Pengabaian Kritik Rakyat Di Negeri Demokrasi


By : Fifi


Senin 8 Januari lalu, sidang vonis dari perjuangan panjang gerakan rakyat melawan kediktatoran pemerintah yang anti kritik. Vonis atas kasus pencemaran nama baik kepada LBP yang menjerat dua aktivis HAM telah dijatuhkan majelis hakim tidak bersalah atau vonis bebas. Namun, usai menjelang sidang JPU justru mengajukan kasasi.


Menurut Herdiansyah Hamzah selaku pakar hukum Unmul menilai langkah kejaksaan mengajukan kasasi seperti sedang pasang badan untuk LBP. Kebebasan berekspresi yang dijamin negara tidak sejalan. Kasus ini juga gambaran penguasaan saat ini makin masif memberangus gerakan yang mengancam kekuasaan. Sosok penguasa anti kritik, UU pun lahir tuk menegaskannya. Masyarakat atau gerakan rakyat seharusnya menyadari kebobrokan sistem pemerintahan demokrasi saat ini, slogan rakyat yang nyatanya dusta.


Adanya kritik juga sebagai bentuk muhasabah kepada para penguasa dan pejabat publik atas kebijakan dan kinerja mereka. Saat harga beras melunjak naik, beberapa harga bahan pokok juga melejit. Terlebih, daya beli masyarakat rendah, sedangkan berbagai pajak dibebankan kepada mereka. Karena itulah masyarakat memiliki hak untuk mengkritik kebijakan pemerintah.


Apalagi banyak para pejabat publik yang melakukan korupsi besar-besaran. Menyerahkan penguasaan kekayaan alam kepada swasta, terutama asing. Jika masyarakat diminta diam tidak mengkritik, maka semakin awetlah pejabat melancarkan aksi penyimpangannya.


Dalam hal ini, dapat diketahui bahwa demokrasi gagal dalam melindungi dan menyejahterakan masyarakat. Dalam demokrasi pun, slogan yang selama ini diketahui, nyatanya tidak semua rakyat mendapatkan keadilan. Hanya pihak-pihak tertentu yang merasakan kesejahteraan. Yaitu pihak korporat yang dapat memberikan keuntungan pada pemerintah.


Pada akhirnya negara demokrasi hanya sebagai wadah yang memfasilitasi segelintir kelompok elit dalam meraih keuntungan.


Dalam Khilafah, tidak memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku jika masyarakat hendak mengkritik penguasa dan pejabat publik. Justru Islam mewajibkan muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa) karena menjadi hak penguasa dan kewajiban rakyat. Kedua belah pihak sama-sama membutuhkannya.


Penguasa yang menjalankan kekuasaan diiringi rasa khawatir tidak mampu menunaikan amanahnya apabila tidak dikritik. Rakyat yang mengharapkan kemuliaan dengan menasihati penguasa, bukan untuk menjatuhkan pribadinya sebagai penguasa atau menjatuhkan kepemimpinannya.


Hak ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau baru saja pulang ke rumahnya setelah mengurus pemakaman jenazah Sulaiman bin Abdul Malik dan hendak berbaring sejenak. Lalu ia dihampiri oleh anaknya, Abdul Malik bin Umar menanyakan mengapa seorang khalifah berbaring di siang hari.


Mendengar hal itu, Umar bin Abdul Aziz tersentak dan kaget saat sang putra memanggilnya dengan sebutan Amirulmukminin, bukan Ayah. Umar menjawab bahwa ia lelah dan ingin beristirahat sejenak. Anaknya menanggapi dan mengatakan bahwa bisakah seorang amirulmukminin beristirahat sedangkan masih banyak rakyatnya yang teraniaya. Umar kembali menanggapi bahwa semalam suntuk ia terjaga. Setelah dzuhur ia akan melanjutkan aktifitasnya sebagai seorang khalifah.


Anaknya Kembali menanggapi bahwa tidak ada jaminan ayahnya akan hidup sampai waktu dzuhur. Mendengar hal tersebut, Umar makin terperangah. Meminta anaknya untuk mendekat dan menciumnya.


Umar mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.” Kemudian Umar menyampaikan kepada pejabatnya agar mengumumkan kepada seluruh rakyat, “Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada Khalifah.”


Demokrasi memang tidak menjamin kebebasan berpendapat seperti yang digaungkan ke penjuru dunia. Justru kebebasan terkungkung dan terkekang di tangan rezim paranoid. 


Seharusnya, dengan adanya fakta ini membuat kita membuka mata betapa rusaknya sistem saat ini.


Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (QS Al-Isra: 9).


Oleh karenanya, kembalilah kepada Al-Qur’an, kembalilah kepada Islam hingga terwujud kepemimpinan yang bijaksana, tidak melarang kritikan, juga tidak memalak rakyat dengan pajak. Hal ini bisa terlaksana jika hukum islam diterapkan secara sistematis dalam naungan khilafah. Allahu A’lam bish showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post