Nestapa Nelayan Pulau Tunda: Pasir Dikeruk Investor Maruk


Oleh Merli Ummu Khila

Pemerhati Kebijakan Publik



Provinsi Banten adalah provinsi yang sebesar 75% wilayahnya dikelilingi laut. Wilayah yang di ujung barat Pulau Jawa ini dikelilingi oleh Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudera Hindia. 

Potensi kekayaan laut ini justru tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya. Nyatanya, Banten menduduki peringkat lima besar daerah dengan angka stunting tertinggi. Lebih miris lagi, berdasarkan data BPS pada Agustus 2023, Banten memuncaki tingkat pengangguran terbuka skala nasional.


Sebagai daerah penyangga Ibukota Jakarta, Provinsi Banten menjadi "korban"  kerakusan investor yang mengeruk pasir untuk megaproyek reklamasi 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Pengerukan pasir ini terjadi di lepas Pantai Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Kebutuhan akan pasir lebih dari 3,5 miliar meter kubik. Pengerukan pasir ini telah berlangsung selama 20 tahun yaitu sejak 2003, ratusan juta meter kubik pasir Banten telah diangkut ke Teluk Jakarta.


Dikutip dari radarbanten.co.id, 10/11/2017, 

Perusahaan penambangan pasir pertama adalah  PT Jetstar. Perusahaan ini beroperasi di lepas Pantai Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang berdasarkan izin yang tertuang dalam SK Bupati Serang Nomor 540/kep-68-HUK/2003, yang diterbitkan pada 21 Februari 2003. 


Pengerukan pasir laut ini telah mengakibatkan kerusakan serius pada ekosistem laut. Terganggunya habitat alami organisme laut, seperti terumbu karang, rumput laut, dan hewan laut lainnya. Selain itu, pengerukan juga dapat mengganggu rantai makanan dan mengurangi keanekaragaman hayati. Dampaknya tentu saja dirasakan nelayan secara langsung. Hilangnya mata pencaharian karena biota laut semakin sedikit. Hasil tangkapan yang masih menggunakan alat tradisional tidak bisa dijadikan sumber penghasilan utama.


Undang-Undang Pesanan "Jurus Merampok Secara Legal"


Fakta yang terjadi di atas bukan tanpa penolakan dari warga Desa Lontar. Namun apalah daya, PT Jetstar telah mengantongi izin dari Bupati Serang, artinya aktivitas perusahaan tersebut adalah legal meskipun merugikan nelayan. Bahkan tidak ada upaya pemerintah setempat untuk menghentikan kegiatan tersebut, justru perpanjangan izin sekali diberikan hingga bertahun-tahun.


Inilah bahayanya ketika aturan perundang-undangan diserahkan kepada manusia. Penguasa diberikan otoritas untuk membuat undang-undang dalam mengatur semua aspek kehidupan bernegara. Aturan yang menyangkut hajat hidup warga negaranya. Faktanya, setiap kebijakan yang diambil pengusaha akan selalu sarat kepentingan pribadi dan golongan.


Penguasa Perpanjangan Tangan Pengusaha


Penguasa saat ini, yang ditangannya lahir kebijakan-kebijakan adalah seseorang yang sebelumnya diusung oleh pihak tertentu sebagai sponsor. Artinya seorang calon penguasa dari tingkat bawah hingga tingkat atas sejatinya bukanlah orang yang merdeka atau independen. Syarat kemenangan adalah suara terbanyak menjadi beban berat bagi calon penguasa karena butuh ongkos besar untuk meraup suara. Tidak perlu berpanjang lebar, rakyat jauh lebih paham dan bisa menghitung secara kasar berapa biaya kampanye dan membandingkan dengan gaji yang kelak didapat.


Maka bisa dipastikan tujuan dari kekuasaan itu adalah jalan untuk mengembalikan modal dan membayar hutang politik yang sudah disepakati dengan pengusaha sponsor. Selanjutnya tentu saja untuk memperkaya diri. Kita bisa tengok para penguasa yang mendadak kaya raya, rasanya terlalu naif kalau itu adalah hasil dari gajinya yang sah.


Investasi  Rasa Invasi


Para kapitalis pun berwatak kolonialis. Bukan hanya menanamkan modalnya di negeri ini tapi juga ingin menguasai. Ambisi mengeruk keuntungan tanpa batas. Terlebih lagi, kaum kapitalis telah menjadi sponsor penguasa demi melancarkan bisnisnya. Semakin besar biaya yang digelontorkan demi kemenangan, semakin besar utang budi politik yang harus dibayar.


Para investor yang notabene adalah orang asing ini merupakan penjajah legal yang berlindung di bawah undang-undang yang mereka pesan. Penguasa menggelar karpet merah bagi investor untuk menjarah dan menjajah negeri ini dengan iming-iming terbukanya lapangan kerja baru. Segala perizinan dipermudah, AMDAL hanya formalitas belaka. Penolakan rakyat atas kerusakan dianggap persoalan kecil yang mudah untuk diredam. Tentu saja dengan alat negara, bisa dengan intimidasi atau kriminalisasi.



Kapitalisme  Biang Keladi


Sejatinya wajah kapitalis sudah nampak kebobrokannya. Dari rezim ke rezim proses berdemokrasi sendiri justru tidak konsisten. Jargon dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanyalah pepesan kosong. Pelaku demokrasi justru mengkhianati demokrasi itu sendiri. Mereka membuat regulasi, mereka juga yang melanggarnya.



Kapitalisme yang berasaskan sekularisme melahirkan manusia rakus. Asas sekuler ini sangat berbahaya terutama jika dijadikan sebagai asas bernegara. Negara diatur berdasarkan kepentingan segelintir orang atau oligarki. Kekuasaan diraih dengan uang, dan kekuasaan itu dijadikan mesin uang.



Islam Perisai Hakiki



Islam mengatur ruang hidup rakyat secara terperinci hingga bentuk bangunan rumah. Pengaturan kepemilikan menjadi kunci terjaminnya keamanan ruang hidup warga negara. Dalam Islam ada tiga jenis kepemilikan, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Dalam kepemilikan individu, setiap warga negara berhak memiliki dan memanfaatkan lahan pertanian, perkebunan, dan lainnya. Negara menjamin setiap penduduk memiliki tempat tinggal yang nyaman dan aman.



Dalam kepemilikan umum, yakni hutan, sumber mata air, jalan umum, laut, dan sebagainya tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh individu, asing, atau swasta. Semua lahan milik umum tersebut akan dikelola oleh negara untuk kepentingan umum. Negara tidak boleh memberi izin swasta untuk mengelola hutan sebagai  perkebunan, pertambangan, maupun kawasan pertanian. Begitu juga semua hasil laut termasuk pasir tidak boleh dieksploitasi karena akan merusak biota laut.


Dalil larangan ini termaktub dalam Al-Qur'an surah Al A'raf ayat 56 yang artinya: "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik..." (QS Al A'raf: 56)

Dalam sistem Islam, mengatur kepemilikan ini diatur dalam perundang-undangan yang wajib diterapkan oleh negara sebagai pelaksana hukum syara dan ditaati oleh semua warga negara. Dengan demikian tidak akan ada eksploitasi laut oleh swasta apalagi sampai membuat kerusakan alam.


Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kesejahteraan bagi umat manusia di dunia asalkan menerapkan syariat-NYA. Dalam surah Al A'raf ayat 9 7 yang artinya "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".

Post a Comment

Previous Post Next Post