PRAKTIK CURANG POLITIK UANG, BUAH KAPITALIS DEMOKRASI


Oleh : Dini A. Supriyatin



Pemilu hanya tinggal menghitung hari lagi. Tak heran jika aksi kampanye mulai ramai. Begitu juga dengan praktik politik uang yang mulai marak. Seperti bagi - bagi kaos, kerudung, sembako, amplop, kalender dan lain - lain. Semua itu dilakukan demi mengiming - imingi rakyat agar nantinya memilih calon kontestan yang memberinya berbagai sogokan. Hal itu tentu saja menjadi rutinitas menjelang pemilu. 


Seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung. Bawaslu menemukan salah satu caleg menggunakan keterlibatan bank emok dalam dugaan politik uang. Praktiknya setelah salah satu calon tersebut berkampanye di satu wilayah, masyarakat kemudian akan didatangi oleh seseorang untuk memberikan tawaran pinjaman uang. Dan jika masyarakat nantinya memilih calon tersebut maka mereka tidak perlu membayar pinjaman uang tersebut. Dan setelah ditelusuri rupa - rupanya bank emok tersebut milik dari caleg terkait. Tetapi hal ini masih dalam penelusuran Bawaslu Kabupaten Bandung. Selain itu pihaknya juga berhasil mencegah salah seorang caleg yang hendak membagikan 1 mobil box minyak goreng di salah satu kecamatan untuk di bagikan saat kampanye. Itu hanyalah sekelumit dari sekian banyak dugaan praktik curang yang dilakukan beberapa calon kontestan saja.  


Memang dalam sistem demokrasi praktik curang dalam pemilu bukanlah hal aneh lagi. Bahkan jelas menodai prinsip pemilu itu sendiri yang katanya jujur dan adil. Meskipun sudah ada aturan yang melarang praktik politik uang, tapi nyatanya aturan hanyalah aturan yang dibuat untuk dilanggar. Karena aturan dan hukum dalam sistem demokrasi sangat mudah untuk dipermainkan. Sehingga keberadaan politik uang tidak dapat dicegah, karena dalam demokrasi suara rakyat sangat dibutuhkan ketika mereka ingin mendapatkan kursi kekuasaan. Apabila sudah mendapatkan kursi kekuasaan tersebut suara rakyat sudah tidak dianggap lagi. Pasalnya si pemegang kursi jabatan tersebut hanya akan memuluskan kepentingan para kapitalis dan mementingkan urusan perutnya saja. 


Inilah wajah asli demokrasi buatan manusia yang didalamnya terdapat banyak kecacatan. Sehingga melahirkan para pemimpin yang rakus harta dan jabatan. Mereka akan berlomba - lomba mencari keuntungan dan berupaya untuk mengembalikan modal yang di keluarkan saat kampanye. Karena dalam sistem kapitalis jabatan adalah kunci untuk meraih kekayaan dan melebarkan kekuasaan, bukan sebuah amanah dimana mereka wajib meri'ayah rakyatnya. Rakyat juga tidak kunjung sadar bahwa kesulitan ekonomi, tingginya biaya hidup, semakin sulitnya lapangan pekerjaan, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan itu dikarenakan adanya pengaruh politik. Ujung - ujungnya rakyat lagi yang menjadi korban kebijakan para pejabat yang didalangi oleh para kapitalis. Sudah tau begitu rakyat masih saja mau di sogok dengan uang dan barang yang tidak seberapa. Kemudian terjebak dan termakan oleh rayuan dan janji manis mereka. Padahal nasib mereka nantinya akan dipertaruhkan selama beberapa tahun kedepan.


Praktik politik uang dalam pemilu juga akan menghasilkan para pejabat yang serakah dan korup. Karena modal yang dikeluarkan untuk menjadi calon kontestan beserta dana kampanye sangatlah besar. Tak jarang mereka menguras habis harta mereka demi meraih impian mendapatkan kursi kekuasaan. Bahkan ada juga yang meminjam uang kepada bank atau rentenir - rentenir guna memuluskan impiannya. Tetapi ketika mereka gagal, banyak dari mereka yang terjerat hutang dan kekayaannya habis untuk modal _nyalon._ Tak jarang banyak caleg - caleg gagal yang menjadi depresi dan gila dadakan. RSUD Al Ihsan Kabupaten Bandung bahkan mengantisipasinya dengan menyiapkan puluhan kamar untuk para caleg yang stres. Ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa dalam sistem kapitalis demokrasi,  untuk meraih kekuasaan tidak hanya mempertaruhkan harta saja tetapi kesehatan akal dan mental juga di pertaruhkan. Belum lagi bagi para calon yang mengandalkan riba untuk memikat suara rakyat. Bagaimana mau memimpin rakyat dengan amanah, alat dan cara kampanyenya saja sudah di awali dengan sesuatu yang sangat bertentangan dengan islam.


Berbanding terbalik dengan islam. Islam menjadikan kepemimpinan sebagai suatu amanah yang sangat besar. Seorang pemimpin akan bertanggungjawab meri'ayah rakyatnya dengan segenap jiwa raga. Karena dalam dirinya sudah tertanam rasa takut terhadap Allah SWT karena ketakwaannya. Seorang pemimpin akan memahami bahwa kelak kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Sehingga ia tidak akan lalai dalam mengemban amanahnya dan berupaya dengan sungguh - sungguh agar rakyatnya terpenuhi haknya serta tidak menderita. Dalam islam juga tidak ada politik uang. Dengan suasana masyarakat yang saling beramar ma'ruf nahi munkar, maka masyarakat sendirilah yang secara langsung mengontrol kepemimpinan tersebut agar tidak keluar dari syariat islam. Adanya sanksi yang tegas yang berlaku bagi rakyat atau penguasa yang dzalim juga bisa menjadi pencegah perilaku curang dalam memilih seorang pemimpin. Hal ini akan dapat terwujud dalam sebuah pemerintahan yang bernama daulah khilafah.


Wallahu alam bi showab

Post a Comment

Previous Post Next Post