Musibah Banjir Terus Melanda, Saatnya Tunduk Pada Aturan Sang Pencipta


Oleh. Siti Juni Mastiah, SE

(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)


Bencana selalu datang silih berganti. Harus nya introspeksi untuk semua penduduk negeri. Menurut laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 66 bencana alam di Indonesia selama 1 – 12 Januari 2024. Banjir merupakan bencana alam terbanyak pada awal tahun ini, yaitu 42 kejadian. Jumlah ini setara 63,64% dari total bencana alam di tanah air. (databoks.katadata, coid, 12/01/2024)


Di wilayah Jambi sendiri terdapat 6 Kabupaten/Kota terkena banjir besar dengan menetapkan status tanggap darurat, mulai dari Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tebo, Bungo, Batanghari, dan Merangin. Hal ini disampaikan oleh Sekda Provinsi Jambi dilansir oleh OkeTebo.Com dari laman AntaraNews.Com, Selasa 16 Januari 2024.


Bencana banjir tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi atau pembuangan sampah sembarangan, melainkan juga akibat penebangan hutan secara liar dan pengalihan fungsi lahan seperti pembukaan lahan perkebunan sawit, tambang emas ilegal, yang pangkal utamanya adalah illegal logging.


Terkhusus Jambi pada tahun 1973 luas hutannya mencapai lebih kurang 3,4 juta hektare. Namun di tahun 2023 hutan di Provinsi Jambi tersisa 922.892 hektare atau hilang seluas 2,5 juta hektare atau 73 persen. Menurut Direktur Tim Geographic Information System Komunitas Konservasi Indonesia (KKI), Warsi Adi Junaidi, jumlah ini terdata berdasarkan analisis melalui pengamatan dari google earth, citra spot 6, SAS Planet.


Beginilah jika kehidupan di muka bumi ini di kuasai oleh manusia dengan aturannya sendiri. Tak peduli ketika membuka lahan untuk mencari keuntungan dapat mengorbankan masyarakat, yang terpenting adalah bagaimana caranya agar usaha yang dilakukan mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Inilah ilmu yang dipelajari dalam sistem ekonomi kapitalis, yang menyatakan bahwa modal yang kecil bisa meraup keuntungan yang besar atau berlipat-lipat.


Penjarahan hutan secara liar oleh manusia inilah yang menjadi pangkal kerusakan. Allah Ta’ala telah menyampaikan dalam firman Nya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (T.QS. Ar Rum : 41)


Seharusnya hujan merupakan berkah yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk penghidupan semua makhluk di muka bumi ini. Hanya saja saat ini hujan menjadi musibah yang tak terelakkan. Banjir yang terjadi akibat dari neraca air yang melimpah atau naiknya neraca air ke permukaan, dimana hal ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah atau air yang ditampung oleh penampungan air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar.


Dari ke empat faktor tersebut hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Untuk tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Sebagaimana kebijakan deforestasi atau pengalihan fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak korporasi secara masif, telah menjadi penyebab utama berkurangnya daerah resapan air, hingga berdampak mudahnya terjadi banjir saat musim hujan tiba.


Kebijakan yang sejatinya hanya menguntungkan para pemilik modal dan merugikan rakyat tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalis sekuler yang menjadikan negara hanya bertindak sebagai regulator yang pro oligarki bukan pengurus dan pelindung rakyat. Berbagai produk regulasi yang dihasilkan seperti Undang-Undang Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja misalnya telah nyata merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat.


Oleh karena itu cara untuk mengakhiri bencana banjir  dan berbagai musibah lainnya di negeri ini adalah dengan beralih pada sistem Islam yang di ridhoi Allah Ta’ala untuk diterapkan secara keseluruhan. Karena hanya Islam di bawah kepemimpinan Khalifah yang akan mengatur pengelolaan tanah atau lahan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sesuai syariat Islam yang berasal dari Sang Pencipta.


Negara dalam sistem Islam yang disebut dengan Khilafah berfungsi sebagai junnah atau pelindung semua warga negara nya. Khilafah akan melakukan upaya preventif dalam mengatasi bencana banjir, serta upaya kuratif dan rehabilitatif terbaik jika musibah banjir terjadi.


Upaya preventif yang dilakukan Khilafah adalah dengan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, serta memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana banjir, seperti pembangunan bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi atau penanaman kembali.


Pemanfaatan sumber daya alam di dalam sistem Islam tidak akan diserahkan kepada korporasi, namun akan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat manusia di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Negara Islam juga akan menentukan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan buffer atau disebut dengan kawasan Hima, yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun dalam hal pengelolaan tanah atau lahan.


Negara Islam juga mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati, yang akan menjadikan buffer lingkungan yang kokoh. Dalam Islam juga akan memberlakukan sanksi yang tegas berupa Ta’zir yang ditetapkan oleh Khalifah atau Qadhi kepada siapapun yang melakukan aktivitas mencemari dan merusak lingkungan.


Semoga bencana atau musibah yang terus terjadi saat ini dapat menyadarkan seluruh umat manusia terutama muslim untuk mau kembali diatur dengan aturan Islam yang berasal dari Sang Pencipta Pengatur Alam Semesta. Sebagaimana aturan tersebut sudah terbukti mampu menyejahterakan dan menaungi penduduk bumi selama 14 abad.


Allah Subhanahu Wata’ala telah mengingatkan kita bahwa tidak ada yang lebih baik dan lebih pantas untuk diterapkan selain dari aturan dan hukum yang berasal dari Nya. Sebagaimana firman Allah Swt., dalam terjemahan Surat Al Maidah ayat 50 yang artinya “Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki ? Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang meyakini agamanya.” Wallahu’alam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post