Pengasuh Majelis Taklim
Khilafah kembali menjadi perbincangan menjelang pemilu 2024 ini. Kondisi ini menimbulkan keresahan pada sebagian orang. Apalagi, di tengah gonjang-ganjingnya perpolitikan yang hanya mempertontonkan dagelan demokrasi. Dukungan terhadap narasi khilafah yang semakin besar membuat mereka tidak bisa tidur tenang.
Dr. Mohammad Iqbal Ahnaf, M.A., pengajar di Center for Religious and Cross- Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk tetap waspada tentang narasi-narasi kebangkitan khilafah, yang kembali memenuhi laman media sosial. Pasalnya, narasi-narasi itu dapat kembali menemukan momentumnya pada 2024 atau tepatnya 100 tahun runtuhnya kekhilafahan Utsmaniyah. "Potensi ancaman dari ideologi transnasional itu akan selalu ada. Gagasan khilafah yang ditawarkan menjadi obat segala penyakit dan mampu menyembuhkan kekecewaan, ketidakadilan, dan emosi negatif lainnya, jelas itu menggiurkan bagi beberapa masyarakat," ujarnya. (tribunnews.com, 10/1/2024)
Pertanyaannya, kenapa mereka begitu ketakutan dan resah tentang narasi khilafah ini? Bukankah memang terbukti khilafah selama hampir 14 abad pernah memimpin dunia.
Keresahan akan fajar kebangkitan Islam dengan tegaknya khilafah terus menghantui para pembencinya. Mereka pun menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan opini serta memasifkan narasi sesat dan menyesatkan tentang khilafah. Salah satunya apa yang disampaikan oleh akademisi seperti yang disebutkan di atas. Narasi negatif tentang khilafah bukan kali ini saja. Sebelumnya pada tahun 2005, Perdana Menteri Inggris Toni Blair melontarkan tuduhan keji terhadap khilafah dengan menyebutnya sebagai ideologi iblis. Menurutnya, ciri-cirinya adalah ingin mengeliminasi Israel, menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum, menegakkan khilafah, dan bertentangan dengan nilai-nilai liberal (bbcnews.com, 16/7/2005)
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi masifnya narasi anti khilafah, di antaranya:
Pertama, ketakutan akan lahirnya kekuatan besar yang akan mengungkap rusak dan merusaknya sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Kapitalisme telah terbukti gagal menciptakan rasa aman dan sejahtera. Sebaliknya, rakyat dikepung oleh berbagai krisis multidimensi yang berkelinden dan tidak ada jalan keluarnya. Seharusnya, ini semakin membuat umat yakin bahwa aturan yang dibuat oleh manusia adalah aturan yang batil.
Kedua, narasi sesat ini ketika dilempar ke publik, bisa saja untuk tujuan politik pragmatis, untuk menjegal lawan politik mereka. Oleh karena itu, narasi khilafah disajikan dalam gambaran yang menakutkan sehingga akan menjadi musuh bersama yang harus dilawan. Ada segelintir orang yang merasa resah suara umat Islam akan disalurkan pada calon yang dinilai pro umat Islam, sekalipun belum tentu akan menerapkan Islam kafah dan khilafah.
Tuduhan negatif terhadap khilafah ini harus dilawan. Membiarkannya terus berkembang sama saja dengan membiarkan pelecehan terhadap ajaran Islam, juga membiarkan sistem pemerintahan yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya ini akan terus dianggap sesat.
Untuk menangkal tuduhan sesat ini dibutuhkan dakwah yang masif tentang khilafah sehingga umat akan tercerahkan pemikirannya. Kekuatan ideologis inilah yang akan mengalahkan makar-makar keji mereka. Hasil dakwah inilah akan lahir orang-orang yang memahami bahwa Islam adalah aturan hidup bagi manusia. Islam bukan hanya sebatas ibadah ritual, tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan.
Mereka meyakini, bahwa Islam bukan sebatas keilmuan tapi wajib diimplementasikan dalam kancah kehidupan sebagai solusi bagi seluruh permasalahan manusia. Dakwah ideologis inilah yang akan menajamkan umat tentang pentingnya institusi khilafah sebagai wadah untuk menerapkan hukum Islam secara kafah. Di bawah naungan khilafah umat Islam akan bersatu, tidak terpisah-pisah seperti sekarang, karena khilafah adalah rumah besar kaum muslimin.
Keberadaannya dijelaskan oleh banyak Nash syar'i dan sudah dicontohkan pelaksanaannya oleh panutan umat, Baginda Rasulullah saw, para sahabat, dan para khalifah setelahnya.
Sejarah juga menunjukkan bahwa institusi khilafah pernah menjadi sebuah peradaban besar, menjadi negara pertama, dan diakui oleh dunia. Kehadirannya dirasakan mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya, baik muslim maupun nonmuslim. Kekuatannya mampu menggetarkan musuh sehingga mereka akan berpikir panjang ketika memutuskan akan melawan khilafah. Namun sayang, keagungan Islam itu sirna seiring runtuhnya kekhilafahan terakhir di Istanbul pada 3 Maret 1924. Sejak itulah, umat diatur oleh hukum-hukum buatan manusia yang lemah dan merusak yaitu kapitalisme sekuler yang telah menimbulkan berbagai malapetaka sampai detik ini.
Mari, kita gaungkan terus tentang khilafah janji Allah Swt. dan bisyarahnya Rasulullah saw. agar para pembenci semakin resah. Karena, mereka menyadari ketika khilafah tegak, maka seluruh makar-makar jahat mereka tidak berguna lagi. Umat akan merapat kepada khilafah karena terbukti selama 14 abad telah memberikan kesejahteraan dan keamanan yang luar biasa bagi rakyatnya. Seperti pengakuan yang disampaikan oleh Will Durant (1885-1981), sejarawan terkemuka dari Barat, "Agama (ideologi) Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, jazirah Arab, Mesir, bahkan hingga Maroko dan Spanyol," dan saat tegaknya khilafah tinggal menunggu waktu.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment