Paradoks Sikap Muslim di Pergantian Tahun


Oleh: Oktavia
 (Aktivis Muslimah)


Perayaan pergantian tahun baru Masehi masih terasa begitu ramai disemua belahan dunia, termasuk di Indonesia yang notabene penduduknya mayoritas muslim. Pesta pora dilakukan, kembang api berterbangan saling susul, antusiasme masyarakat luarbiasa dalam menyambut malam pergantian tahun baru ini.


Padahal jika kita menelaah lebih dalam lagi, banyak kefasadan yang didapat saat kita merayakan pergantian tahun Masehi ini. Mulai dari keharaman kita mengikuti budaya tiup terompet hingga merayakan tahun baru ini, keharaman berduaan dengan lawan jenis bukan mahrom, judi, pesta dan masih banyak lagi. Disisi lain mungkin mereka lupa bahwa banyak saudara kita yang sedang mengalami genosida secara tersistem. Mulai dari muslim palestina, muslim Burma, muslim Rohingnya, muslim Cina dan masih banyak lagi. Sikap paradoks ini sangat tampak pada diri kaum muslim saat ini.


Perasaan kaum muslim belum sepenuhnya terpaut satu dengan yang lainnya, bukti sikap paradoks diatas sangat nyata kita rasakan saat ini. Disatu sisi mereka merasakan senang melakukan pergantian malam tahun baru, dibelahan negri lain muslim sedang mati-matian mempertahankan keislaman mereka sekaligus menjaga Marwah mereka. Seharusnya perasaan kita satu, yaitu merasa pilu dan merasakan bagaimana caranya menghilangkan sebab genosida ini dilakukan.


Racun-racun kapitalisme 


Adanya euforia pergantian tahun baru yang dirayakan kaum muslim adalah buktinya nyata bahwa sistem kapitalisme berhasil meracuni kaum muslim dengan paham yang sesat lagi menyesatkan.  Sistem ini berhasil menjauhkan umat Islam dari pemahaman yang utuh tentang syariat, karena pada dasarnya sistem kapitalisme-sekuler memang dibangun atas dasar materialistis dan pemisahan agama dari kehidupan. 


Wajar jika sebagian kaum muslim sedang  asyik menikmati budaya-budaya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam dan sebagian muslim lain sedang berusaha melawan genosida dari kafir penjajah. Ide sekularisme dan turunannya telah berhasil mempengaruhi pola hidup kaum muslim saat ini. Mulai dari Pluralisme, hedonisme, permisivisme, konsumerisme, apatisme dan segala ide yang bertentangan dengan Islam adalah racun mematikan bagi umat Islam. Ide-ide tersebut telah mengikis perasaan, dan pemikiran umat dari pemahaman Islam. 


Barat sadar betul kekuatan Islam terletak pada akidah yang mengikat muslim satu sama lain, sehingga dengannya ia melakukan segala cara untuk melepaskan ikatan demi ikatan tersebut, agar terurai dan semakin hilang. Ikatan ukhuwah dirong-rong dengan ide nasionalisme. akibat dari ikatan nasionalisme, kaum muslimin terpecah belah satu dengan lainnya dalam menyikapi permasalahan genosida muslim dibelahan negeri lain. Bukti nyatanya adalah perbedaan sikap kita atas peristiwa yang menimpa muslim palestina, muslim Burma, muslim Rohingnya dan masih banyak lagi. Ada yang mengambil sikap tegas bahwa mereka ada dipihak yang tepat, ada yang mengambil sikap tidak bisa berbuat apa-apa karena sekat nasionalisme.


Umat Islam Harus Sadar Akidah


Umat Islam harus kembali kepada fitrahnya, yaitu kembali menggunakan sistem Islam sebagai panduan hidupnya. Allah dan rasul-nya menjadi tolak ukurnya bukan justru semakin menyesatkan diri dengan membiarkan racun-racun kapitalisme menyebar dalam kehidupannya. Dalam hal ukhuwah,  Rasulullah saw. Bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Muslim).


Dari hadis di atas mengingatkan kita bahwa sesama kaum muslimin itu adalah satu tubuh. Penderitaan muslim di Palestina, muslim Rohingnya, ataupun muslim di wilayah lainnya merupakan penderitaan kita juga. Suka-duka mereka di sana adalah suka-duka kita di sini. Ukhuwah Islam tak terbatas oleh batas-batas wilayah. 


Oleh karena itu, menjadi sebuah kewajiban untuk kita menunjukkan pembelaan, pertolongan, dan sikap yang nyata terhadap saudara sesama muslim dibelahan dunia manapun. Namun sayangnya selama kapitalisme masih bercokol, selama itupula ia tidak akan membiarkan kita merajut ukhuwah tersebut. Oleh sebab itu kita membutuhkan kekuatan besar untuk menyelamatkan kita dari ide-ide sesat kapitalisme dan turunannya itu. Sistem tandingan yang paling tepat yaitu sistem Islam, yaitu dengan menghadirkannya kembali dalam posisi yang sesungguhnya. Dengan sistem Islam akan menghadirkan pemimpin yang serius mengurusi dan menjaga rakyat dari sesuatu yang merusak.


“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al Bukhari).


Imam (pemimpin) akan menjalankan fungsi nya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Pemimpin akan menjaga jiwa, kehormatan, dan keamanan kaum muslimin dari serangan genosida  yang dilakukan oleh kafir penjajah, menghilangkan paham-paham yang merusak. Selain itu, Pemimpin akan menyatukan kaum muslimin dalam satu ikatan yaitu ikatan yang lahir dari akidah Islam (ukhuwah Islamiyah). 


Sekarang adalah waktu yang tepat untuk hijrah, untuk berubah kepada sistem yang baik. Bukan menunggu dan menunggu kapan perubahan akan terjadi. Namun kita yang akan menjadi pemain dalam perubahan ini. Menghadirkan kembali sistem Islam ditengah masyarakat adalah kewajiban bersama, membentuk benteng pertahanan dari sistem kufur adalah kewajiban bersama, menghadirkan kembali Sistem Islam adalah kewajiban bersama yang harus kita perjuangkan bersama. 


Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post