Mulianya Ibu Tidak Hanya Sebatas Seremonial Tahunan


Oleh Khatimah

Pegiat Dakwah


Hari Ibu yang selalu diperingati tanggal 22 Desember, mendapat penghargaan dan apresiasi dari masa ke masa. Yaitu sejak kongres perempuan pertama pada tanggal 22 Desember 1928 yang menjadi tonggak perjuangan Indonesia. Bupati Bandung Dadang Supriatna, menyatakan hari Jumat, 22 Desember 2023 diperingati Hari Ibu ke-95. Hal ini ia sampaikan saat menjadi inspektur upacara pada peringatan Hari Ibu pekan lalu dengan mengangkat tema "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju." Para peserta upacara adalah mayoritas ibu-ibu dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. (Kejakimpolnews, 22/12/2023) 


Jika ditelaah mengenai makna peringatan hari ibu yang selalu diselenggarakan tiap tahun, sepertinya hingga saat ini belum mampu membuat perempuan sejahtera dan tenang sebagai kodratnya membina generasi. Karena dalam sistem saat ini, seorang ibu dituntut berdaya secara ekonomi bahkan terpaksa  menjadi tulang punggung keluarga ketika suami menjadi korban PHK atau menjadi single parent. Negara yang seharusnya hadir untuk menjaga marwah perempuan justru menjadikan perempuan alat komoditi. Begitu pula dengan keamanan yang mestinya dipenuhi negara, nyatanya tak lagi bisa didapatkan kaum perempuan dan ibu, ketika keluar rumah untuk bekerja atau saat diperjalanan. Padahal mereka adalah kelompok masyarakat yang rentan terhadap tindakan kejahatan dan pelecehan. 


Sungguh perayaan Hari Ibu ini seolah sengaja ingin mengaburkan akar permasalahan yang menimpa kaum perempuan yang disebabkan sistem. Yakni, aturan kapitalis sekuler yang diadopsi negara hingga  mencerabut peran strategis ibu untuk mencetak generasi dan mengatur urusan keluarga. Perempuan dipandang rendah jika hanya tinggal di rumah dan tidak bekerja. Untuk itulah gencar program emansipasi wanita atau kesetaraan gender dari kaum feminis. Ide ini seakan angin segar untuk kemajuan perempuan dan masa depan mereka padahal justru bentuk kemunduran berpikir dan merusak tatanan keluarga. Alhasil, peran ayah sebagai kepala keluarga kian kabur, sementara peran ibu untuk mengurus anak dan keluarga terabaikan karena sibuk mengejar karir dan bekerja.


Sistem kapitalis sekuler ini mengakibatkan sebagian kaum ibu terpedaya hingga memilih karir dan bekerja di luar rumah meski banyak mengeksploitasi feminitas dan sensualitas mereka. Kaum feminis yang hadir untuk mendukung perempuan menganggap dengan berkarir wanita tidak akan direndahkan karena dapat menghasilkan materi namun semua itu salah, alih-alih mendapat kemuliaan faktanya kaum perempuan malah dihinakan. Inilah fakta yang sangat miris dan memprihatinkan, padahal masa depan peradaban ada di tangan seorang ibu.


Sejatinya, menghargai dan menghormati kaum perempuan bukan dengan seremonial dan peringatan, melainkan dengan mendudukkan posisinya sebagai perempuan, sebagai istri atau seorang ibu. Dan penghargaan atas kedudukan mereka harus sesuai dengan aturan dan sistem yang benar yaitu Islam. Karena  aturan dan sistem selain Islam tak bisa diharapkan selain hanya membawa keterpurukan juga kehinaan sebagaimana masa jahiliah dahulu.


Islam hadir bukan hanya sebatas mengurusi ibadah ritual saja, namun seluruh perbuatan ada aturannya dalam Islam. Bahkan dalam urusan perempuan yang sangat dimuliakan, dengan memerintahkan untuk menghormati ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan ayah. Mulianya kaum ibu juga dijelaskan oleh Rasulullah saw. “Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Kamu masih punya ibu?’ Mu’awiyah menjawab, ‘Ya, masih.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya". (HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Hakim) 


Islam tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja dan tidak pula melarang jika perempuan ingin bekerja, hanya saja bukan untuk menjadi alat komoditi yang menguntungkan para kapitalis seperti yang terjadi saat ini.  


Negara yang menerapkan sistem Islam akan memberikan dukungan agar fungsi strategis ibu berjalan dengan baik. Di mana hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah, ia adalah kehormatan yang harus dijaga. Dengan peran utama ini seorang ibu akan mendidik anak-anaknya tidak hanya memiliki akidah yang kokoh dan berkepribadian Islam, namun akan terlahir generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Inilah cikal bakal generasi terbaik pemimpin masa depan, kedudukan mulia dan strategis ibu sanga dijagat dalam Islam. 


Islam memberikan kewajiban untuk mencari nafkah pada Laki-laki, bukan perempuan. Negara dalam Islam akan membuka lapangan pekerjaan selebar-lebarnya untuk laki-laki dan memperhatikan kebutuhan pokok tiap individu terpenuhi, selain lapangan pekerjaan khalifah akan menyediakan layanan pendidikan terbaik untuk generasi. 


Sudah seharusnya umat menyadari akar masalah kaum perempuan adalah diterapkannya sistem kapitalis, yang mengakibatkan kaum ibu dihinakan. Perayaan hari ibu yang dilakukan setiap tahun hanya sebatas seremonial yang tidak akan mengubah kondisi kaum ibu dari keterpurukan ini. Hanya dengan sistem Islam secara menyeluruh kaum wanita dimuliakan sesuai dengan fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah serta pendidik bagi anak-anaknya yang akan mencetak generasi terbaik. 

Wallahu a'lam bish shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post