Oleh S.R. Hazdah
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah
Masuk musim hujan, Bandung menjadi langganan banjir dan angin kencang, yang mengakibatkan banyak rumah rusak. Dikutip dari media online CNN Indonesia -- Kabupaten Bandung, Jawa Barat diterjang angin kencang dan banjir bandang pada Senin (25/12) kemarin. Imbas kejadian itu, 102unit rumah rusak. Rinciannya, 14 rumah rusak berat, 2 rumah rusak sedang dan 62 rusak ringan.
Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut rumah yang rusak akibat angin kencang ini rata-rata mengalami kerusakan di bagian atap. Tapi ada juga bangunan yang roboh hingga rata dengan tanah dan rusaknya rumah yang berada di bantara sungai rata rata rusak bagian dinding belakang rumah. Selain itu, kejadian ini juga berdampak terhadap 312 jiwa atau 82 KK (Kepala Keluarga) yang tinggal di wilayah Kecamatan Baleendah, Ciparay dan Anjarsari terdampak bencana angin kencang. Sementara banjir bandang yang terjadi di Kecamatan Dayeuh Kolot berdampak pada 303 unit rumah.
Sementara itu, menurut prakiraan cuaca yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan deras disertai petir juga angin kencang masih berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Bandung hingga akhir 2023. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya untuk meminimalisir banjir di Kawasan Gede Bage. Salah satunya dengan mengaktifkan kembali sungai Cisaranten lama.
Sayangnya, berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi bencana banjir sampai saat ini tidak ada hasil. Bahkan persoalan banjir masih menjadi pekerjaan rumah, baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang belum mampu diselesaikan. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi penyebab utama terjadinya banjir yang seolah olah menjadi tradisi jika memasuki musin hujan.
Banjir adalah peristiwa bencana alam yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya banjir, seperti buang sampah sembarangan, rusaknya hutan yang mengakibatkan kurangnya penyerapan air. Selain itu, banyak hutan dan pegunungan yang berubah fungsi menjadi daerah pemukiman. Namun, bukan itu faktor utama terjadinya banjir. Faktanya hujan sering dianggap sebagai kambing hitam kala terjadi banjir. Sejatinya air yang turun dari langit adalah keberkahan.
Allah menjelaskan di dalam al-Qur'an. Allah berfirman, “Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (QS. Qaf [50]: 9).
Sistem kapitalisme adalah penyebab utama, mengapa di wilayah Indonesia, khususnya di Jawa Barat sering terjadi banjir tahunan. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah melahirkan paham sekularisme, yaitu sebuah pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini mengakibatkan hilangnya ketakwaan dalam diri setiap individu warga negara, terutama pada diri penguasa dan para pejabat tinggi negeri. Sehingga mereka tidak memahami bahwa kepemimpinan adalah amanah yang begitu berat yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt.
Sistem kapitalisme menjadikan materi sebagai tujuan utama. Kebijakan yang diterapkan pengusaha saat ini hanyalah berorientasi pada keuntungan pribadi dan kelompok mereka semata, bukan untuk membela kepentingan rakyat. Alhasil, demi mendapatkan keuntungan materi sebanyak-banyaknya, penguasa di negeri ini banyak yang melakukan praktik kotor. Tidak segan-segan mereka menjadikan hutan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air, ‘disulap’ menjadi wilayah yang bisa memberikan keuntungan yang banyak. Salah satunya disulap menjadi tempat wisata, pemukiman elit, dan lain sebagainya.
Parahnya lagi, sistem kapitalis telah menjadikan masyarakat individual yang mementingkan diri sendiri dan mengabaikan fungsinya sebagai kontrol sosial. Masyarakat seenaknya saja membuang sampah sembarangan dan menjadikan sungai sebagai Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Hal ini menjadikan sungai tercemar dan mengakibatkan bencana banjir, karena tumpukan sampah yang menghalangi aliran sungai.
Berbeda dengan sistem Islam dalam menerapkan kebijakan. Sistem Islam begitu memperhatikan kepentingan rakyat secara detail. Penguasa dalam sistem Islam memahami betul bahwa kepemimpinan adalah amanah dan tugas dari seorang pemimpin adalah mengurusi urusan umat, salah satunya adalah menjaga kelestarian lingkungan alam, agar terhindar dari berbagai musibah, seperti bencana alam, tanah longsor, dan lain-lain. Allah Swt. telah memberikan izin kepada manusia untuk memanfaatkan alam semesta dengan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama. Namun, Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Karenanya, Islam memiliki serangkaian aturan untuk menjaga kelestarian lingkungan alam, sehingga masyarakat terhindar dari berbagai bencana:
- Negara akan membuat kebijakan master plan, di mana di dalamnya akan ditetapkan mengenai kebijakan pembukaan pemukiman baru, penyediaan wilayah resapan air, dan penentuan penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.
- Negara akan menentukan syarat-syarat mengenai izin mendirikan bangunan bagi masyarakat yang akan mendirikan sebuah bangunan, baik berupa rumah, toko, gedung perkantoran, dan lain-lain.
- Negara akan melakukan pemagaran daerah tertentu yang berfungsi sebagai cagar alam yang harus dilindungi dan kawasan "buffer" yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin dari negara, dan akan memberikan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar.
- Negara akan memberikan edukasi kepada masyarakat akan kewajiban dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, sehingga masyarakat termotivasi untuk selalu hidup bersih.
Inilah sistem Islam dalam menjaga kelestarian lingkungan alam sehingga terhindar dari berbagai bencana. Namun itu semua hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah.
Wallahualam bissawab
Post a Comment