(Aktivis Dakwah)
Salah satu isu yang terus ada khususnya ketika bulan Desember tiba , adalah isu toleransi. Ketika mengucapka selamat Natal, membantu, memfasilitasi, terlibat langsung, dan menghadiri Perayaan Natal dan agama lain sering dikaitkan dengan sikap dan bukti toleransi.
Sebagai mana halnya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menghadiri dan memberikan sambutan saat diselenggarakanya Rakor Lintas Sektoral dalam rangka Pengamanan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Menag mengatakan pemerintah akan merayakan Natal Nasional tanggal 27 Desember 2023 yang diselenggarakan di Surabaya. Dan menghadirkan Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai Ketua Umum Natal Nasional di tahun ini.
Menurutnya Natal bukan hanya milik umat Kristiani, tapi milik seluruh agama dan bangsa Indonesia dan harusnya dirayakan bersama dengan bahagia, agar Natal bisa mencerminkan kebersamaan bangsa Indonesia.
Kemenag juga sudah melakukan koordinasi dengan tokoh-tokoh agama agar selama peringatan Nataru nanti, khutbah dan ceramah-ceramah yang disampaikan tokoh agama lebih bersifat moderat, memberikan pemahaman dan penguatan keberagaman umat.
moderasi bukan solusi
Tentu kita sepakati bahwa perdamaian, kerukunan, dan toleransi antar umat beragama di negeri ini harus terus dirawat dan dipertahankan. Oleh karena itu, segala potensi yang bisa merusak perdamaian, kerukunan, dan toleransi antar umat beragama harus dihilangkan. Namun demikian, solusinya bukan dengan sikap beragama secara moderat.
Karena hal ini menandakan bahwa sikap ini menganggap kedudukan Islam setara dengan Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya. semua agama itu benar, mengajarkan kebaikan dan sama-sama meyakini Tuhan serta surga yang sama. Dan Tentu saja, ini bertentangan dengan keyakinan umat islam dan merupakan keyakinan yang salah. Namun sekalipun bertentangan dengan ajaran Islam anehnya moderasi beragama ini terus saja dipromosikan dan dianggap dapat menjadi solusi bagi keberagaman serta toleransi antar umat beragama.
Perlu dipertanyakan sikap moderat ini sebenarnya solusi untuk siapa? Apakah untuk umat Islam? Padahal malah menjadi kerugian dan tidak memberi kebaikan apa pun bagi umat Islam. Malah dengan adanya moderasi beragama ini banyak dari syariat Islam yang dibenturkan dengan konsep dan pemikiran selain Islam seperti HAM, demokrasi, pluralisme, feminisme, dan sebagainya.
Sebagai contoh hukum Islam tentang rajam dan cambuk bagi pelaku zina dan potong tangan bagi pencuri yang mencuri lebih dari seperempat dinar sedangkan 1 dinar itu setara dengan 4,25 gram emas ini tidak bisa terterapkan karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan melanggar HAM.
Kemudian hukum waris dalam pembagiannya perempuan mendapatkan setengah dari pada laki laki, menjadi bahan hujat dan ejekan karena bersebrangan dengan paham feminisme yang mengajarkan keadilan dan tidak sesuai dengan kesetaraan gender. Demikian juga dengan syariat Islam tentang Khilafah, begitu banyak penolakan serta serangan terhadap ajaran mulia dari Allah ini, karena dianggap berbahaya bagi ideologi bangsa serta bagi keberlangsungan sistem kufur demokrasi yang tegak saat ini.
Sudah jelas , moderasi beragama bukan memberi solusi, malah justru semakin menjauhkan umat dari aturan islam yaitu aturan Allah Swt. Agar moderasi dapat diterpkan, mereka berkompromi memadukan demokrasi dengan Islam sehingga terbentuklah sebutan “demokrasi Islam”. Padahal, demokrasi dan Islam ini sangatlah berbeda dan sangat bersebrangan karena demokrasi adalah ide batil dan kufur yang menjadikan kedaulatan ditangan rakyat (manusia) sebagai sumber hukum, sedangkan Islam menjadikan Allah sebagai satu-satunya Sang Pembuat hukum bagi manusia. Inilah harapan dari moderasi beragama, yakni mencampuradukkan hak dan batil.
Bukan cuma itu saja moderasi menjadikan umat slam terpaksa berlapang dada ketika syariat Islam tidak bisa terterapkan secara menyeluruh. Sehingga umat Islam juga terpaksa mentoleransi dan membiarkan kesesatan dan kemaksiatan atas nama kebebasan dan HAM. Mirisnya banyaknya ritual budaya yang mengajarkan serta mengantarkan kesyirikan dan bersebrangan dengan Islam, walaupun terjadi di depan mata sekalipun nyatanya umat Islam hanya bisa diam.
Dan malah begitu banyak kemaksiatan, seperti seks bebas, penyimpangan LGBT, peredaran miras, dan lain sebagainya nyatanya malah dilegalkan melalui berbagai peraturan. Dan ketika ada umat yang protes akan langsung dilebeli “radikal”.
Hasilnya moderasi beragama ini malah menjadikan umat Islam sekuler, sehingga Islam diterapkan hanya sebatas ajaran spiritual yang mengatur urusan individu dan menolak menerapkan ajaran Islam yang mengatur urusan politik dan urusan duniawi lainnya, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Oleh karena itu ketika mengambil sebagian hukum Allah dan meninggalkan sebagian yang lain maka yang akan didapat kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat, na’udzubillah!
Dan itulah yang dapat kita lihat dan rasakan saat ini. Berbagai masalah yang carut marut menimpa negeri ini tanpa pernah ada solusi hakiki. Pada akhirnya, moderasi beragama bukanlah solusi, tetapi justru membawa masalah bagi umat.
yang terjadi hari ini. Berbagai problem menimpa negeri ini tanpa pernah ada solusi hakiki. Pada akhirnya, moderasi beragama bukanlah solusi, tetapi justru membawa masalah bagi umat.
Hikmah
Sudah tergambar jelas bahwa moderasi beragama itu justru akan memalingkan dan membuat umat jauh dari ajaran Islam yang seharusnya. Dan ajaran Islam ini adalah ajaran yang al-hag dan merupakan kebenaran yang akan membawa berkah,kebaikan, serta rahmat. Dan Jangan pernah sekalipun merasa ragu akan hal itu. Karena Allah Swt. Berfirman “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah [2]: 147).
Jadi jika seperti itu, masihkah menggantungkan harapan dan menjadikan moderasi beragama yang nyata-nyatanya memalingkan umat dari Islam? Moderasi beragama jelas bukan solusi. Islam kafahlah solusi hakiki.
wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment