Negara Abai Terhadap Bencana yang Terus Berulang


Oleh Sriyanti

Ibu Rumah Tangga, pegiat literasi 



Angin kencang dan banjir bandang menerjang wilayah Kabupaten Bandung yaitu di Kecamatan Baleendah,  Ciparay dan Arjasari pada Senin 25 Desember 2023 lalu. Akibat kejadian tersebut 78 rumah warga mengalami kerusakan dengan kategori berat dan ringan, bahkan dilaporkan ada bangunan roboh hingga rata dengan tanah.


Sementara itu, banjir bandang juga terjadi di daerah Dayeuhkolot, yang menyebabkan 303 unit rumah terendam. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setempat memperkirakan bahwa, cuaca ekstrem yang ditandai dengan angin kencang dan hujan deras disertai petir masih akan berlangsung hingga akhir tahun. (CNN Indonesia 26/12/2023)


Memasuki bulan Januari, curah hujan masih cukup tinggi. BMKG sendiri mengimbau pemerintah dan masyarakat, agar lebih waspada dan antisipatif terhadap kemungkinan  terjadinya musibah, juga pentingnya persiapan dan mitigasi dalam menghadapi perubahan cuaca. 


Fenomena alam seperti banjir, angin kencang, longsor dan sebagainya, memang sudah biasa terjadi. Terlebih secara geografis dan ekologis negeri ini rawan terhadap potensi bencana. Namun ketika terus menjadi langganan, ada hal yang patut kita evaluasi. Apakah itu terjadi secara alamiah, ataukah ada faktor lain?


Faktanya kita dapati saat ini, keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan semakin mengalami kerusakan, akibat keserakahan manusia itu sendiri. Bagaimana tidak, lahan perbukitan, hutan yang lebat telah dialihfungsikan untuk berbagai kepentingan bisnis. Pembangunan pabrik-pabrik industri, perumahan, pariwisata, juga infrastruktur tambahan,  masif terus dibangun. Banjir makin meluas, ada wilayah yang tadinya tidak banjir, sekarang tidak bisa terhindar dari banjir.


Sayangnya, terkait pengalihfungsian lahan, alih-alih bisa dicegah oleh penguasa, justru penguasalah yang memberikan legitimasi melalui regulasi yang berlaku.


Rakyat dibikin menderita mengahadapi bencana berulang. Seolah tidak ada solusi selain pasrah menghadapi. 

Seperti inilah kondisi rakyat di bawah kepengurusan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme telah membentuk karakter penguasa yang mendahulukan keuntungan dibandingkan keselamatan rakyat. Bukannya berpikir keras menghilangkan faktor penyebab, malah berbagi keuntungan dengan para pengusaha.

Oleh karena itu kita tidak bisa berharap, bencana akan segera sirna selama kapitalisme diterapkan di negeri ini.


Lain kapitalisme lain pula Islam. Islam mempunyai pandangan bahwa alam tempat kita tinggal ini merupakan karunia dari Sang Pencipta  yang wajib kita jaga. Islam memiliki mekanisme yang menjamin kelestarian dan keseimbangan alam tetap terjaga. Melalui penetapan 3 kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum, negara tidak memiliki wewenang sedikitpun memberikan izin alihfungsi lahan seperti hutan dan perbukitan untuk perumahan ataupun lainnya. Karena perbukitan dan hutan termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada pengusaha dalam pengelolaannya. Penguasa wajib menjaganya tetap lestari menjadi wilayah penahan air, sehingga di musim kemarau menyimpan air cadangan. Penguasa dalam sistem Islam berfungsi sebagai pelaksana syariat untuk mengurusi seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:


"Imam/pemimpin adalah penggembala bagi rakyatnya, kelak ia akan dimintai pertanggung jawaban atasnya." (HR Bukhari)


Penguasa diibaratkan penggembala, sementara rakyat adalah gembalaannya. Perumpamaan yang indah, di mana seorang penggembala tidak akan membiarkan gembalaannya menderita. Apalagi tertanam dalam jiwanya rasa takut kepada Allah Swt. pemilik alam ini.


Sosok penguasa seperti di atas akan sulit kita temukan dalam sistem kapitalisme sekular. Sebab agama tidak jadi acuan dalam bertindak maupun dalam membuat kebijakan. Paradigma yang sangat berbeda tentu saja menghasilkan kebijakan yang berbeda pula. 


Ketika kekuasaan diposisikan sebagai amanah bukan untuk mengeruk keuntungan, maka penguasa tidak akan membiarkan bencana berulang menyapa rakyat. Tetapi dengan maksimal akan diusahakan agar rakyat terhindar. Kalaupun usaha maksimal telah diusahakan tetap kena banjir, karena wilayah cekungan, maka akan direlokasi dengan segera. Sehingga rakyat tidak dibiarkan begitu saja. Penguasa penting melakukan aksi nyata bukan hanya nasihat untuk tetap waspada. Karena hal itu akan sia-sia sebab rakyat butuh bantuan negara bukan hanya dukungan moral.


Itulah sedikit gambaran  pemerintahan Islam dalam menanggulangi bencana yang sangat berbanding terbalik dengan penanganan yang ada  saat ini. Hanya dengan diterapkannya syariat Allah pada seluruh aspek kehidupan, seluruh permasalahan manusia akan tersolusikan. Untuk itu, saatnya umat kembali pada hukum Allah dan melaksanakannya di bawah naungan sebuah kepemimpinan Islam. 


Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post