Refleksi Akhir Tahun, Harapan Hanya Pada Islam


Oleh Emmy Rina Subki


Refleksi Akhir Tahun 2023, harusnya menjadi satu perenungan yang akan membawa perubahan besar pada tahun mendatang.  Perubahan bukan saja pada individu semata ataupun kepemimpinan, namun harus pada sistem aturan yang diterapkan di negeri ini.


Di tahun 2023, jika kita kembali merenung sesungguhnya negeri ini memilik banyak sekali persoalan yang belum terselesaikan. Bukan hanya kasus hukum, meledaknya utang negara ataupun pinjol saja, namun banyak sekali konflik dan persoalan yang melanda. Seperti konflik agraria karena Proyek Strategis Negara (PSN), pengangguran, kekerasan dalam rumah tangga, stunting, dan lain sebagainya. Bahkan, di penutup tahun 2023 korupsi makin merajalela.


Kasus korupsi hingga kini tidak mati-mati dan melibatkan para pejabat tinggi. Belakangan, ada dua menteri dan satu wakil menteri di pemerintahan saat ini yang kembali terjerat kasus korupsi, yaitu Menkominfo Johnny G. Plate, Mentan Sahrul Yasin Limpo, dan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej.


Lebih tragis lagi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri malah ditetapkan oleh Kepolisian sebagai tersangka korupsi dalam kasus pemerasan terhadap mantan Mentan Sahrul Limpo.


Sedangkan sampai saat ini, terkait genosida di Palestina belum ada  sedikitpun solusi dari dunia internasional.


Kemudian disusul munculnya gelombang pengungsi Rohingya yang memerlukan penyelesaian tuntas, belum kunjung selesai bahkan masih menimbulkan polemik di tengah masyarakat kita. Sehingga beberapa waktu yang lalu adanya pengusiran terhadap pengungsi Rohingya, karena termakan isu hoax dan adanya paham nasionalisme.  


Akar Masalah : Sekularisme, Ideologi Kapitalisme, Politik Demokrasi


Ideologi kapitalis meniscayakan politik demokrasi yang melahirkan oligarki. Adanya politik oligarki mengakibatkan kondisi masyarakat saat ini susah luar biasa. Tingkat kemiskinan dan tingkat kejahatan pun makin meningkat.

Negeri yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah tak mampu memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi rakyatnya. Hal ini dikarenakan  sumber daya alam (SDA) yang telah dikuasai para oligarki sang kapitalis. 


Begitulah ketika sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem politik demokrasi kapitalisme yang melahirkan berbagai kebijakan yang tentu saja menguntungkan sekelompok orang pemegang kekuasaan dan kekayaan. Hal ini disebut dengan kekuasaan oligarki. 


Disisi lain pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator saja. Sebagai pelayan para kapitalis bukan pelayan umat. Berbagai proyek prestisius yang membuat terampasnya ruang hidup rakyat  dijalankan sehingga utang ribawi negara semakin membengkak. Alhasil membuat rakyat sengsara dan makin tercekik dengan pajak yang dibebankan kepada seluruh lapisan masyarakat. 


Begitu banyak para koruptor tertangkap, namun kasus korupsi di negeri ini sedikitpun tidak pernah selesai. Bak pepatah mati satu tumbuh seribu. 

Ada beberapa hal yang bisa menjadi peluang korupsi ini dapat terjadi dikarenakan:

Pertama, korupsi terjadi pada seluruh lapisan masyarakat dan pejabat baik pemerintah dan pejabat swasta. Juga pada semua suku bangsa dan agama sebagai pelakunya. 


Kedua, pelakunya memang relatif sama, bisa berasal dari unsur swasta, kepala daerah, anggota dewan, dan pejabat pusat/daerah. Perkaranya bisa berupa suap, pengadaan barang dan jasa, suap perizinan, agar bisa menguasai sumber daya alam.   


Hal ini terjadi karena adanya sekularisme -pemisahan agama Islam dari kehidupan- ditambah lagi diterapkannya sistem kapitalisme dan politik demokrasi yang mencengkram negeri ini dan dunia global. Politik demokrasi sebenarnya adalah pertarungan para kapitalis, karena yang kita tahu politik demokrasi memerlukan dana yang cukup besar. Dimana dana tersebut dipakai untuk berkampanye demi memperebutkan kursi kekuasaan. 


Sedangkan yang bisa menggelontorkan modal besar itu pastinya  para oligarki sang kapitalis yang memiliki modal besar. Sehingga istilah tidak ada makan siang gratis pun berlaku. Walhasil wajar saja ketika pejabat memperoleh kekuasaan maka kekuasaannya hanya untuk melayani kepentingan sang kapitalis dan tentunya untuk mencari keuntungan materi sebanyak banyaknya.  


Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan dan perundangan-undangan yang memuluskan jalan kapitalis dalam menguasai sumber daya alam negeri ini. Inilah dampak buruk diterapkan politik demokrasi, sistem demokrasi yang membolehkan hukum dibuat oleh manusia. Membuat UU hanya berdasarkan kepentingan atau manfaat semata. Sehingga dengan mudahnya UU dapat diperjual belikan.


Di dalam demokrasi suara mayoritaslah yang menjadi penentu untuk menentukan suatu keputusan atau hukum yang diambil. Bukan memakai standar halal haram yang sesuai syariat Islam. 


Harapan Hanya Pada Islam


Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna.  Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antar sesama manusia, seperti sistem politik, sosial, ekonomi  dan sebagainya.  Aturan-aturan ini meniscayakan adanya negara yang akan melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut kepada manusia. Islam telah menetapkan sistem yang khas bagi pemerintahan yaitu Khilafah. Khilafah merupakan kepemimpinan umum kaum muslim yang akan menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam.  Dengan demikian, umat Islam pun mampu tampil sebagai umat terbaik yang memimpin peradaban cemerlang sekaligus menebar rahmat ke seluruh alam.


Sistem Islam sangat jauh berbeda dengan sistem demokrasi yang diterapkan saat ini. Politik di dalam Islam adalah riayah suunil ummah yaitu memikirkan dan mengurus semua urusan dan nasib rakyatnya. Kekuasaan dan kepemimpinan dalam Islam semata bertujuan untuk menegakkan agama dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah untuk  mengurus dan melayani kepentingan umat. Sehingga adanya politik kepentingan ataupun permainan oligarki tidak akan ada dalam politik Islam.  


Adapun dalam tatacara memilih pemimpin negara ataupun pejabat cukup sederhana yaitu dengan di bai'at yang tidak memerlukan dana untuk berkampanye dalam meraih kekuasaan. Karena pejabat yang terpilih adalah orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wata'alah dan memenuhi ke tujuh syarat in'iqod (syarat yang wajid dipenuhi oleh Khalifah). Adapun syarat in'iqod tersebut adalah laki-laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu.


Penting bagi umat Islam untuk memilih pemimpin dan pejabat sesuai syarat yang disyariatkan. Dalam sistem Islam pemimpin harus lah yang bertakwa dan mempunyai kapasitas untuk menjalankan seluruh perintah syara’. Standardisasi yang sama juga untuk memilih pejabat negara. Pejabat akan senantiasa amanah dan takut akan kepemimpinannya.


Untuk menyelesaikan seluruh problematika kehidupan di negeri ini dan khususnya dunia internasional. Tidak ada cara lain kecuali kembali kepada syariat Islam. Perubahan haruslah secara revolusioner (menyeluruh) dengan mencampakkan ideologi kapitalisme kemudian menggantinya dengan ideologi Islam. Politik demokrasi dengan politik Islam yaitu dengan menegakkan khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. 


Perubahan bukan hanya dengan mengganti seorang pemimpin saja namun perubahan besar haruslah dari aspek tatanan kehidupan manusia, secara keseluruhan, individual, masyarakat dan negara. 


Maka sudah seharusnya untuk mengikuti metode perubahan dengan jalan umat yaitu mengikuti metode Rasullullah Saw yang telah terbukti keberhasilan.


Wallahu alam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post