Maraknya Penipuan Kerja Paruh Waktu Online, Bukti Gagalnya Negara Melindungi Masyarakat


Oleh : Lusiana br Sembiring 


Ramai berseliweran iklan pekerjaan paru waktu (entry data) baik di Instagram maupun Facebook.  Dengan penawaran gaji yang fantastis dan akses bergabung yang mudah tentu banyak menarik perhatian masyarakat. Dikutip JawaPos.com dari pemilik akun X @catsedih mengunggah dua foto screenshot berisi lowongan kerja part time yang muncul sebagai iklan di beranda media sosial miliknya.


Postingan itu telah dilihat sebanyak 1,8 juta kali, mendapat 20 ribu likes, 8 ribu retweets, serta 707 quote retweets per Jumat (3/11) sore.


Sulitnya mencari lapangan pekerjaan ditambah dengan mahalnya kebutuhan sandang pangan dan papan membuat masyarakat tergiur untuk mendaftarkan diri.  Dimana pada tahap awal setelah registrasi mereka akan mendapatkan tugas seperti like dan follow  yang kemudian diberikan komisi. Setelah beberapa tahap  dilewati peserta diminta untuk Melakukan top up/ isi saldo maupun transfer agar bisa mendapatkan komisi yang lebih besar. Bahkan banyak yang menggunakan simbol OJK (otoriter  jasa keuangan)sebagai pelengkap untuk menarik kepercayaan. Benarkah resmi hal tersebut??



Sering dan mudahnya iklan serupa muncul di sosial media  menunjukkan bahwa sistem informasi dan komunikasi negeri ini masih lemah dalam segi kontrol dan perlindungan hak umum dalam bermedia  sosial. Adanya undang-undang IT pun nyatanya tak membuat para pelaku gentar karena lambatnya respon dari pihak yang berwenang hingga akhirnya berulang kasus ini terjadi. Banyaknya masyarakat yang tergiur mencoba pun menunjukkan kualitas masyarakat yang pragmatis serta gampang terperdaya dengan iming-iming materi sehingga dengan mudah terjebak taktik penipuan online.  Yang untung ya untung sedangkan yang buntung ya buntung.  



Sungguh peran kementerian komunikasi dan informasi sangat diperlukan dalam mengawasi konten media sosial untuk menghindari kerugian publik.  Faktanya hal ini belum berjalan secara optimal dengan masih menjamurnya iklan seperti ini di media sosial.  Negara seolah tak berdaya  dan lumpuh serta kalah gesit dengan aksi para penipu tersebut. Tentu hal - hal seperti ini harusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah khususnya kementerian komunikasi dan informasi serta pihak yang berwajib. Terlebih  dengan adanya cyber polri harusnya mampu dengan sigap menghandle dan menaklukkan situs dan pelakunya. Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) adalah satuan kerja yang berada di bawah Bareskrim Polri dan bertugas untuk melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. Secara umum, Dittipidsiber menangani dua kelompok kejahatan, yaitu computer crime dan computer-related crime.dengan adanya maupun tidak adanya  laporan dari masyarakat jika satuan ini telah optimal dalam bekerja maka  situs penipuan semacam ini akan terindra dan bisa disosialisasikan kemasyarakat agar tidak terbuai. Sehingga rakyat akan terlindungi dari kerugian materil maupun moril. Pemerintah harus segera berbenah dari sisi tanggungjawab hukum dan juga meningkatkan kualitas media dari sisi konten yang edukatif dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas berfikir masyarakat. 


Sebagaimana jika kita merujuk kepada daulah Islam, terdapat departemen penerangan yang bertanggung jawab terhadap informasi yang tersebar dimasyarakat. Daulah Islam juga Memiliki seperangkat aturan tentang bermedia sosial yang akan menjaga hak umum Masyarakat.  Jika ada pelanggaran ataupun tindakan yang merugikan umat maka pihak yang berwenang akan memberikan sanksi yang tegas yaitu hukum ta'zir yang ditetapkan  oleh Khalifah agar sipelaku jera dan bertaubat.  Media massa akan menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat, tanpa melarang unsur hiburan (entertainment) yang sehat dan syar’i. Tidak seperti sekarang, media massa telah menjadi alat destruktif untuk menghancurkan nilai-nilai Islam, dengan mengeksploitasi hiburan maupun konten yang berlumuran dosa dan membejatkan moral. Na’ûdzu billâh min dzâlik.

Post a Comment

Previous Post Next Post