Meningkatnya Indeks Pembangunan Gender, Akan Berkolerasi Baikkah Terhadap Kesejahteraan Perempuan?


Oleh: Waryati

(Pegiat Literasi) 


Keterwakilan perempuan melalui kiprahnya di bebagai bidang hari ini dinilai sebagai prestasi luar biasa. Para perempuan ini dikatakan berhasil mewujudkan kesetaraan gender yang makin setara. Mereka mampu menduduki posisi strategis di tempat kerja, memberikan sumbangsih ekonomi bagi keluarga, dan terlibat dalam politik pembangunan sehingga perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. 


"Perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif." Itulah paparan yang di sampaikan Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Leny N Rosalin dalam keterangannya di Jakarta. Republika, (6/01/2924). 


Namun pertanyaannya, apakah kualitas hidup perempuan turut meningkat dengan adanya peningkatan Indeks Pemberdayaan gender tersebut? 


Dilema Perempuan dan eksistensinya 


Untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan, pemerintah terus mendorong pemberdayaan perempuan di berbagai aspek. Dan program pemberdayaan perempuan ini selalu menjadi andalan dengan menjadikan keterwakilan dan keterlibatan perempuan di berbagai bidang. Dengan demikian perempuan diharapkan mampu disetarakan dengan laki-laki. Perempuan pun disebut semakin berdaya dengan ikut sertanya mereka dalam ruang politik dengan menjadi anggota legislatif dan eksekutif serta ruang publik lainnya. Seperti bekerja dan menjadi pemimpin lembaga atau organisasi. Maka ketika para perempuan berhasil ada di posisi seperti disebutkan di atas, ini menjadi tolok ukur keberhasilan dari program pemberdayaan perempuan. 


Oleh karenanya, bisa kita simpulkan bahwa perempuan dikatakan berdaya ketika ia bisa bekerja, mandiri, memiliki karier bagus, berkontribusi aktif di berbagai bidang, serta memberikan sumbangsih dalam pembangunan dengan menjadi pelaku ekonomi. Seperti itulah kiranya perempuan berdaya dalam bingkai kapitalisme. 


Namun kenyataannya, saat perempuan berdaya dari sisi peran di ruang publik serta menjadi pelaku ekonomi sehingga menciptakan asumsi pada meningkatnya pemberdayaan gender, sudah berkolerasi baik kah pada kesejahteraan perempuan seutuhnya? Pun bisakah menuntaskan berbagai problem perempuan? Nyatanya banyak kasus terjadi pada perempuan hingga kini menjadi PR yang belum terselesaikan. Semisal tingginya angka perceraian, kekerasan seksual, KDRT, depresi hingga bunuh diri, dan lainnya. 


Berdasarkan data laporan statistik Indonesia pada 2022 terdapat 516.344 terjadi perceraian. 284.169 kasus perceraian disebabkan karena perselisihan dan pertengkaran. Jumlah ini setara dengan 63,41% faktor penyebab perceraian yang terjadi di negeri ini. Tentu saja perceraian tersebut berdampak pada kehidupan perempuan. Mereka harus menjadi tulang punggung bagi keluarga, mendidik serta menghidupi anak-anaknya sendirian. Ditambah pula akibat perceraian berdampak pada tumbuh kembang anak yang secara emosional dapat terganggu. Maka semakin beratlah tugas perempuan dalam mendampingi dan mendidik anak-anaknya. 


Lalu, apakah beban berat ini dapat terselesaikan dengan pemberdayaan perempuan yang melibatkan mereka pada dunia kerja? Bukankah ketika perempuan bekerja di tengah kondisi rumah tangga yang hancur berantakan rentan stres? Seperti misalnya memicu emosi tinggi, depresi, hingga bunuh diri. Hal ini terjadi karena beban yang dipikul perempuan terlalu berat. 


Selanjutnya, hahkan di beberapa kasus KDRT berakhir dengan pembunuhun, dan itu dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Entah itu karena alasan cemburu, ekonomi, sakit hati sehingga membuat emosi tak terkendali. Sebagaimana dikonfirmasi data dari Kemen PPPA sepanjang 2023 total keseluruhan jumlah kasus kekerasan di Indonesia mencapai 18.466 kasus. Dan korban terbanyak adalah perempuan, yakni mencapai 16.351 kasus. 


Ini berarti bahwa, meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender belum berkolerasi baik bagi kesejahteraan maupun terjaganya keamanan untuk perempuan. Terbukti masih banyak kekerasan menimpa perempuan dan di beberapa kasus perempuan meregang nyawa di tangan suminya sendiri. Berdasarkan data dari Kemen PPPA, tercatat di seluruh Indonesia sepanjang 1 Januari hingga 27 September 2023 terdapat 19.593 kasus kekerasan. Dan 17.347 orang korban merupakan perempuan, sebagiannya laki-laki hanya 3.987 saja. 


Bahaya Kapitalisme Sekuler 


Beragam kasus menimpa perempuan seperti kasus bunuh diri, meningkatnya angka perceraian, KDRT, terjerat pinjol, dan masih banyak lagi, bukti bahwa sistem kapitalisme sekuler gagal memberikan kesejahteraan serta perlindungan terhadap kaum perempuan. Kesetaraan gender yang selama ini digaungkan hanya ilusi bagi perempuan. Nyatanya perempuan saat ini masih menderita. Mereka berada di urutan teratas dari sekian banyak kasus yang mengancam keselamatan dan jiwa perempuan. 


Dalam kaca mata kapilalisme, perempuan berdaya ialah perempuan yang mampu mengembangkan segudang talenta, mandiri secara pinansial, dan tidak bergantung kepada suami. Lebih lanjut, arus kapitalisme membuat peran perempuan dalam rumah tangga menjadi jungkir balik. Perempuan yang seharusnya sebagai pengurus dan pendidik anak-anaknya berganti peran menjadi pencari nafkah. Alhasil peran suami sebagai kepala keluarga melemah seiring sulitnya lapangan kerja untuk laki-laki dan melebarnya kiprah perempuan di dunia kerja. Sehingga peran terbalik ini keluar dari pitrah laki-laki dan perempuan dalam Islam. 


Islam Solusi Permasalahan Perempuan 


Dalam Islam, perempuan memiliki tempat dan peran mulia yakni sebagai ummu wa rabbatul bayt (ibu dan manager rumah tangga). Di tangannyalah lahir generasi gemilang dan berkualitas. Oleh karena itu perempuan dalam sistem Islam begitu dihormati dan dimulikan. Fitrah perempuan yang penuh kelembutan serta kasih sayang sudah disesuaikan oleh Allah untuk mengemban amanah sebagai pencetak generasi terbaik penerus peradaban. Alhasil peran laki-laki dan perempuan dalam Islam sudah disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuannya. 


Dalam menjalani perannya, perempuan tidak dipusingkan oleh urusan materi, karena negara memberikan jaminan kesejahteraan pada setiap individu rakyat.

Adapun peran mencari nafkah, hanya dibebankan kepada para laki-laki dengan membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Termasuk memberikan modal serta pelatihan keterampilan agar bisa membantu mereka dalam bekerja, sehingga mempermudah kaum laki-laki menunaikan kewajiban terhadap keluarganya. 


Islam tidak memandang perempuan berdaya atau tidak dari pandangan materi dan ekonomi. Islam menjadikan perempuan tetap terhormat dan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Seperti hak mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan, juga kebolehan perempuan berkarier di ranah publik selama tidak melalaikan tugas utamanya sebagai ibu. Keterlibatan perempuan di ranah publik ini diatur sedemikian rupa sesuai dengan potensi dan pitrah perempuan. Adapun karier yang boleh digeluti perempuan misalnya menjadi seorang dokter, guru, perawat, pedagang dan lain sebagainya. Dengan catatan kiprah mereka berjalan seimbang bersama tugas domestik dalam keluarga. 


Berikutnya negara melaksanakan pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga kemudian terciptalah kesadaran secara komunal di tengah masyarakat yang menjadikan mereka menyadari peran antara laki-laki dan perempuan tidak boleh digantikan atau ditukar. Kesadaran ini bila terbentuk di tengah masyarakat secara baik, bisa membendung atau setidaknya para perempuan tidak menuntut ide kesetaraan gender yang justru pada kenyataannya memunculkan konflik baru bagi perempuan. 


Selanjutnya negara pun memberlakukan sistem sanksi tegas dan berkeadilan. Sistem sanksi Islam akan memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan kriminal lainnya, sehingga pelaku tidak berani mengulangi perbuatannya kembali. Alhasil kesejahteraan, perlindungan serta penjagaan kepada perempuan bisa terwujud dengan penerapan hukum Islam di ranah negara dan masyarakat. Hanya sistem Islam lah satu-satunya pelindung terbaik bagi generasi dan perempuan. 


Wallahu a'lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post