Partisipasi ODGJ dalam Pesta Demokrasi

 



Oleh: Yosi Eka Purwanti

Pegiat Literasi

 

Tahun 2024 tak pelak akan kembali menjadi tahun politik. Dalam pagelaran pesta demokrasi yang akan dilaksanakan februari mendatang, publik kembali dibuat jengah dengan aturan ODGJ berhak terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu.


Menurut Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Maharddika mengatakan “Selama tidak ada keterangan dari medis profesional yang menyatakan bahwa seseorang mengidap gangguan jiwa, ia masih berhak untuk terdaftar sebagai pemilih,” (www.perludem.org)


Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri telah menyiapkan instrumen teknis terkait keterangan dari tenaga medis profesional mengenai kondisi ODGJ. Bahkan KPU DKI Jakarta memberikan kesempatan kepada 22.000 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai pemilih atau memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Ribuan ODGJ tersebut akan di dampingi oleh KPU saat proses pemilihan suara. (www.rri.co.id)


Sungguh ironi memang, negeri yang sangat menjunjung demokrasi dengan semboyan kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun pada faktanya suara rakyat hanya dibutuhkan menjelang pemilu saja bahkan ODGJ yang jelas-jelas tidak mampu memiliki standar benar dan salah pun tak luput dari sasaran.


Demikianlah jika ideologi kapitalisme masih bercokol kuat di negeri ini, ideologi yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Sehingga orang-orang yang hidup di dalamnya berlomba-lomba mencari kenikmatan sebanyak-banyaknya. Sehingga tidak mengherankan jika kekuasaan hanya di pandang sebagai ladang cuan semata. Mereka pun memakai segala untuk memuluskan aksinya. Mulai dari legalitas atas nama undang-undang hingga skenario yang di jalankan oleh "pekerja lapangan" bahkan menjadikan perkara yang mustahil menjadi mungkin seperti kasus ODGJ ikut pemilu.


Itulah demokrasi kapitalisme, sistem yang dibuat kelemahan akal manusia sehingga tidak layak di terapkan untuk mengatur kehidupan manusia. Hanya sistem Islam sajalah yang mampu mensejahterakan dan mengayomi seluruh manusia serta alam kehidupan.


Dalam sistem Islam politik bukan menitikberatkan pada perebutan kekuasaan, melainkan pada pengaturan urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam, baik di dalam maupun luar negeri.


Politik dilaksanakan oleh negara dan rakyat. Negara secara langsung melakukan pengaturan ini dengan hukum-hukum Islam. Rakyat mengawasi, mengoreksi, dan meluruskan negara jika menyimpang dari Islam. Sehingga dari sini nampak bahwa perebutan kekuasaan tidak terjadi dalam sistem Islam bahkan aksi mendulang suara sebanyak mungkin dengan menghalalkan segala cara tidaklah dibenarkan dalam Islam.


Islam adalah agama yang paripurna dan hanya bisa di terapkan dalam sebuah sistem yakni adalah Khilafah Ar-rasyidah. Wallahu a'laam.

Post a Comment

Previous Post Next Post