Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Begitulah seharusnya gambaran kaum muslimin. Tetapi, saat ini kondisinya berbanding terbalik. Ketika kaum muslimin di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia merayakan tahun baru dengan berbagai kemeriahan kembang api, ada kaum muslim di berbagai tempat sedang menderita.
Zionis Israel masih terus menyerang Gaza dengan brutal dan beringas. Serangan Israel dilancarkan dengan menggunakan artileri berat. Pesawat tempur Israel masih terus menyasar beberapa rumah sakit di Gaza dan melukai pasien Palestina. Dari informasi otoritas Hamas, penyerangan Israel pada malam tahun baru itu telah menewaskan 165 orang, dan 250 orang yang mengalami luka parah. (cnbcindonesia.com, 31/12/2023)
Begitu juga yang dialami oleh saudara-saudara muslim Rohingya yang diusir paksa oleh ratusan mahasiswa yang menyisakan trauma dan ketakutan bagi korban. Para muslim Rohingya tidak menyangka akan diperlakukan dengan tidak manusiawi seperti itu, padahal mereka saudara seiman. Rohmatun, salah satu pengungsi mengatakan, "Di Aceh, saya punya harapan untuk masa depan anak-anak yang lebih baik, karena di tempat sebelumnya di Kamp Cok Bazar, Bangladesh mendapatkan ancaman yang bertubi-tubi. Begitu juga, sebelumnya di kampung halamannya di Myanmar terjadi pembantaian besar-besaran. (bbc.com, 29/12/2023)
Umat Islam bagaikan satu tubuh, nyaris lumpuh saat ini. Sekat nasionalisme sebagai imbas diterapkannya sistem kapitalisme sekuler benar-benar telah menghapus rasa persaudaraan di antara umat. Paradoks kaum muslimin dalam bersikap nampak nyata. Pesta kembang api di tengah berkecamuknya perang di Gaza telah menyisakan kepedihan, juga penderitaan. Begitu juga penderitaan muslim Rohingya, tidak membuat mereka empati dan meninggalkan pesta kembang apinya.
Seiring waktu, kaum muslimin juga tidak lagi bersuara lantang untuk membela Palestina. Ditambah lagi, makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina. Begitu juga, penyikapan terhadap muslim Rohingya juga mulai terpecah. Padahal, negeri ini mayoritas muslim. Fakta ini menunjukkan abainya kaum muslimin terhadap saudaranya dengan alasan berbeda bangsa. Nasionalisme, sungguh telah menghapus ikatan akidah di antara mereka.
Allah Swt. telah menetapkan bahwa kaum mukmin itu adalah saudara. Islam berhasil menghapus berbagai perbedaan; ras, suku bangsa, warna kulit, dan status sosial. Ummah Wahidah (umat yang satu), telah Allah abadikan di dalam Al-Qur'an yang mulia.
Seharusnya, umat harus diingatkan kembali tentang hadis yang agung bahwa, "Umat Islam bagaikan satu tubuh." Umat wajib menunjukkan pembelaan, pertolongan, dan sikap yang nyata dalam menolong saudara satu akidahnya sekalipun berbeda bangsa. Kaum muslimin berdosa jika membiarkan saudaranya tertindas. Hal tersebut bukan hanya merusak amal dan berdosa, namun akan mengundang ancaman Allah Swt.
"Orang-orang kafir itu, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika kalian (kaum muslim) tidak melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (TQS. Al-Anfal [8]: 73)
Maka, satu-satunya jalan untuk menyatukan kembali umat Islam dalam satu ikatan akidah adalah terwujudnya khilafah. Ketiadaan khilafah membuat umat Islam terpecah, dan terzalimi. Umat juga harus dipahamkan, bahwa Islam dan umatnya akan terhina selamanya tanpa khilafah. Oleh karena itu, tegaknya khilafah harus terus diperjuangkan dan diserukan oleh seluruh kaum muslimin.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment