(Freelance Writer)
Kasus aborsi ilegal kembali mencuat ke permukaan dengan tangkapan lima perempuan terduga pelaku di sebuah klinik yang berlokasi di salah satu apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menariknya, beberapa terduga pelaku diberitakan hanya lulusan SMA dan SMP, tanpa latar belakang medis.
Menyikapi fenomena sosial ini, sosiolog Musni Umar mengaitkan kasus aborsi ilegal dengan pergaulan bebas yang berkembang di masyarakat. Menurutnya upaya pencegahan tidak hanya sebatas menangkap pelaku, tetapi juga membangun kesadaran moral dan spiritual di masyarakat. Orang tua dan guru perlu terus menyampaikan pesan-pesan moral agar anak-anak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan (Rri, 21-12-2023).
Masalah aborsi jelas bukanlah masalah baru. Kasus tersebut telah lama terjadi. Jumlahnya pun sangat memprihatinkan. Karena angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja (Smakaquinasruteng.sch, 24-02-2023). Miris!
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual. Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen (Liputan6, 06-08-2023).
Kasus itu baru yang terungkap. Tidak menutup kemungkinan jumlahnya lebih banyak lagi yang tidak terekspose.
Menilik Akar Masalah
Fakta tingginya persentase generasi muda yang melakukan hubungan seksual di luar nikah jelas sangat menyesakkan dada. Bagaimana tidak, karena sungguh generasi yang akan datang merupakan cerminan dari generasi yang ada saat ini.
Seks di luar nikah tentu memiliki banyak penyebab, di antaranya media sosial. Tak dimungkiri media sosial yang ada tak sedikit menampilkan gambar atau video yang tak layak alias berbau mesum. Parahnya hal itu sangat mudah diakses oleh semua kalangan, tak terkecuali anak-anak yang masih bau kencur.
Selain itu, faktor minimnya edukasi dan kontrol keluarga khususnya orang tua menjadi faktor pendukung. Sebab, orang tua memiliki peran yang begitu penting dalam menanamkan nilai agama kepada anak-anaknya. Pun berperan mengingatkan anak-anaknya untuk selalu berbuat berdasar pada aturan agama dan dengan asas takwa.
Di samping itu, adanya sikap indivualisme yang kian kental. Hal ini nampak dari minimnya budaya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakan. Masyarakat seakan bersikap tak acuh atas kondisi yang terjadi di lingkungannya.
Ini diperparah oleh adanya budaya barat yang bebas yang telah berhasil merusak para generasi muda. Mereka berkiblat pada barat yang serba bebas. Pergaulan laki-laki dan perempuan seakan tanpa batas, sehingga hubungan seks seolah dianggap hal biasa oleh sejoli, walau tanpa ikatan yang sah.
Tak cukup sampai di situ, negara juga memiliki andil atas hal itu. Tengok saja betapa banyak situs-situs porno yang begitu mudah diakses oleh semua kalangan, game-game yang mampu memicu rangsangan berahi dan film-film yang mengumbar aurat. Benar, negara telah berupaya meminimalisasi dengan memblokir hal tersebut, namun faktanya masih banyak juga dan mudah diakses oleh masyarakat. Ini makin menampakkan bagaimana ketegasan hukum di negeri ini dan sanksi yang tidak menimbulkan efek jera.
Pun paham sekularisme yang ada telah berhasil merasuk di benak umat dan hal ini memperkuat adanya seks bebas di kalangan generasi muda. Padahal paham ini jelas berbahaya, karena agama dianggap tidak memiliki andil dalam mengatur masalah kehidupan manusia. Dari itu wajar, baik buruk, terpuji tercela, halal dan haram diukur bukan lagi berdasarkan tuntunan agama.
Hal tersebut juga diperkuat oleh sistem yang diterapkan (kapitalisme) dihampir seluruh penjuru dunia. Sistem ini, senantiasa menjadikan manfaat sebagai asas dalam pengambilan kebijakan dan aturan. Selama sesuatu tersebut mendatangkan manfaat atau materi, maka selama itu juga akan senantiasa dilanggengkan, tak peduli lagi halal dan haram. Karenanya sulit membabat tuntas game-game, film-film ataupun situs-situs yang berbau porno, jika dari hal tersebut banyak mendatangkan nilai materi atau cuan.
Kacamata Islam
Dalam islam peran lingkungan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam meminimalisasi masalah hubungan seks di luar nikah. Terlebih peran negara, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat kebijakan dan aturan yang akan diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana dalam sistem islam, negara jelas tidak akan membiarkan game-game pemicu berahi, film-film mengumbar aurat dan situs-situs porno, karena hal tersebut jelas kedudukannya dalam agama, yakni haram. Sebab, dalam islam tidak ada tawar-menawar dalam perkara yang telah jelas diharamkan dalam agama, walau hal itu menghasilkan cuan yang berlimpah. Ditambah lagi adanya sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera bagi yang melanggar.
Negara dalam sistem islam pun akan mengondisikan masyarakatnya agar senantiasa bertakwa. Ini tercermin dari berbagai media yang ada digunakan untuk dakwah atau syiar islam dan mengedukasi masyarakat. Negara juga jelas akan memahamkan terkait syariat batasan interaksi yang dibolehkan ataupun yang tidak dibolehkan antara pria dan wanita.
Sistem islam juga senantiasa membudayakan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat, karena manusia bukan malaikat yang tak lepas dari khilaf. Pun ketakwaan individu memperkuat seseorang untuk dapat meminimalisasi diri dari perbuatan maksiat.
Dengan demikian, sungguh hal yang sangat sulit menghilangakan adanya masalah hubungan seksual di luar nikah, jika peran keluarga, masyarakat terlebih negara masih sangat kurang. Dari itu, tidakkah umat ini rindu pada aturan yang terbaik yang bersumber dari Sang Pencipta? Karena sungguh yang mengetahui mana aturan yang terbaik untuk hamba, yakni yang menciptakan manusia, Allah Swt. melalui penerapan aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam.
Post a Comment