggung. Semuanya demi bisa membayar utang yang terus bertambah setiap tahun. Sehingga utang yang dianggap untuk mensejahterakan rakyat tapi malah menyensarakan rakyat.
Utang Untuk Infrastruktur Bukan Untuk Kesejahteraan Rakyat
Tak dipungkiri infrastruktur memang merupakan icon kesuksesan suatu daerah maupun negara. Sehingga pembangunan infrastruktur terus digenjot, meskipun kebutuhannya belum mendesak. Hanya sekedar memuaskan nafsu kekuasaan. Tapi apalah arti dari kesuksesan karena pembangunan jika rakyatnya masih banyak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Seperti kesehatan, pendidikan, pangan yang murah, lapangan kerja dan lain sebagainya. Di mana hal ini lebih mendesak daripada pembangunan infrastruktur karena merupakan kebutuhan utama masyarakat. Infrastruktur memang diperlukan tapi lebih utama lagi kesejahteraan rakyat. Sehingga jika untuk pembangunan infrastruktur harus menggunakan dana yang bersumber dari utang, sebaiknya negara bisa menundanya dahulu, dan fokus saja terhadap kemaslahatan rakyat yang utama.
Sistem Ekonomi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, negara memainkan peran yang sangat penting. Negara mempunyai tanggungjawab untuk menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, layanan pendidikan, layanan kesehatan dan jaminan keamanan bagi setiap warganegaranya. Negara juga bertanggungjawab menciptakan suatu kondisi ekonomi yang stabil sehingga setiap warganegaranya dapat memenuhi semua kebutuhan pokok hingga kebutuhan pelengkapnya. Negara memenuhi kewajibannya dalam mensejahterahkan rakyatnya melalui pengelolaan kepemilikan umum dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan lainnya.
Adapun sumber-sumber pendapatan negara yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan operasionalnya ada beberapa jenis. Dalam segala pungutannya, negara hanya mengenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan untuk membayar. Tidak ada pungutan pajak kepada rakyat miskin sebagaimana pada negara kapitalisme. Adapun jenis pungutan yang dikenakan negara Islam kepada rakyatnya selain zakat, yaitu: Pertama Jizyah, yaitu punguntan terhadap warganegara laki-laki dewasa non-Muslim yang mampu membayar. Pungutan ini tentu saja jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pungutan untuk warganegara muslim. Kedua Usyur, yaitu pungutan yang diambil dari hasil tanah usyriyah (wilayah yang masuk ke Daulah Islamiyyah tanpa penaklukan). Besarannya adalah 1/10 dari nilai produksi jika menggunakan irigasi air hujan, dan 1/20 jika menggunakan irigasi buatan. Ketiga Kharaj, yaitu pungutan yang diambil dari tanah yang masuk menjadi bagian Daulah Islamiyyah melalui penaklukan (peperangan). Besaran pungutan tergantung dari kebijakan Khalifah.
Kaum non-muslim tidak membayar pungutan selain jizyah. Sedangkan pajak hanya dikenakan pada kaum Muslim yang mampu membayarnya. Itupun hanya dalam keadaan jika harta di baitul mal tidak cukup untuk membiayai berbagai fungsi dan pengeluaran yang diwajibkan atas Daulah Islamiyyah. Negara tidak diperkenankan memungut pajak kepada warganegara untuk kepentingan yang tidak diwajibkan syariat.
Adapun sumber pendapatan lain bagi negara, diantaranya yaitu: Pertama Fa’i, yaitu harta yang diambil dari tangan musuh tanpa peperangan. Kedua, Ghanimah, yaitu harta rampasan perang. Ketiga Khumus, yaitu 1/5 bagian dari ghanimah. Keempat Pendapatan dari harta milik umum, seperti sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam adalah pendapatan terbesar negara. Kelima Cukai yang dikenakan di perbatasan negara. Keenam Pendapatan dari harta milik negara, seperti tanah, bangunan dan lainnya. Ketujuh Rikaz, yaitu 1/5 bagian dari harta barang temuan atau barang tambang (yang jumlahnya terbatas). Kedelaapan Harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya tanpa ahli waris.
Semua pendapatan negara akan dikumpulkan di Baitu Mal, kemudian akan digunakan untuk mendanai berbagaimacam pos pengeluaran negara. Setiap alokasi dana yang dikeluarkan diputuskan berdasarkan pertimbangan Khalifah dan ijtihadnya, sehingga dana yang dikeluarkan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.
Segala pendapatan negara akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Jika negara terpaksa untuk berhutang untuk membiayai berbagai kebutuhan dan aktivitas negara, maka prioritas utama adalah berutang kepada warganegaranya yang kaya. Pembayaran utang negara juga tidak bisa dibebankan kepada rakyat, negaralah yang harus bertanggungjawab penuh terhadap utang yang telah ia lakukan. Wallahu a’lam.
Post a Comment