Isu rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak belum lama ini mencuat ke permukaan. Hal ini dilontarkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Dia mengungkapkan, rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik. (www.cnbcindonesia.lcom).
Namun tak lama kemudian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) buka suara perihal isu rencana kenaikan pajak motor konvensional atau Bahan Bakar Minyak (BBM/Bensin). Sejatinya, rencana kenaikan pajak ini tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi menyebutkan bahwa rencana tersebut bukan hal yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia bilang, kenaikan pajak kendaraan motor dengan bahan bakar bensin itu sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek.
Jodi menyebutkan, usulan pajak kendaraan bermotor itu sendiri muncul dalam Rapat Koordinasi yang sebelumnya telah dilakukan sebagai upaya memberikan faktor pendorong untuk mempersulit pppenggunaan kendaraan pribadi. Tujuannya adalah membuat masyarakat terdorong menggunakan angkutan umum. (CNBC Indonesia).
Meski masih wacana dan belum ada kepastian waktu penerapannya, kebijakan kenaikan pajak ini tentu akan mempersulit kehidupan rakyat. Pasalnya, masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah lebih memilih kendaraan motor karena ongkos yang lebih murah.
Dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme, pajak niscaya dijadikan sumber utama pemasukan negara. Artinya, segala pembiayaan negara seperti pembangunan, gaji pegawai negara, pendidikan, kesehatan dan lain-lain bersumber dari harta rakyat berupa pajak. Padahal, di tengah pajak yang semakin naik dan meluas ke berbagai sektor, kesejahteraan rakyat tak kunjung didapatkan. Oleh karena itu, rencana menaikkan pajak motor berbahan bakar minyak adalah kebijakan zalim.
Persoalan utamanya adalah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama APBN. Selama sistem ini tetap dipertahankan, pajak akan terus membebani masyarakat. Apalagi pajak di negeri ini diwajibkan atas seluruh masyarakat termasuk rakyat miskin. Orang-orang kaya justru sering mendapatkan _tax amnesty_. Sungguh negara dalam sistem kapitalisme mengabaikan perannya sebagai pengurus umat. Negara justru berpihak kepada korporasi atau para pemilik modal. Padahal negeri ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah dan bisa menjadi sumber pemasukan besar negara. Lagi lagi, sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan seluruh kekayaan alam diserahkan kepada pihak swasta atau korporasi.
Jelaslah, sistem kapitalisme adalah penyebab utama dalam menetapkan pajak yang mencekik rakyat sebagai sumber utama pemasukan negara.
Islam, Sistem Hidup yang Menyejahterakan
Sudah seharusnya hari ini umat melihat bahwa ada sebuah sistem hidup yang mampu mengeluarkan masyarakat dari jeratan pajak. Sistem kehidupan tersebut berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala. Yakni, sistem Islam.
Sistem Islam mampu membiayai negara tanpa pajak. Negara yang berfungsi sebagai _raa'in_ atau pengurus urusan umat akan memberlakukan sistem ekonomi Islam yang didukung oleh sistem politik Islam.
Ada tiga sumber pemasukan utama negara.
Pertama, sektor kepemilikan individu seperti : sedekah, hibah zakat.
Kedua, sektor kepemilikan umum, seperti : pertambangan minyak bumi, gas, batubara kehutanan dan sebagainya.
Ketiga, sektor kepemilikan negara seperti : jizyah, kharaj, ghanimah, fai', 'usyur dan sebagainya.
Syariat Islam juga menetapkan sejumlah kewajiban dan pos yang harus berjalan. Jika di Baitul maal ada harta, maka dibiayai oleh Baitul maal. Jika tidak ada, kewajiban tersebut berpindah kepada kaum muslimin dalam bentuk _dharibah_ (pajak).
Pajak diambil dari kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkap secara sempurna sesuai dengan standar hidup tempat mereka tinggal. Namun, hal ini tidak berlaku lama sebab pungutan yang dikenakan sekadar menutupi kekurangan selisih ketika ada suatu pembiayaan wajib. Ketika kebutuhan tersebut telah terpenuhi dan pemasukan dari pos utama telah berjalan dan mencukupi, pajak akan dihentikan.
Oleh karena itu, dalam Islam tidak akan ada penetapan pajak tidak langsung, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, pajak kendaraan bermotor dan berbagai jenis pajak lainnya. Demikianlah, hanya Islam yang mampu membangun negara tanpa pajak yang mencekik rakyat.
_Wallaahu a'lam bish-shawwab_
Post a Comment